Red String

1.2K 115 11
                                    

Kepikiran terus... di sini boleh bikin cerita yuri, gak? :') ~Ma

Efek samping nobar Hamefura gini, deh-_- ~P

Boleh, yaaah?? :'D ~Mi
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"... selamat pagi, (Name)-chan!" sapa sapa seorang nenek dengan benang merah terhubung dengan kakek yang tengah duduk di depan rumah di belakang sang nenek. "Menuju ke sekolah, yah?"

"Ya, selamat pagi, Tomohiko-san!" sapaku balik sambil tersenyum. "Pagi-pagi sudah berduaan saja... enak sekali yah, lihatnya..."

"Ahaha, kau ini mau bilang apa sih, (Name)-chan?" tanya Tomohiko sang nenek. "... sudahlah, segeralah ke sekolah! Nanti kamu telat!"

"Iya, baiklah! Sampai jumpa nanti, Tomohiko-san!" ucapku sambil berjalan pergi. "Langgeng terus, yah~!"

"Ahaha, kau ini bisa saja, (Name)-chan!" balas Tomohiko sambil tertawa kecil.

Sudah usia segitu, jiwanya masih aja muda... ucapku dalam hati sambil terus tersenyum pada orang-orang yang menyapaku di jalan... semua orang yang di ujung jari kelingkingnya terdapat sebuah benang merah tipis.

Mau sadar atau tidak, mau tua atau muda, semuanya punya benang merah dan juga jodoh mereka. "... ah, tapi rasanya..." aku tersenyum sinis dan menunduk menatap jari kelingkingku sendiri. "... hanya aku yang tidak punya... yah?"

Quirk-ku membuatku bisa melihat benang merah yang menghubungkan dua orang. Itu adalah sesuatu yang membuatku senang, tapi di saat yang sama terksiksa... karena hanya benang merahku lah... yang sudah putus bahkan sejak pertama kali aku melihatnya.

***

"... (Su-Surname)-san!" seru lelaki yang ada di depanku itu. "A-Akulah yang memanggilmu ke belakang sekolah tadi... ka-karena ada sesuatu yang mesti kukatakan padamu!"

Aku diam saja dan tersenyum padanya. "Ya?" ucapku. "Ada apa? Katakan saja..."

"Se-Sebenarnya!" seru lelaki itu sambil menunduk dalam-dalam. "Aku sudah lama menyukaimu, (Surame)-san! Aku sangat menyukaimu, kumohon jadianlah denganku!"

Perkataan lelaki itu membuatku terdiam. "... ah..." ucapku pelan akhirnya. "... um, begini, sebenarnya—"

"Teima!!" seruan seorang gadis memotong perkataanku, kami berdua pun membeku dan menoleh ke asal suara, seorang gadis tengah melangkah ke arah kami. "... di sini kau rupanya! Kenapa kau tiba-tiba menghilang, sih!?"

Perlahan aku menunduk dan melihat benang merah di jari kelingking lelaki bernama Teima itu terhubung dengan gadis yang memanggilnya tadi, hal itu pun membuatku menunduk makin dalam.

"Tu-Tunggu dulu, dong!" seru Teima. "U-Um, jadi bagaimana jawabanmu, (Surname)-san!?"

"... maaf," gumamku pelan. "... Teima-san... kurasa aku bukan jodohmu. Maafkan aku, tapi aku yakin kau akan dapat yang lebih baik lagi! Tetap semangat, yah! Mungkin saja jodohmu bukan yang ada di depanmu... tapi yang selalu ada di sampingmu..."

Teima diam sejenak, kemudian perlahan menunduk lesu. "... baiklah..." gumam lelaki itu pelan, dia kemudian berbalik dan menghampiri gadis yang tadi memanggilnya. "Ayo kita pulang sekarang..."

Kedua pasangan itu kemudian berjalan pergi meninggalkanku. "Kenapa kau sedih, sih? Jangan murung begitu dong, Teima!" protes sang gadis saat melihat wajah lelaki itu. "Aku tahu! Bagaimana kalau kita makan es krim saja! Aku yang traktir, deh. Aku yakin kau akan lebih baik habis itu!"

Teima masih saja murung, tapi perlahan dia pun tersenyum kecil, "... ya, itu ide yang bagus. Terimakasih banyak..."

Melihat keduanya pergi, senyumku terulas. Bukan senyum bahagia... hanya sebuah senyum penyesalan dan kepedihan saja...

Something WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang