Chapter 44

1.6K 136 76
                                    

Holaaaa maapkan dirique yg lama ngilang tanpa kabar huhu 🤧

Semoga masih ada yang nunggu kelanjutannya yak, jgn lupain aku guisss 😖😖😖

Oh yakk ku juga minta maaf buat chapt sebelumnya aku nggak balesin komen samsek, tp asal kalean tau ku bacain atu2 kok.. dari situ ku dpt semangat buat nerusin lagii 🙏🙏

Jgn kapok2 buat komen yakk huhuu.. I miss yu so much sama kalean smua, hopefully u can enjoy this story

❤️Uri

______________________________________

"Sepi..ini terlalu sunyi" keluhnya dalam hati menatap keluar jendela, melihat langit cerah yang menyilaukan mata

"Aku butuh suara lain.. aku membutuhkannya" pikirnya beranjak mengambil ponsel di nakas tempat tidurnya, untuk sesaat keraguan menghampirinya.. "Sekali lagi.. ijinkan aku hidup denganmu" ujarnya membulatkan tekad

Menarik nafas dalam dan memasangkan earphone ke telinganya, membiarkan alat kecil itu menyalurkan melodi indah langsung ke pendengarannya tanpa hambatan.

Hatinya meresapi seluruh musik yang mengalun, matanya terpejam erat merasakan energy lain yang merasuki tubuhnya. Seketika tubuhnya bergetar seolah terlempar ke tempat itu kembali ke masa beratnya yang baru-baru ini segar diingatannya.

Kilasan teman-temannya yang terluka karena musik, kilasan tangisan seseorang karenanya, raut sedih yang terpancar saat menatap dirinya, atau bahkan kemarahan seseorang karena musiknya kembali merasuk secara bersamaan

Pergolakan dalam perutnya kian mendera, mual mungkin itu kata yang tepat digunakan saat ini. Sedari tadi ia belum memakan apapun jadi dapat dipastikan itu bukan karena makanannya yang bermasalah saat ini.

Maniknya bergetar seiring dengan bulir bening yang lolos dari pelupuk matanya. Tangannya menutup erat mulutnya mencegah apapun keluar dari sana, sedang tangan satunya sibuk meremat perutnya untuk meredam pergolakan yang ada

Semakin lama, telinganya berdenging kencang bahkan suara musik yang terghubung langsung dalam pendengarannya sama sekali tidak dapat ia tangkap. Merasa sudah diambang batasnya ia menyerah

Menarik paksa kabel tipis yang terhubung di telinganya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di sisi ranjangnya. Kaki lemahnya bergerak cepat menuju salah satu ruangan lain yang tersedia disana

Membiarkan kran air menyala deras, ia melepaskan semuanya.. beban yang sedari tadi ia tahan agar tidak keluar kini ia lontarkan semuanya disana. Membiarkannya mengalir dan terbilas oleh air

.....

"Rikkun.. mari kita berangkat.." serunya riang dengan suara yang tidak pelan, membuka lebar pintu kamar Riku hingga terbentur dengan dinding di belakangnya

"Tamaki.. jangan berisik atau kita akan di usir dari rumah sakit karenamu" tegur Mitsuki menggeplak keras kepalanya yang telah mengambil ancang-ancang untuk melompat.

"Gyahh.. Mikki, aku tidak tau kau bisa lompat setinggi ini, apa kau pemain sirkus" keluh Tamaki mengusap bagian belakang kepalanya yang kiniterasa panas, "Ahaha, bukankah MC kita memiliki banyak bakat terpendam" ujar Yamato menimpalinya ikut terbahak-bahak

"Dimana Riku-kun" tanya Sougo khawatir tidak mendapati siapapun dalam ruangan itu. Hingga sebuah suara mengalihkan perhatian mereka semua

"Nanase-san" serunya khawatir melihat punggung kecilnya bergetar seiring suara-suara tercekat yang ia keluarkan

"Riku.." panggil Nagi yang juga memasang raut hampir sama dengan yang lainnya, tak kalah khawatir, dengan lembut ia mengusap punggungnya searah dengan gerakan naik turun mencoba memberikan ketenangan.

ID7 Fanfic-Zero [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang