Bab 4

12.6K 1.2K 9
                                    

Sunyi yah... Tak kusangka aku melihat pemandangan indah seperti ini. Walaupun hanya jendela kamar yang besar dan menampilkan langit hitam yang dipenuhi bintang. Kamarku dipenuhi barang yang berkilau, sepertinya ini mahal semua. Aku tak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Mengingat bahwa aku adalah anak dari desa yang miskin.

Kejadian hari ini masih membuatku penasaran. Aku bangun di siang hari dan Kathy bilang aku pingsan karena aku terjatuh ke dalam kolam. Padahal aku merupakan pelayan kafe biasa yang kematin ini baru dapat gaji pertama. Ini melelahkan, apa kak Kana mengkhawatirkanku? Mungkin saat ini aku masih terkapar di trotoar.

Atau mungkin... aku sudah mati? Kalau aku mati, pasti kak Kana sedih.

Nenek! Benar juga kalau nenek tahu aku sudah mati bagaimana? Tidak mungkin aku mati! Aku harus cari cara keluar dari dunia ini !

Tapi bagaimana? Bertemu dengan nenek dan Kak Kana tidaklah mudah. Tetapi pasti ada caranya!

***

Tanpa kusadari aku tertidur lelap. Ini sudah pagi ya?

Aku keluar dari kamarku dan melihat koridor yang sangat mewah. Lantai keramik yang berkilau. Disamping itu ada taman yang besar dipenuhi dengan pohon dan bunga. Sebuah lubang sumur yang cantik dan beberapa kupu-kupu yang berwarna-warni. Di koridor itu banyak pintu-pintu besar yang berjejer.

Aku masuk ke salah satunya. Dilihat dari banyaknya meja dan panci penggorengan. Ini pasti dapur! Kalau dilihat-lihat dapur ini luas sekali. Aku melihat ke sekitar dan mencium aroma yang kukenali. Itu aroma kopi, begitu nostalgia rasanya. Aroma itu berasal dari salah satu laci atas.

Aku melihat ada kursi besar dan mengambilnya sebagai pijakan untuk meraih laci tersebut. Kubuka laci itu dan ada kantung kopi. Tak hanya kopi ada juga banyak botol susu. Kuambil kopi dan susu itu dan membuat secangkir kopi. Akhirnya jadi dan tiba-tiba...

"Nona!"

"Ah.. apa? ada apa?"

"Nona, baru sadar, jangan banyak bergerak dulu! Saya terkejut nona tidak ada di kamar nona! Kenapa nona ada di dapur."

Lalu Kathy melihat ke kopi buatanku. Dia terkejut dengan apa yang aku lakukan saat ini.

"Kalau nona lapar panggil saya saja! Nona bukanlah pelayan."

"Tidak apa kok. Coba Kathy cicipi kopi buatanku!"

Sebelumnya dia menyampingkan hasil karya buatanku. Namun setelah dia lihat sekali lagi, dia menyadari akan keindahan kopi yang kubuat ini.

"Apa ini kopi ? Wah cantik sekali, nona sangat berbakat!"

"Ah, tidak juga kok~"

Kalau di kafe aku sering membuatnya, terlebih lagi banyak kafe yang terkenal dengan kopinya selain kafe milik kak Kana.

"Kalau dilihat jadi sayang. Ini adalah sebuah mahakarya. Apakah saya boleh meminumnya?"

"Tentu saja!"

Sepertinya di dunia ini tidak ada kopi yang seperti ini. Kopi dengan gambar hati diatasnya. Kathy pun meminumnya dan bilang bahwa kopiku itu enak dan mengatakan bahwa aku sangat berbakat. Aku pun hanya tersenyum dan sedikit menahan tawaku karena buih susu yang nempel di mulut Kathy.

"Nona, nona harus kembali ke kamar nona, mungkin sebentar lagi ayah nona akan datang."

"Ayah!?"

Brak...

Terbukalah pintu dapur dengan hentakan yang keras. Datanglah seorang laki-laki umurnya tak begitu tua. Berparas rapi dan elegan. Dia membawa dua orang disekitarnya. Kalau dilihat-lihat ini pasti ayah dari tubuh ini. Dia melihatku memegang sendok dan melihat Kathy yang habis minum kopi. Dia langsung berteriak ke arah Kathy.

"Apa apaan kamu, sudah dibayar tidak tahu diri. Apakah kamu menyuruh putriku membuatkan kopi untukmu hah?!"

Dia berteriak dan langsung ingin memukul Kathy. Tanpa sadar aku sudah memeluk Kathy duluan dan orang itu terdiam.

"Bukan seperti itu, ayah... A-aku hanya bosan di kamar dan membuat kopi."

"Oh maafkan aku, maafkan ayah Elia-ku tersayang."

Dia meminta maaf sambil melirik ke arah Kathy dan kemudian memelukku dengan erat. Di luarnya sangat ganas, namun dia sangat baik terhadap Elia. Hari ini aku merasakan pelukan dari seorang ayah.

"Kudengar kau terjatuh di kolam dan pingsan. Apakah kau tak apa?"

"Tak apa ayah."

Jadi ini rasanya sosok ayah. Walaupun dia bukan ayahku namun aku merasa ada kehangatan. Tetapi mengapa di cerita yang ibu ceritakan, sang putri tidak mendapatkan kasih sayang?

Ah! Benar juga.. Itu kan di saat ayahnya sakit-sakitan dan jarang pergi ke rumah.

"Maafkan ayah karena baru bisa datang hari ini. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan."

Kalau dipikir-pikir sepertinya ayah yang satu ini mementingkan pekerjaannya. Tetapi dia masih sayang kepada anaknya. Sebisa mungkin aku harus mempererat hubungan antara ayah dan anak bukan?

"Tak apa ayah. Lihatlah aku membuat kopi. Apakah ayah mau secangkir kopi?"

"Hmm.. tapi Elia kamu baru saja sadar kemarin."

"Ayolah ayah..."

Wajahku memelas kepada ayah didepanku ini. Orang yang berada di depanku ini tidak bisa berkata apa-apa selain menuruti keinginanku.

"Kalau nona sudah seperti ini, tak mungkin tuan menolaknya, kopi buatan nona sangat enak, melebihi koki dapur yang ada di sini! Saya juga akan membantu nona dan belajar dari nona," bujuk Kathy

"Benarkah itu? Baiklah putri ku tersayang, jika itu kemauanmu."

"Iya! Ayah sebaiknya duduk di ruang tamu dulu, ya~"

Omong-omong di sini ada ruang tamu gitu? Kalau rumah sebesar ini pasti ada kan?

"Iya ayah akan tunggu."

Senyuman ayah sangat tulus. Akhirnya aku bisa bertemu sosok ayah, apakah ayah yang sebenarnya juga seperti ini? Ayah pun keluar bersama dua orang yang masuk tadi.

"Kathy mohon bantuannya ya!"

"Kapanpun nona."

Saat aku membuat kopi, aku memikirkan ayah dari tubuh ini. Sepertinya sia sangat bekerja keras walaupun sudah kaya. Yah... bagaimanapun ini demi anaknya, tapi masa anaknya pingsan 2 hari yang lalu dan baru menemui anaknya sekarang.

Setelah aku selesai membuat kopi. Kathy terkejut dengan kecepatanku membuat kopi. Aku pun ingin membawa kopi itu sendiri ke ayahku. Walaupun Kathy seperti merasa bersalah. Aku datang menghampiri ayah.

"Ayahh!! Hehe... aku sudah selesai membuat kopinya. Aku sengaja membawa kopi ini sendiri khusus ayah"

"Wahh makasih ya.."

Kopi itu diminum ayah dan wajahnya menunjukan ekspresi mengejutkan.

"Dari mana kamu belajar cara membuat kopi seenak ini?"

Aku melihat ke arah Kathy dan berkata "Waktu itu aku melihat pelayan membuat kopi, lalu aku coba membuatnya, dan suatu saat bisa ditujukan kepada ayah."

"Terima kasih putriku, Elia ku tersayang."

Aku berbohong, yah... itu tidak masalah. Kulihat senyuman ayah lagi, aku pun berbincang tentang pekerjaan ayah. Ayah memberi tahu banyak hal. 

Love Starts From CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang