Bab 36

3.2K 329 0
                                    

Burung melintas di atas kepalanya dan angin berhembus meniup rambutnya yang berkilauan. Dia berhenti berjalan, sesaat dia mengatakan kalimat terakhir dari mulutnya.

"Tiga hari ini... Aku merasakan nostalgia."

Tiga hari? Apa maksudnya?

Dia menatap ke arah gedung perpustakaan di belakangnya. Apakah perpustakaan membuat dia mengenang masa lalunya? Apa hubungannya dengan sore hari yang kutanyakan tadi?

"Kamu mulai tidak nyambung lagi. Otakku terlalu jauh untuk mencapai pikiranmu," kataku.

Dia berjalan dan membuka pintu keretanya untukku. Apa dia tidak ingin menjelaskannya? Aku naik ke kereta, lalu diikuti dengan Xyrus dibelakangku. Kereta sudah berjalan, jalanan kota terlihat ramai di siang hari. Aku yang melihat ke arah jendela, mendengar suara rendah Xyrus. Dia mengatakannya dengan kecil sekali.

"Sejak kecil, aku selalu berada di perpustakaan. Seperti yang kamu lakukan akhir-akhir ini."

Oh... jarang sekali Xyrus menceritakan dirinya. Fokusku mulai tertuju padanya. Dia saat ini sedang menatap jendela yang di belakangku.

"Aku iri pada adikku yang selalu diperhatikan oleh kedua orang tuaku. Dia selalu dibanggakan, maka dari itu aku belajar sihir dengan giat. Namun, orang tuaku memanfaatkanku untuk mencari keuntungan mereka."

Dia menunduk ke bawah dan matanya menjadi merah tua. Dia sedikit tersenyum, namun ekspresinya sedih. Seharusnya dia perlu tidak membicarakan hal itu kan? Hal itulah yang membuat dia merasa sedih. Apakah aku boleh mendengarkannya lebih lanjut?

"Aku mengingat kejadian itu setiap sore hari. Langitnya yang mulai memerah. Lalu saat itu, ibuku mulai memukulku, entahlah aku juga sudah tidak terlalu mengingatnya."

Dia memegang tangannya sendiri. Tapi sakit yang dia rasakan di hatinya mungkin lebih sakit daripada memar di tubuhnya. Kenapa? Kenapa suasananya mulai murung seperti ini? Pandanganku mulai tidak jelas, tapi aku bisa melihat dia yang mulai menatapku.

Ah... Kantung mataku penuh air. Sepertinya air itu mau keluar. Satu tetes mulai membasahi pipiku. Saat ini, yang kurasakan adalah hanyalah kasihan terhadap dirinya. Dia terkejut melihatku yang tiba-tiba menangis tanpa alasan yang jelas.

"Selain itu ada hal lain juga yangㅡ Kenapa kamu menangis?"

Kenapa kamu mempertanyakan aku sekarang? Justru kamulah yang aku khawatirkan!

"Sudah berapa lama kamu menyimpan itu sendiri?"

"Oi.. Itu sudah berlalu. Sekarang-"

"Tetapi tetap saja!"

Dia mengatakan hal itu sudah berlalu. Tetapi anak yang masih terbilang muda, selalu berusaha keras demi perlakuan baik. Akhirnya dimanfaatkan dan dipukuli. Apakah disana tidak ada undang-undang dekrit Raja?

"Aku senang... kamu mau mendengarkannya."

Setelah dia mengatakan itu, tangisanku berhenti. Suasana hening selama aku pulang. Selama ini dia menyimpan kenangan menyakitkan itu di hatinya. Dia mungkin menceritakan kenangan itu kepada temannya, sebagai tempat bersandar hatinya yang pilu. Temannya itu sudah meninggalkan dirinya, dia tidak memiliki tempat untuk bersandar lagi.

Mungkin disaat itulah, dia pergi dari tempatnya dan menemukan tempat yang cocok untuknya. Tempat yang memungkinkan untuk tidak lagi mengingat kesedihan itu.

***

Esoknya, Aku berhenti mengunjungi Perpustakaan Enthelimdeco. Hari masih pagi, udaranya masih dingin, dan burung pun belum terlihat. Nampaknya, para pelayan sudah bangun dan mulai bekerja. Aku bangun pagi untuk mengantar ayah ke kereta kuda. Walaupun hanya mengantarnya sampai pintu utama, aku tidak akan bertemu dengan ayah selama 3 hari.

Love Starts From CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang