Bab 2

15.3K 1.2K 5
                                    

Pagi hari, dimana ayam pun belum berkokok dan jalan raya sepertinya masih sangat sepi. Mengambil pakaian yang bernama 'Rani' di dekat saku kiri baju atas dan bersiap-siap bekerja seperti biasanya. Tampil terlihat rapi seperti biasa, namun ada perbedaan dalam raut wajahku yang begitu senang.

"Akhirnya aku bisa mendapatkan gaji pertamaku!"

Aku berjalan keluar dari kamar dan menuju kafe. Seperti biasanya, melewati gang kecil dan berbelok dua kali ke arah kiri. Kemudian sampai di pintu kafe.

Mengeluarkan kunci dari saku rokku dan pintu kaca terbuka. Mulai dengan menaruh tanda 'kafe buka', menaruh kursi sesuai posisinya, merapikan gelas-gelas, mulai menaruh kue, dan menghitung uang.

Mulai berdatangan orang, seperti biasa orang di sekitar kafe malas untuk membuat kopi sendiri. Mereka lebih memilih membeli kopi disini sebelum berangkat ke kantor. Aku pun menyambut pelanggan yang datang. Wajah pelanggan yang kusambut, sering aku jumpai di kafe. Terkadang mereka hanya bilang 'seperti biasa' dan aku pun tahu apa pesanan mereka lalu tanganku beraksi menghidangkan kopi.

Saat itulah kak Kana datang, disaat aku membuat kopi pertama di hari mendapatkan gaji pertama. Kak Kana berjalan ke arahku dan berbincang sedikit denganku.

"Sudah sebulan kamu bekerja sebagai pelayan, rasanya tidak terasa."

"Iya kak, aku merasa senang bekerja disini."

Aku menjawabnya sambil membuat kopi untuk pelanggan. Kana terlihat menawan saat memakai seragam manager. Tak kusangka umurnya tidak jauh berbeda dariku. Aku memanggilnya dengan sebutan kakak, sesuai permintaan darinya.

"Benar juga hari ini adalah hari pertamamu mendapatkan gaji, ya?"

"Iya, dengan uang yang kudapatkan hari ini tentunya aku sudah bisa mulai menabung dan aku tidak membebani kakak karena aku sudah bisa cari tempat tinggal sendiri."

Rencanaku saat ini adalah mencari uang sebanyak-banyaknya, agar dapat memberikan fasilitas yang nyaman untuk nenek. Aku jadi terpikirkan akan keberadaan nenek. Bagaimana kondisi nenek sekarang? Apakah masih sehat? Ataukah dia sedang mengkhawatirkanku?

"Apakah.. kamu rindu dengan nenekmu?"

"Sedikit... tetapi setelah aku mengumpulkan banyak uang, aku akan kembali ke desaku lagi."

"Baguslah kalau begitu."

Wajah Kak Kana sedikit murung. Apakah ada yang salah dengan ucapanku tadi? Apakah Kak Kana khawatir bila aku meninggalkannya? Karena dalam sebulan ini, Kak Kana sudah seperti saudara kandungku sendiri.

"Ya sudah... nanti jam dua belas ke ruanganku, ya? Sebelum makan siang," ucap Kak Kana.

"Iya."

Jam 12 siang yang dinantikan akhirnya datang, aku merasa sangat senang. Saat kuterima uang di tanganku, aku menangis. Kak Kana hanya tertawa kecil dan berkata "Untung aku menyambut kamu di hari itu", setelah itu aku berlari kegirangan meninggalkan ruangannya.

Benar, aku selalu mengingat kejadian hari itu. Itu adalah hari aku menginjakan diri di kota. Aku yang tak tahu apa-apa ini bertemu dengan kak Kana. Sungguh beruntungnya aku. Aku tak percaya bekerja sebagai pelayan mendapatkan uang sebanyak ini. Tentu saja ini berbeda dengan di desa, ya?

Sore pun berlalu, aku kembali ke ruangan tidur belakang kafe dan mengemas barangku. Kemudian aku keluar dan pergi ke tempat penginapan murah sesuai anjuran kak Kana.

Saat itu, hujan baru selesai, trotoar jalan penuh genangan air. Karena sudah malam, jadi semua genangan air terlihat samar. Beberapa kali aku menginjak kubangan air. Karena aku terlalu senang, aku pun tak memperhatkan keadaan sekitar, aku tergelincir di salah satu kubangan air itu. Penglihatanku goyang dan semua terjadi dengan sangat cepat. Mataku buram dan kelopak mataku tidak bisa dibuka. Kemudian, apa yang terjadi denganku?

***

"Rani..."

Suara itu terasa familiar dan memanggil namaku. Lembut dan hangat, terasa nyata, seolah-olah aku sedang bersama dengan orang itu.

"Gadis SMA yang baru lulus, pergi meninggalkan kampung halamannya demi mencari uang untuk neneknya. Dia tidak mau orang lain kesusahan. Dia sudah ditinggalkan kedua orang tuanya, dia pun terpisah dengan neneknya. Terlebih lagi, sehari-harinya hanya tidur menumpang di cafe."

I-itu.. benar, sih? Tetapi kenapa dia berkata seperti itu? Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku tidak bisa membuka mataku dan melihat apa yang terjadi?

"Pemilik kafe sekaligus manajer kafe, yang bernama Kana, sangat baik terhadap Rani. Saat Kana melihatnya pertama kali, dia berpikir bahwa Rani anak yang baik dan mau berusaha keras. Rani pun cepat belajar cara membuat kopi. Kopi buatan Rani lebih enak daripada Kana. Pelanggan semakin berdatangan saat Rani mulai bekerja."

Dari mana suara ini mengetahui segalanya? Aku ingin bertanya, tetapi tidak bisa berbicara. Seolah-olah ada yang menahan lidahku untuk bergerak.

"Sekarang, tinggalah di tempat yang Kupilih, semoga cahaya agung selalu menyertaimu selalu dan selamanya."

Psstt...

Suara serpihan kaca dan bau harum tidak enak. Kepalaku terasa berat seakan-akan ingin pecah. Mataku terbuka saat suara itu menghilang. Perkataan yang menggema itu bahkan sudah tidak meninggalkan bekas dalam pikiranku.

Suara? Suara apa? Apa yang aku dengar? Terasa ada orang yang berbicara denganku, tetapi aku lupa akan apa yang dikatakannya.

"Dimana ini?"

Aku melihat tubuhku terbaring di atas ranjang. Kamar yang luas, kasur yang empuk dan berornamen indah. Dari semua apa yang kupikirkan tadi, terasa hilang sesaat dan tidak membebaniku kembali.

Serpihan ingatan yang kuingat hanyalah saat aku mendapat gaji pertamaku. Kak Kana memberikan senyuman tulus dan aku kegirangan akan hal itu. Lalu, aku tergelincir dan tertabrak mobil...

"Tunggu dulu, apakah aku mengalami kecelakaan?"

Dari apa yang kulihat, semuanya tampak ditata rapi. Kalau orang mengalami kecelakaan, sudah seharusnya dibawa ke rumah sakit, bukan?

Tetapi... apakah ini yang namanya rumah sakit? Aku baru saja mendapatkan gaji pertamaku dan tentu tak mampu membayarnya. Aku harus keluar dahulu dan bertemu kak Kana!

Love Starts From CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang