Bab 11

9.4K 910 0
                                    

Setelah ayah menyuruh salah satu pelayan membawa Xyrus ke dalam ruang makan. Perasaanku tiba-tiba tidak enak. Terlihat mukaku tersentak dan arah mataku menatap ayah.

"Elia, kenapa kamu tidak makan? Apa kamu sakit?"

"Ah, tidak apa-apa."

"Ayah belum tahu siapa namanya."

"Siapa?"

"Temanmu itu."

"Oh, namanya Xyrus."

Kenapa aku tidak fokus begini? Arah pembicaraan saat ini tidak menentu. Apa yang ayah katakan nanti kepada Xyrus? Berfikir bahwa dia seorang penyihir, namun aku tak tahu asal-usulnya. 

Seorang penglana yang kabur dari tempat tinggalnya, karena diperlakukan buruk disana. Apakah dia benar-benar diperlakukan dengan buruk disana? Apa dia tak punya keluarga? Apa dia tak punya seorang teman? 

Saat aku melihatnya di perpustakaan, dia meminta dengan tidak raut memohon. Dia pun mengancamku. Kenapa sekarang aku memikirkannya? Saat ini yang terpenting adalah, semoga dia tidak berbuat kekacauan di depan ayah!

Suara ketukan pintu di ruang makan. Ayah pun membetulkan posisi duduknya dan melihat ke ada pintu makan. Setelah aku melihat ayah seperti itu, tampa sadar aku juga membetulkan posisi dudukku. Seorang pelayan masuk dan membungkuk kepada ayah dan aku. Ayah pun menganggukan kepalanya. Kemudian Xyrus pun masuk. Dia masuk dengan hormat dan dia berdiri dengan jarak sekitar 2 meter dari kami. Dia membungkuk dan memberi salam yang penuh sopan. 

"Ini suatu kehormatan bisa bertemu dengan anda Tuan Arcarine."

"Ayo mendekatlah."

Dia mendekat sesuai dengan perintah ayah.

"Putriku ingin kamu menjadi pengawal di rumah ini."

"Itu benar tuan, maaf atas permintaan saya yang besar ini."

"Tidak apa, tidak apa, kudengar kamu adalah penyihir. Bagaimana kamu bisa bertemu dengan putriku?"

"Sesuai yang tuan katakan, saya adalah penyihir. Sebenarnya saya bertemu dengan putri tuan pada saat kemarin di taman kota. Putri tuan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Saat aku menggunakan sihir, dia tertarik, dan bertanya kepada saya tentang sihir."

Dia berbohong tentunya. Kebohongan yang sangat bagus agar ayah menerimanya. Tetapi kenapa ceritanya sangat sesuai dengan tadi yang ayah bilang?

"Memang benar putriku tertarik dengan sihir. Putriku memang mirip seperti ibunya. Kamu baru bilang bahwa baru saja kemarin kamu bertemu dengan putriku?"

Aku terkesiap. Kenapa kamu bilang baru bertemu denganku kemarin??!! Penyihir bodoh. Akh, tau ah!

"Itu benar. Putri tuan ingin menjadikan saya sebagai pengawal dirumahnya. Putri tuan juga ingin diajari tentang sihir. Kalau tuan meragukan saya, saya akan menunjukan bukti saya dari akademi sihir terbaik di Kerajaan Aquismist."

"Kamu dari akademi sihir terbaik di Kerajaan Aquismist?"

"Itu benar tuan."

Dia menunjukan beberapa kertas yang bercap lambang. Aku pernah melihat lambang itu. Lambang itu adalah lambang Kerajaan Aquismist. Kalau dengan cap itu pasti dia tidak berbohong. Karena cap itu terkenal sebagai cap yang tidak dapat dipalsukan.

Setelah ayah melihat itu dia langsung berdiri dan mengumumkan ke semua pelayan termasuk aku untuk menjadikannya pengawal. 

"Mulai sekarang saya akan menjadikan Xyrus sebagai pengawal. Tidak sebagai pengawal biasa melainkan sebagai pengawal pribadi putriku."

Huh? Apa? Apa yang terjadi? Ayah menyetujuinya dengan semudah itukah? Dari awal pun ayah sudah setuju, namun masih ragu. Namun sekarang ayah sangat pasti, bahkan menjadikannya sebagai pengawal pribadiku.

 Huh? pengawal pribadi? hah? apa?

"Mohon kerjasamanya untuk putriku."

"Baik tuan, saya tak akan mengecewakan anda."

Sejauh inikah? Kalau ayah seyakin itu, dia pasti benar-benar penyihir berlulus tinggi. Kalau dipikir lagi, dia juga pernah bilang bahwa dia adalah penyihir yang paling berbakat. 

Setelah ayah mengumumkan seperti itu. Setiap harinya aku diikuti oleh dia. Tentu saja dia kan pengawal pribadiku. Walaupun dia dari akademi lulus terbaik, dia masih berbicara tak sopan dihadapanku. Orang lain termasuk ayah tidak tahu sikapnya yang menyebalkan ini. 

Kadang-kadang aku bertanya tentang sihir. Dia pun menjawabnya. Namun saat aku membicarakan yang ada hubunganya dengan tempat tinggalnya, dia langsung memutar ke topik pembicaraan yang lain. 

Kukira dia orang yang hanya ingin untungnya saja, ternyata selama ini dia bekerja dengan cukup baik. Walaupun belum ada kejadian penyerangan terhadapku atau kejadian yang lainnya. Karena umurku hampir sama dengannya, aku menganggap dia sebagai temanku. Di dunia ini, dialah teman pertamaku. Teman seorang pengawal sekaligus penyihir tak buruk juga bukan?

***

Ada surat dari Sebastian, dia akan datang ke rumahku siang ini untuk meminum teh bersama. Kukira sejak kejadian di istana, dia tak akan menghubungiku lagi. 

Suratnya masih kusimpan. Ini adalah kenangan yang beharga, dimana aku mendapatkan surat pertama. Suratnya berwarna putih dan ungu. Ungu itu seperti matanya. Tulisan tangannya pun bagus, bahkan menurutku indah. Tertuliskan pada bagian akhir nama lengkapnya. 'Sebastian Leon la Phyrey'. Saat mendapatkan surat aku langsung mencari tahu tentang Keluarga Phyrey lebih dalam.

"Sebastian? Siapa dia? Temanmu? Ternyata kamu memiliki teman rupanya", kata Xyrus kepadaku setelah melihat surat itu.

Setiap omongan yang dia tujukan kepadaku setiap harinya, selalu saja membuatku naik darah. Kalau tidak ejekan atau tidak ocehan tak berguna. Dia seperti tidak mengangap aku tuannya. Aku hanya menanggapnya dengan sabar.

"Aku bertemu dengannya saat aku ke istana. Aku juga tidak tahu dia temanku atau bukan."

"Oiya, kamu bilang aku kan teman pertamamu. Berarti dia bukan temanmu. Tak mungkin teman pertama menjadi kedua, atau kedua menjadi pertama."

"Aku menyesal telah bilang seperti itu dulu."

Dia bicara apa sih? Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakannya.

"Apa aku akan minum teh juga?"

"Tentu saja tidak, kamu hanya perlu berdiri dibelakan dan melihat kami."

Aku tersenyum tipis kepadanya dan itu membuat dia mengeluarkan sedikit kerutan di alisnya.

"Kalau gitu, boleh tidak aku keluar saat kau minum teh?"

"Terserah apa pun itu, asal jangan membuat kekacauan."

"Sejak kapan aku membuat kekacauan?"

"Entahlah... auramu seperti itu."

"Cih..."

Dia langsung menghilang dari hadapanku. Tentu saja seperti saat kami bertemu pertama kali. Enak sekali jika aku punya sihir.



Love Starts From CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang