"Jaehyun nggak bisa selamanya tinggal sama kita, Jinan."
"Tapi mana bisa bunda biarin Jaehyun tinggal sendirian, Ayah? Jaehyun baru aja kehilangan orang yang paling berharga di hidupnya. Orang yang selama ini selalu ada bersamanya. Bunda nggak bisa kalau Jaehyun jauh dari jangkauan bunda."
"Jaehyun masih punya seorang ibu, kakak, dan nenek. Jaehyun harus tinggal dengan keluarganya, bukan dengan kita sekalipun kita sudah menganggap Jaehyun sebagai anak kita sendiri, sebagai bagian dari keluarga ini."ucap ayah.
Bunda yang mendengar perkataan ayah pun menundukkan kepalanya. Semenjak ayahnya meninggal dunia, Jaehyun memang tinggal di kediaman Bratajaya. Bunda yang menyuruh Jaehyun untuk tinggal bersamanya. Bunda tak ingin Jaehyun merasa kesepian.
"Tapi, Yah..."
"Bunda, Yoona dan Jaehyun kan pacaran, nggak baik jika mereka tetap tinggal satu atap untuk waktu yang lama. Apa kata orang-orang nanti?"
Yoona yang baru saja melewati kamar orang tuanya pun menghentikan langkahnya ketika mendengar namanya disebut. Perlahan, Yoona melangkah mundur. Mencoba mengintip dan mendengar pembicaraan kedua orang tuanya dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka. Yoona tahu apa yang dilakukannya mungkin tak sopan, namun ia tak bisa menahan diri ketika itu menyangkut dengan Jaehyun dan juga dirinya.
"Ayah nggak percaya sama anak kita sendiri? Lagian selama ini baik Jaehyun sama Yoona, mereka nggak pernah aneh-aneh."
Ayah menghela nafasnya. "Bukan begitu maksud ayah.."
"Ayah kan tau sendiri, gimana traumanya Jaehyun akan masa lalunya? Gimana bisa Jaehyun tinggal dengan Lia, Chaesar dan juga neneknya yang sudah menyakiti Jaehyun? Mereka udah ninggalin Jaehyun bertahun-tahun yang lalu. Menorehkan luka yang teramat dalam saat Jaehyun masih kecil."balas bunda yang tak sependapat dengan ayah. "Lagipula ayah denger juga kan, Jaehyun dengan tegas menyatakan bahwa dia nggak mau tinggal dengan Lia."
"Justru ini saat yang tepat. Saatnya untuk Jaehyun memperbaiki hubungannya dengan keluarganya, terutama dengan ibu dan kakaknya. Bagaimanapun mereka tetap keluarga. Dan hanya mereka keluarga yang Jaehyun punya."lanjut ayah. Ayah pun meraih lengan bunda. "Pelan-pelan, kita bujuk Jaehyun. Kita bantu Lia. Biar Lia menebus semua kesalahannya terhadap Jaehyun dengan menjadi ibu yang baik untuknya mulai saat ini. Bunda mau kan? Ini semua juga juga demi kebaikan Jaehyun."bujuk ayah.
Bunda terdiam.
"Bunda..."panggil ayah dengan lembut.
"Iya, Ayah."jawab bunda dengan anggukan pelannya.
Bunda sebenanya merasa berat hati melepas Jaehyun, namun apa yang dikatakan ayah memang benar. Jaehyun tak bisa selamanya tinggal disini disaat ia masih memiliki keluarganya sendiri.
Yoona pun pergi dari dekat kamar orang tuanya. Ia melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju lantai dua dan masuk ke kamar Taeyong.
"Nih, buahnya udah gue bawain."seru Yoona yang meletakkan nampan berisi sepiring buah-buahan untuk adik, kakak, serta kekasihnya yang sedang asyik bermain play station.
"Yeay! Thank you, kakak tercantik kesayangannya, Mark!"seru si bungsu yang tentu saja selalu merasa senang jika ada semangka.
"Suapin dong, Na. Kagok nih gue."pinta Jin.
Yoona mengambil sepotong buah mangga dengan garpu. Alih-alih menyuapi Jin yang mulutnya sudah terbuka lebar, Yoona malah menyuapi Jaehyun yang sedang bertanding melawan Jin.
"Kampret ya lo, Na! Udah mangap-mangap ganteng nih gue."gerutu Jin.
"Idih lo siapa?"celetuk Yoona. "Lagian Jaehyun kan pacar gue. Ya wajar dong kalau gue nyuapin Jaehyun."

KAMU SEDANG MEMBACA
Veni, Vidi, Amavi
Fiksi Penggemar[COMPLETED]-We came, We saw, We loved - Karena kita berputar pada satu poros yang sama, dihubungkan oleh suatu benang merah yang sama.