LYM - 14

103 19 18
                                    

Love You More © Kelompok 1

Chapter 14

Written by ialn26_ AisKukie pena_samudra

Semakin hari, hubungan Alvin dan Rena semakin renggang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semakin hari, hubungan Alvin dan Rena semakin renggang. Perlahan mereka kian jauh. Bukan-bukan, tapi Alvin yang menjauh. Fokus Alvin kini adalah sosok Liana.

Memikirkan hal itu membuat dada Rena sesak. Alvin yang selalu mengutamakan dirinya, Alvin yang selalu bersamanya, dan Alvin yang selalu peduli padanya kini hanya menjadi angan. Rena bukanlah lagi prioritas Alvin.

Terkadang Rena berusaha menerima. Berusaha ikhlas, tapi nyatanya hanya usaha belaka. Selalu ada rasa tak rela dan sesak yang mendominasi. Tapi apa yang bisa dilakukan Rena? Hanya pura-pura baik-baik saja.

Belakangan ini jangankan menghabiskan waktu bersama, Rena dan Alvin bahkan jarang bertegur sapa. Saat berangkat sekolah, Alvin selalu menjemput Liana. Sebenarnya Alvin mengajak Rena tapi Rena menolak. Cewek berpipi chubby itu lebih memilih naik taksi atau kadang Belva menjemputnya. Lagi pula untuk apa ikut semobil dengan Alvin dan Liana? Melihat mereka memadu romansa atau membuat luka di hati Rena?

Rena tak menyalahkan Alvin yang jatuh cinta. Ia tak menyalahkan Liana yang mampu memikat Alvin. Ia menyalahkan dirinya sendiri  yang dengan tak tau diri memiliki rasa untuk lelaki sempurna seperti Alvin. Mengutuk dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan perasaannya.

Seandainya ia bisa memilih, Rena tak ingin mencintai Alvin. Seandainya Rena memegang kendali, Rena akan segera menghentikan perasaannya pada Alvin. Seandainya, seandainya dan seandainya. Namun nyatanya semua tak bisa terselesaikan dengan berandai-andai.

Belva menatap Rena yang akhir-akhir ini selalu murung. Rena selalu memasang wajah masam dan senyum palsu yang mengerikan. Rena tidak mengatakan apapun tapi Belva paham apa penyebabnya. Alvin.

"Ren, kantin yok," ajak Belva

Rena menggelengkan kepalanya tak bersemangat. Seolah cewek itu tidak punya semangat dan tenaga.

Belva menghela napasnya. Sungguh,Belva lebih suka melihat cewek itu berteriak, mengoceh, membuat keributan dengan teman atau bahkan guru dibandingkan dengan Rena yang pendiam seperti ini.

"Ren, lo kenapa, sih? Gue liat akhir-akhir ini lo murung mulu. Jadi ikutan sedih tau gue." Belva berusaha memancing Rena untuk bercerita. Meskipun Belva tau apa penyebabnya ia ingin Rena bercerita. Setidaknya Rena dapat sedikit lega karena tidak memendamnya sendiri.

"Gapapa, Va." Rena menelungkupkan kepalanya di meja. Menyembunyikan wajah lesunya di lipatan tangan.

Belva menatap Rena jengah. Selalu seperti ini. Rena tidak pernah mau membagi masalah dan bebannya. Cewek itu selalu memendamnya seolah mampu menanggungnya sendiri. Mungkin untuk beberapa saat ini Rena memang mampu, tapi siapa yang bisa memastikan kedepannya? Terlalu memendam tidak baik. Bukan ketenangan atau kepuasan yang di dapat tapi beban yang menggenang. Sesuatu yang kita pendam kadang akan menjadi bom waktu yang meledak di saat yang tidak tepat. Hal itu akan menjadi boomerang bagi diri sendiri.

01:Love You More✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang