2. Baso

1.1K 52 9
                                    

Klarasa merasa gugup sekaligus cemas di hari pertama dia bekerja. Ia takut melakukan banyak kesalahan saat bekerja. Ia tidak mau dipecat. Baru saja bekerja masa sudah dipecat. Tapi untungnya ia akan dibimbing dulu selama sebulan oleh mantan sekretaris.

Ia duduk di meja sekretaris yang berada tepat di depan ruangan CEO, alias cowo aneh yang selalu menyebut dirinya tidak tua. Ia tidak habis pikir dengan bos barunya itu.

Omong omong soal bos barunya, ia masih tidak tau namanya sampai sekarang. Klarasa terkekeh bodoh, nama bos sendiri tidak tahu.

Baru saja memikirkan tentang manusia itu, Klarasa melihat bosnya keluar dari lift dan berjalan ke arahnya. Ralat, ke arah ruangan yang pintunya berada dekat dengannya.

Klarasa buru buru berdiri dan membungkukan tubuhnya sedikit.

"Selamat pagi pak!" Sapa Klarasa seraya tersenyum manis.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Klarasa lagi, ia berinisiatif untuk menawarkan bantuan pada bosnya, barangkali bos nya ingin minum kopi atau teh. Intinya dia harus menjadi sekretaris yang baik!

"Ngapain sih kamu? kamu mau deket deket saya kan? Huh! aneh saya sama cewe cewe, saya tau saya itu ganteng. Tolong tidak usah agresif seperti itu,"
jawab bosnya. Klarasa menganga, jantungnya seperti akan meledak menahan emosi.

"Apa katanya tadi? Mau deket deket sama dia? Ditawarin bantuan malah geer! Dasar gila! Dongo! Kegeeran! So ganteng!" Klarasa meyumpah serapahi pria itu seraya menunjuk-nunjuk bosnya yang sudah berlalu ke ruangannya.

Silas--mantan sekretaris--yang mendengar sumpah serapah Klarasa langsung menghampiri gadis itu.

"Kamu kenapa Ara?" tanya Silas bingung, "itu tuh si dongo dari gua hantu!" Jawab Klarasa sambil menyilangkan tangannya di depan dada, lalu menunjuk pintu ruangan CEO dengan dagunya.

"Hush! dia itu bos kita! gimana kalo dia denger kamu mencak-mencak kaya tadi?" Silas mengelus elus bahu Klarasa.

"Bodo amat!" ucap Klarasa. "Ohh iya omong omong soal Pak Arkan, mbak belum ngasih tau cara nyapa dia ke kamu ya?" tanya Silas.

Ohh jadi namanya Arkan, batin Klarasa

"Gini nih ya kamu perhatiin!" Silas berdiri tegak, tangannya saling bertautan seperti anggota paduan suara, lalu ia tersenyum manis

"Selamat pagi, Tampan!" ucap Silas

Klarasa melongo, "mbak! kita itu mau nyapa atau mau nyanyi sih? Terus kok mesti ada embel-embel tampan? Iya, emang, si bos itu tampan. Tapi, kesannya malah jijik," ucap Klarasa seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Silas mengedikan bahunya acuh, "udah turutin aja."

"Ohh iya, 45 menit lagi kamu harus nemenin Pak Arkan ketemu sama rekan bisnisnya di Restoran Muara Kasih, inget! Catet poin-poin pentingnya ya!" Ucap Silas mengingatkan, "iya mbak."

Silas dan Klarasa kembali berbincang-bincang tentang pekerjaan dan peraturan di kantor mereka. Lumayan lama dan serius, sampai tidak sadar bahwa sedari tadi, bosnya, alias Arkan mendengarkan mereka sambil menyilangkan tangan di depan dada. Entah sejak kapan bosnya itu berada di sana.

Merasa teracuhkan, Arkan berdeham membuat keduanya menoleh.

Untuk beberapa detik Klarasa hanya diam menatap wajah Arkan. Entah karena terpana karena ketampanannya, atau karena terkejut karena Arkan tiba tiba ada di sana. Saat Silas menepuk bahunya, baru ia tersadar dan buru buru melihat arlojinya. Sudah waktunya ia dan Arkan pergi ke restoran Muara Kasih.

"Ehh bapak, hehe ... ayo pak, kita berangkat!" Klarasa mengusap tengkuknya gugup. "Berangkat ke mana?" tanya Arkan.

"Ke pelaminan," ujar Klarasa asal, "ya pergi ketemu rekan bisnis bapak lah," lanjut Klarasa.

Boss!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang