Bab 52

2.4K 257 0
                                    

William Luca la Zefroth

"Elia, ada yang harus kukatakan padamu."

Langit itu terlihat indah dengan kembang api yang sedang menyala. Apalagi jika aku sedang bersamanya. Bahkan warna hijau matanya lebih indah dari pada kembang api itu.

"Jika aku terlahir bukan sebagai saudaramu. Bagaimana perasaanmu terhadapku?"

Kemarin adalah hari dimana aku menyatakan perasaanku padanya. Mengajaknya ke festival kembang api dengan besar hatiku kuserahkan padanya. Hanya aku dan dia.

Air yang berada di atas api pasti akan panas atau hangat, tidak mungkin jadi dingin atau sekeras es batu. Bagaimanapun aku dan dia masih keluarga. Pernikahan antar saudara? Aku tidak pernah memikirkan hal yang sejauh itu.

"Walaupun kamu terlahir bukan sebagai saudaraku, aku pasti akan baik terhadapmu."

Itu adalah kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku tidak senang dan aku juga tidak merasa sedih. Kata-kata yang polosnya, memang itu sifat Elia.

Kenapa aku masih berharap jika itu tidak akan terjadi?

"William?"

Aku duduk sendirian dan menatap kosong di depannya. Ekspresiku saat ini terlihat menatap aneh Celica yang mendekatiku.

"Kenapa kamu berada disini? Semua orang berkumpul disana."

Pesta minum teh yang diadakan oleh ibuku didatangi oleh 6 keluarga bangsawan. Tiga keluarga marquis, dua keluarga earl, dan satu keluarga duke. Keluarga duke itu adalah Keluarga Phyrey, yang diwakilkan oleh Sebastian dan Celica. Berlangsung dengan percakapan yang sederhana, sebagian orang mungkin merasa tidak nyaman atau terasa membosankan.

"Apakah kamu tidak menyadarinya?" tanyaku.

"Menyadari apa?"

"Setiap kamu dekat denganku, banyak perempuan yang yang iri melihatmu. Itu menurut ucapan Sebastian."

Itu adalah ucapan untuk membiarkan aku sendiri di tempat ini. Tetapi sepertinya Celica yang tidak tahu apa arti perkataanku, dia tidak memikirkannya. Celica berjalan-jalan mengelilingi rumah kaca tersebut dengan mulutnya yang masih terbuka.

"Benar juga Elia sudah mengatakannya tentang hal itu..."

"Elia?"

Bisa-bisanya aku memikirkan Elia setelah ditolak mentah-mentah.

"Iya. Dia bilang padaku jika aku tidak menginginkannya, maka jangan lakukan. Lakukan yang aku inginkan saja."

"Itu tidak ada hubungannya dengan apa yang aku bicarakan tadi."

"Aku hanya mengingat perkataan Elia saja."

Rumah kaca dengan tumbuhan bunga dimana-mana. Celica datang ke rumah kaca dan dia tampak menyukai bunga.

"Apa kamu sangat menyukai bunga?"

"Iya! Kemarin kamu pergi bersama Elia ke festival kembang api kan?"

"Tahu dari Elia ya."

"Yang sabar, ya?" ledek Celica.

Dia tersenyum kepadaku dengan nada bicara yang sedikit menguji William.

"Kenapa?"

"Jangan sinis dong? Pantas saja kamu ditolak oleh Elia," canda Celica.

"Apa??! Apa dia menyadari perkataan aku padanya?"

Dengan mengangkat kaki ke atas kaki lainnya dan dagu ditopang oleh tangannya. Posisi nyaman seperti itu tiba-tiba berubah seketika karena perkataan Celica. Berdiri dengan oleng seperti ingin jatuh.

Love Starts From CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang