Bab 29

4.5K 430 0
                                    

Bruk..

Aku menjatuhkan badan ke atas kasurku. Aku lelah... Kakiku pegal. Aku tidak terbiasa menggunakan sepatu dengan hak yang tinggi.

Rasanya ringan dan nyaman, jika kakiku telanjang seperti ini. Aku lebih memilih memakai gaun tidur daripada gaun mewah.

Ukh.... Susah untuk bangun dari tempat tidur. Tubuhku terasa berat. Apa aku terlalu banyak makan? Sepertinya iya... Melihat jamuan mahal dan enak seperti itu, mana mungkin aku melewatkannya!

Setelah acara sudah selesai, tepat jam 9 malam, aku segera pulang bersama ayahku. Aku berpamitan dengan yang lainnya. Aku pergi ke kereta kudaku. Terasa gaun yang kupakai semakin ketat. Jalanku juga sudah tidak beraturan.

Saat duduk di kereta kuda, hilang rasa beban itu. Tapi beban di pikiranku masih mengelilingi kepalaku. Sesampainya di kediamanku, aku terburu-buru masuk ke dalam kamar. Nampaknya para pelayan sudah menyiapkan bak air hangat untukku.

Ekspresi Sebastian sangat berbeda dari biasanya. Alisnya berkerut ke bawah dan menatap tajam putra mahkota. Sekilas kulihat putra mahkota terus melihatku saat aku masuk ke dalam aula. Putra mahkota menunjukkan sikap baiknya hari ini. Entah apa yang sedang direncanakan. Mungkin dia juga tahu bahwa aku membatalkan pengumuman pertunangan itu.

William tampak menunjukan kemurahan hatinya. Ekspresinya terlihat aneh, saat dia ingin mengantarkanku pergi ke taman istana. Ternyata aku sudah berbaikan total dengannya. Secara terus terang Celica memotong pembicaraanku dengan Lady Arcana dan Lady Ronah. Tindakannya sangat ketahuan olehku. Terlihat dia ingin mencari tahu tentang kelompok lady bagsawan itu.

Sret...

Aku bangun dari kasur yang nyaman. Aku lupa soal Xyrus. Tadi dia ingin bicara apa? Kepalaku terasa pusing, karena bangun secara tiba-tiba.

"Ternyata kamu tahu ya, kalau aku datang."

"He?"

Sejak kapan dia muncul? Itu kebetulan tahu! Tiba-tiba saja aku ingin bangun. Itu bukan karena kamu datang, tauk!

"Jangan biasakan bangun secara tiba-tiba. Kalau tidak kamu terus akan merasakan pusing."

"Ah benar juga. Tumben..."

"Tumben kenapa?"

"Ah tidak."

Aku terdiam. Begitupun juga dengannya. Pembicaraan kami tidak mengalir. Suasana hening begitu saja. Ngomong-ngomong untuk apa dia kesini?

"Apakah putra mahkota itu masih mengganggumu?"

Aku pernah bercerita dengannya bahwa aku sebal dengan perilaku putra mahkota. Saat itu aku masih belum terbiasa dengan keberadaan Xyrus sebagai pengawalku. Dia tidak terlalu memperhatikan ceritaku. Dia cuma bilang 'oh' dan 'iya'. Entah kenapa kami bisa akrab seperti ini. Bahkan dia menanyakan pertanyaan seperti ini. Ini sangat jarang bagi kami berdua.

"Tidak..."

Dia terdiam dengan ekspresi yang semakin menaikkan rasa ingin tahunya. Tentu saja aku menjadi merasa ragu akan jawabanku.

"Tidak juga sih.."

Aku membenarkan perkataanku yang sebelumnya. Aku merasa tidak terganggu dengan adanya putra mahkota, tetapi disaat yang bersamaan aku masih terganggu dengan batalnya pertunangan aku dengan putra mahkota.

"Jadi mana yang benar?"

"Dia ingin aku untuk membuatkan kopi untuknya."

"Kalau gitu buat saja untuknya."

Xyrus bersikap biasa saja. Sepertinya dia tidak memahami perasaanku sekarang. Apakah dia sedang berusaha untuk memahami keadaanku?

"Tapi aku heran dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah seperti itu," kataku.

"Mungkin saat pertama kali kalian bertemu, dia sedang stress. Mungkin dia sedang ramah, karena sedang merayakan pesta ulang tahunnya."

"Tapi ekspresinya! ekspresinya berbeda! Saat itu aku merasa seperti serangga kecil dihadapannya."

"Jangan bahas itu lagi. Aku lelah mendengarnya! Tinggal buatkan kopi untuknya saja. Lalu abaikan!"

Saat ini kami seperti anak kecil yang mempertahankan pendapatnya masing-masing. Dia ini sebenarnya sedang memancing emosiku atau bagaimana?

"Aku sudah mengabaikannya kok."

"Ya bagus lah..."

Aku tidak mengerti dengan sikapnya. Yah.. Sudahlah..

"Aku pergi dulu."

"Lalu, kamu kesini ada perlu apa?"

Dia berhenti berjalan menjauhiku dan membalikkan badannya. Dia berjalan ke arahku dan menatapku. Tatapanku mengarah ke atas. Kalau dilihat dia lumayan tinggi juga. Dia membungkuk dan matanya sejajar dengan mataku.

"Aku juga tidak tahu."

"Maksudmu?"

"Kupikir aku harus menenangkan kamu, setelah kamu bertemu dengan putra mahkota. Saat ini kamu terlihat tidak terlalu kesal."

Oh, jadi dia disini untuk menghiburku? Baik sekali? Tidak seperti biasanya.

"Oh.. sejak kapan kamu jadi baik seperti ini."

"Aku sudah baik sejak pertama kali kita bertemu."

Ah... Aku terlalu cepat mengambil kesimpulan. Dia masih Xyrus yang menyebalkan.

"Tidak! Kamu mengancamku waktu itu!"

"Tapi aku kan menghilangkan sihir hitam dalam tubuhmu."

"Iya, ya, ya. Sudah sana pergi."

"Oke."

Seenaknya dia masuk dan keluar kamarku. Biarkanlah dia seperti itu... Aku tidur saja.

***

Beberapa minggu setelah pesta ulang tahun tersebut. Nampaknya putra mahkota hanya omong belaka saja. Sudah berminggu-minggu dia tidak memberi kabar. Saat itu dia tidak memberi tahu kapan dan dimana dia akan mencicipi kopiku.

Langitnya penuh awan. Awannya bergerak dan semakin tebal. Apa nanti akan hujan? Melihat langit sambil minum kopi. Sungguh membosankan... Ayah masih bekerja di istana. Kathy juga sedang sibuk melakukan 'pembersihan total' di kediaman ini. Aku tidak tahu Xyrus ada dimana sekarang.

Rasa kopinya unik. Di Kekaisaran Baronimian sedang ada pasokan biji kopi dari Kerajaan Symiphus. Kemarin lalu, aku baru membeli biji kopi tersebut. Kopi itu diolah menjadi serbuk kopi yang siap di seduh. Agak hambar dan sedikit asam. Aku tidak menambahkan susu di dalamnya, karena aku ingin mencicipi rasa aslinya.

Brak...

Tiba-tiba pintu yang dibuka dengan kerasnya. Suara kerasnya membuat kopi di gelas bergerak. Aku menaruh cangkir kopiku di meja.

"Nona!"

"Ada apa?"

"Tuan duke sudah pulang!"

"Ayah?!"

Aku berlari keluar dari ruangan itu. Raut wajahku berubah, bibirku menampilkan senyuman. Aku tiba di pintu ruang tamu. Kemudian aku mendengar suara yang familiar di telingaku.

"Tuan duke sedang berbicara dengan putra mahkota," kata salah satu ksatria yang menjaga pintu itu.

Namun aku diam seketika, setelah mendengar kata putra mahkota.

"Apa? Apa yang kamu bilang tadi?"

"Tuan duke datang bersama putra mahkota. Saat ini mereka sedang berada di ruang tamu."

Baru saja aku memikirkan tentang putra mahkota. Dia datang tiba-tiba ke kediaman ini bersama dengan ayah. Apa mereka sedang membicarakan tentang pekerjaan di sini?

"Baiklah, aku akan ke sana."

Love Starts From CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang