"Adyan Juliano!"seru Yoona dengan penuh rasa takut.
"Om Hendra kritis, Na."
"Bercanda lo nggak lucu."ucap Yoona dengan tawanya. Namun dalam tawa tersebut terselip air mata yang menetes tanpa permisi.
"Yoona.."
Yoona menggelengkan kepalanya. "Nggak...nggak mungkin. Om Hendra pasti baik-baik aja. Kalau pun Om Hendra kritis, Om Hendra pasti bisa ngelewatin masa kritisnya."
Yoona mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja riasnya dan berlari menuju mobilnya. Tanpa sadar ia pergi masih dengan piyama tidurnya serta sendal rumahnya. Tak ada yang Yoona pikirkan selain Om Hendra dan Jaehyun. Entah bagaimana caranya, Yoona harus segera berada di samping Jaehyun disaat-saat seperti ini.
"Na!! Yoona!"teriak Jin yang menyusul Yoona.
Jin benar-benar cemas melihat Yoona yang begitu kalang kabut.
"Na, tunggu!" Jin yang berlari lebih kencang dari Yoona pun berhasil mengejar kembarannya.
"Gue harus ke rumah sakit sekarang, Jin."isak Yoona. "Jaehyun butuh gue!"
"Alana!"sentak Jin ketika ia melihat Yoona yang begitu panik. Yoona terdiam seketika ketika Jin membentaknya. "Lo harus tenang! Biar gue yang bawa mobil. Lo nggak bisa bawa mobil dalam keadaan seperti ini." Jin merebut kunci mobil dari tangan Yoona lalu masuk ke pintu pengemudi.
Sepanjang jalan Yoona tak bisa merasa tenang. Tak sekali Yoona meminta saudara kembarnya untuk menambah kecepatan mobil.
Sesampainya di rumah sakit pun Yoona langsung berlari sekencang mungkin setelah ia turun dari mobil. Ia pun sampai di ruang rawat Om Hendra dengan nafas yang tersengal-sengal. Yoona memperlambat langkahnya ketika ia mendengar suara tangisan. Ia takut. Ia takut sesuatu yang buruk telah terjadi.
Yoona belum siap. Terlebih Yoona tak siap melihat Jaehyun terluka dan menderita bila ditinggal sang ayah untuk selama-lamanya.
Dari dekat pintu, Yoona melihat Tante Lia yang menangis sejadi-jadinya melihat petugas medis melepas alat-alat medis yang melekat di tubuh mantan suaminya. Bunda dan ayah berada di samping Tante Lia, memberi kekuatan pada sahabatnya sekalipun mereka berdua begitu terluka dan merasakan kehilangan karena sahabat yang begitu mereka kasihi telah pergi meninggalkan mereka semua.
Pandangan Yoona kini tertuju pada Jaehyun. Tatapan lelaki itu begitu lurus menatap jasad sang ayah. Tidak, Jaehyun sama sekali tak menangis meronta-ronta seperti ibu, kakak dan neneknya. Entah lelaki itu sengaja menahan tangisnya atau Jaehyun tak bisa meneteskan air matanya saking besarnya rasa sedih yang ia rasakan. Namun satu yang pasti, Yoona mampu melihat kekosongan dalam tatapan Jaehyun.
Yoona membekap mulutnya. Menahan isakannya. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ia masuk ke dalam ruangan itu. Ia, harus kuat. Demi Jaehyun yang kini begitu membutuhkannya. Jika ia tak bisa kuat, bagaimana bisa Jaehyun bersandar padanya? Disaat Jaehyun sedang benar-benar membutuhkan sandaran.
Yoona berjalan perlahan dan berdiri disisi Jaehyun. Ia meraih lengan Jaehyun dan menggenggamnya erat. Seolah menegaskan pada Jaehyun bahwa ia tak seorang diri. Ia, akan dan selalu memiliki Yoona, untuk melewati semua ini.
Jaehyun menoleh dan ia baru sadar akan kehadiran Yoona saat perempuan itu menggenggam tangannya. Jaehyun tersenyum tipis menatap perempuan yang dicintainya. Jaehyun melihat penampilan Yoona yang masih menggunakan pakaian tidur dan sendal rumahnya, menandakan bahwa perempuan itu begitu panik dan datang secepat mungkin tanpa memperhatikan penampilannya.
Jaehyun melepas tangan Yoona untuk beberapa saat. Ia meraih jaketnya dan mengenakan jaket miliknya itu pada tubuh Yoona.
"Bisa-bisanya kamu keluar nggak pake jaket jam segini. Kalau kamu sakit gimana? Angin malem kan nggak bagus buat kesehatan."ucap Jaehyun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Veni, Vidi, Amavi
Fanfiction[COMPLETED]-We came, We saw, We loved - Karena kita berputar pada satu poros yang sama, dihubungkan oleh suatu benang merah yang sama.