Aku berdiri di podium bersama Adityawarman di kiri dan Gajah Mada di kananku. Di depanku ada puluhan ribu pasukan Majapahit bersiap untuk berangkat. Di antara mereka ada yang menunggang kuda, menggenggam pedang, mendirikan tombak dan mengalungkan busur panahnya.
Aku bertanya dalam hati, apa yang ada dipikiran mereka, ketika anak berusia 14 tahun berdiri di depan mereka untuk membangkitkan semangat dalam pertempuran ini.
Aku memulai pidatoku, "Rakyatku, kita telah memiliki janji untuk menyatukan seluruh nusantara ini dalam kekuasaan kerajaan ini. Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua harus kita taklukan. Aku tahu kalian harus meninggalkan anak dan istri untuk misi penaklukan ini, tapi percayalah jika kita mampu menang kalian bukan hanya membawa kemenangan bagi Majapahit, tapi juga untuk anak, istri, bahkan cucu kalian nanti."
Ku lihat mata mereka mentapku penuh semangat. Seakan-akan mereka melihat musuh di depan mereka dan siap menerkamnya. Aku melihat mata mereka satu per satu sebagai tanda kepercayaanku.
Aku melanjutkan pidatoku, "Di kiriku adalah pamanku, Adityawarman. Dia akan memimpin kalian menjadi komandan pasukan ini."
"Majulah satukan nusantara," tutupku
Adityawarman lalu maju ke depan dan berteriak, "Hidup Majapahit! Hidup Hayam Wuruk!"
Teriakan itu berlangsung berkali-kali menggentarkan seluruh Majapahit. Sesak di dadaku muncul karena aku tidak bisa ikut mereka ke medan laga. Aku hanya bisa mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta Raja Jawa (END)(SELESAI)
Ficción históricaKetika cinta antara dua jiwa dapat menyebabkan perang dua negara. Permusuhan yang mendalam antara anak cucu, diawali oleh sebuah cinta yang tak pernah bertemu. Ketika emosi dari hati menjadi urusan seluruh negri, biarlah cinta ini ku bawa sampai mat...