Prolog

64K 2.1K 82
                                    

Thank you buat yang udah mau mulai baca cerita ini.

Sebelumnya tolong jangan panggil 'thor' atau sejenis itulah. Aku bukan palu:(

Lebih suka dipanggil "kak" / indah :)

So? Just Call me this. And i will happy🤍

Happy Reading!


--------

"PIP PIP PIP CALON MANTU!!"  Seorang gadis membuka pagi yang sangat cerah dengan teriakan nyaringnya.

"Berisik nana!"

"Ih bangun atuh hayukkk," Rengek Diana pada laki-laki yang masih bergulung dalam selimutnya itu.

"Lo," Suara serak Dafa terdengar berat. "Kalo misalnya kita gak sekolah, lo juga susah bangun na."

"Yeay! Kak fafa udah bangun!!" Girang Diana lalu memeluk tubuh Dafa yang masih berusaha membuka mata. Bagi Diana jika Dafa sudah mengatakan kalimat lebih dari tiga kata artinya Dafa sudah siap untuk pergi bersamanya.

"Tau aja lo," Dafa bangun lalu mengacak rambutnya asal. Dia meraih tubuh Diana lalu memeluk nya. "Enakan bobo na."

"Enggak mauk! Maunya sekolah! kan udah janji gak sering bolos?" Diana mengerucutkan bibir nya.

Dafa tersenyum samar. "Yaudah," Ujarnya mencium pipi Diana sekilas.

"Jangan lama-lama ya!!!" Teriak Diana pada Dafa yang sudah kekamar mandi.

Dafa geleng-geleng mendengarnya. Apa pacarnya itu tidak bisa sedikit saja mengecilkan pita suaranya?

"Untung sayang." Gumam Dafa.

------

"KAKAK!!!" Teriak Diana pada ponsel yang menyambungkan dengan orang di sebrang sana.

Dafa memakan nasi goreng nya dengan santai. "Awas keselek, ngomong dulu."

"Btw kakak lo yang mana tuh?"

"Biasa dongg," Sahut Diana berbisik kecil.

Dafa mendorong dahi Diana pelan, "Bego mau bisik-bisik tapi ponselnya gak lo jauhin."

Diana menyengir lalu kembali fokus pada telfon, "Iyya nana kan sama fafa,"

Dafa mendengus pelan mendengar kekasihnya itu memanggilnya seperti itu. Dia memiringkan tubuhnya kesamping wajah Diana. "Nana, mau dihukum hm?"

Diana tertawa. "Aduin kakak nih?"

Dafa melipat tangannya dikedua dada. "Coba aja,"

"Kakak kak Dafa–"

"Maksud nana gue ganteng bang," Sela Dafa mengambil ponsel Diana. Dia tersenyum puas melihat Diana yang tak bisa menggapainya.

Kedua orang tua Dafa yang melihat hanya menggeleng pelan. Sudah biasa hal itu terjadi.

"Iyya, oke siap bang." Dafa menyerahkan ponselnya pada Diana dengan senyum geli. "Nih,"

"Kok Dafa ambil sih!" Rajuk Diana mengambil ponselnya dengan bibir mengerucut.

"Mau aja," Balas Dafa terkekeh. Dia menyendokkan makanannya lalu menyodorkan nya pada Diana.

Meskipun kesal Diana membuka mulutnya dengan senang hati. Dia lebih suka disuapin dengan makanan Dafa daripada makanannya sendiri.

"Ini buat Dafa ya," Diana mendorong piringnga kesamping membuat Dafa mengangguk.

"Iyya sayang."

"Aduh mama tuh iri deh," Celetuk Risa, Ibu Dafa.

"Papa kamu cuek sih Daf," Risa melirik suaminya membuat Dafa tertawa. Pak Vander mengerutkan kening. "Kalo bisa makan sendiri kenapa harus disuapin?"

"Ih papa gak ngerti romantis deh!" Risa ikut merajuk membuat Diana tertawa geli.

"Mama harus kasih asupan manis lho, biar papa mau suapin mama,"Sahut Diana di sela-sela mengunyah-nya. "Dafa aja dulu gitu, Nana paksa makan gula satu kilo,"

Mendengar itu Dafa tersedak, pak Vander melotot kecil, juga Risa yang tertawa puas. "Kayak nya mama harus ikutin kamu sayang,"

Diana tertawa, "Ayok di coba ma!"

"Lo pikir barang obralan!" Omel Dafa sembari membersihkan sudut bibir Diana. Diana ikut melakukan hal yang sama.

"Sudah mending kalian berangkat! Ingat jangan bolos!" Titah pak Vander membuat Diana mengangkat satu tangannya disamping alis. "Siap papa!"

Diana segera menyalimi kedua orang tua Dafa. Risa mengusap kepala Diana lembut, "Hati-hati ya sayang. Kamu juga jangan ngebut loh Daf!"

"Iyya ma," Balas Dafa cuek. Dia merangkul bahu Diana lalu berjalan keluar dari kediaman keluarga Vander.

"Dasar anak muda!" Kekeh Risa tersenyum sumringah.

"Fa kok awan itu kayak kapas ya?" Tanya Diana sembari mendongak, di sela Dafa memakaikannya helm. Helm berwarna hitam, meskipun Diana itu manja dia tidak pernah menyukai warna selayaknya wanita. Kesukaanya hampir sama dengan Dafa.

"Iyya biar bisa lo makan," Jawab Dafa asal.

Diana mengerutkan keningnya. "Bisa ya?" Tanyanya polos.

Dafa menghela nafasnya. "Diana, nanti kita telat. Berangkat sekarang ya honey?"

Diana menggeleng kuat. "Kasih tau nana dulu!" Pinta nya.

Dafa meringis kecil. "Enggak bisa lah na. Masa iyya lo. Mau makan awan. Ntar kalo awan nya ilang gara-gara lo makan semua gimana?"

Diana berpikir sebentar, "Iyya juga. Berarti enggak bisa ya?"

Dafa menggeleng, "Enggak sayang. Udah ayo!"

Diana segera naik ke motor besar Dafa. "Lets go pangeran Diana!!"

Dafa menarik tangan Diana agar memeluknya. "Kebiasaan, pegangan nanti jatuh."

Diana menurutinya. "Nanti PR nya jangan lupa dikerjain lho,"

Dafa pura-pura tak mendengarnya.

"Dafa!! Dengarkan!?"

"Hah apasih na? Ntar aja ngomongnya. Lihat noh ada kucing!"

"Mana-mana?" Seru Diana antusias.

Dafa tersenyum samar. Bersama Diana Dafa selalu bahagia. Bersama Diana Dafa merasakan kesederhanaan... Cinta.

Tapi, apakah bisa selalu seperti itu?

------

TBC!

Sebelum itu, boleh tau kalian itu..

Pembaca lama:

Pembaca baru?:

WARNING❗: 17++ MENGANDUNG BANYAK KATA/ ADEGAN KASAR DAN VULGAR.

*Udah diingetin ya.

Deskripsi nggak menetukan isi.

PLAGIAT DILARANG MENDEKAT.

Please berkarya dengan idemu sendiri, itu bakal bikin puas daripada mengambil hak orang.

Banyak Typo:) bantu tandai ya.

Cerita ini full fiksi. Jika terdapat nama, tempat dan kesamaan lainnya mohon maaf.

Terimakasih...

So, selamat membaca dan menjelajah.

Salam hangat,
15-11-20.

My cool badboy [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang