58. Pecah

231 16 4
                                    

Akhirnyaaaa bisa nulis jugaaa fyuh...
Walaupun yang nunggu cerita ini cuma sedikit.. tapi.. makasih banyak yaa ^_^

Aku gak minta kalian buat pencet bintang atau apapun itu.. aku cuma mau kalian
nikmatin dan terhibur sama ceritaku.. tengkyuu ~

Pergi dari sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pergi dari sini..

Pergi dari sini..

Pergi..

Ucapan Arkan terus terngiang ngiang di telinganya. Sampai sampai Klarasa merasa kepalanya pening. Kenapa kata kata bosnya begitu berpengaruh?

Klarasa menatap darah Verin dan bekal yang dibawakan Verin untuk bosnya secara bergantian. Nasinya sudah berantakan di lantai dan tidak layak dimakan. Ini semua salahnya. Nasi tak berdosa pun jadi kena getahnya. Jika saja ia dapat bersabar sedikit saat menghadapi Verin tadi. Maka semuanya tidak akan seperti ini.

Sekarang lihatlah.. ia kehilangan dua hal sekaligus. Bosnya dan pekerjaannya.

" Gak guna " gumam Klarasa, " hidup gue gak guna "

Ia mengelap air di sudut matanya, kemudian beranjak dari lantai. Klarasa mulai mengemasi barang barangnya dengan tatapan kosong.

Satu persatu barang ia masukan ke dalam tas. Untung saja ia membawa tas yang ukurannya cukup besar, seharusnya cukup untuk membawa barang barangnya yang tidak terlalu banyak.

Klarasa mengambil pigura yang selama ini ia pajang di meja kemudian menatapnya cukup lama. Di sana terlihat foto ibunya yang sedang tersenyum lembut seraya menggenggam tangannya saat berusia 6 tahun. Ketika ia sedang merasa lelah karena pekerjaan, Klarasa selalu menatap foto ibunya dan tiba tiba energinya kembali dan moodnya menjadi baik.

Klarasa merasa air matanya keluar lagi dengan deras. Di saat saat seperti ini ia jadi sangat rindu pada mendiang ibunya. Jika saja ibunya masih ada, pasti Klarasa akan cepat cepat pulang dan berbicara panjang lebar dengan ibunya.

Terbayang di benak Klarasa, ibunya duduk dengan teh di meja lalu ia menidurkan kepalanya di paha sang ibu. Setelah itu ia bercerita mengenai segala hal yang terjadi di hari harinya. Kemudian dengan penuh rasa sayang, ibunya mengelus rambut Klarasa seraya mendengarkan ocehan anaknya dengan sesekali menimpali ucapan Klarasa.

Isakan Klarasa terdengar sangat pilu. Setiap mengingat mendiang ibunya ia tak sanggup menahan air mata. Ibunya telah pergi menghadap sang Maha Kuasa. Dan Ia sebatang kara. Ia tidak memiliki keluarga lagi. Sendiri...

Setelah memeluk pigura itu sebentar, Klarasa memasukan pigura tersebut ke dalam tasnya lalu mulai memasukan barang barangnya yang lain.

Dengan sesekali menatap pintu ruangan Arkan, Klarasa terus berusaha menghentikan air matanya yang tidak mau berhenti keluar. Ia berkali kali menghela napas kecil untuk meredakan tangisannya.

Boss!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang