"Aku tidak mau jadi temanmu saja!"
✨ PapahCendol ✨
──────────────────── 𝔈𝔫𝔥𝔶𝔭𝔢𝔫𝔦𝔰
"Iya, uhm. Aku sedang ditaman. Enggak kok, aku baik-baik saja sekarang. Aku sedang sakit tenggorokkan juga. Tidak perlu datang, ya. Oke, jaa~"
Teleponpun langsung Ni-ki matikan secara sepihak. Suara helaan lelah yang panjang keluar dari mulutnya. Satu hari ini sangat melelahkan, dan juga menyedihkan. Ditambah cuaca hari ini sama dengan suasana hatinya. Dia berharap ini hanya mimpi dan segera terbangun dari semua ini.Seperti rekaman video yang diputar ulang, Ni-ki merasakan rasa sesak mengingatnya. Hari ini pacarnya–tidak. Dirinya tidak ingin menganggapnya sebagai pacar atapun orang yang pantas diberi kasih sayang.
Dia mengajak Ni-ki keluar hari ini dan bertemu ditaman. Namun sayangnya, mereka tidak akan pergi untuk berkencan melainkan dia memutuskan hubungannya. Itu sangat menyakitkan.
Mengingat bagaimana kenangan mereka selama satu tahun yang berlalu, dan kenangan sedih, senang, lainnya. Ni-ki masih beranggapan ini hanyalah sebuah mimpi. Air mata yang tergenang dimatanya akhirnya lolos dan menciptakan sungai kecil dipipinya.
"Bodoh! Bodoh!" Ni-ki merutuki sambil memukul kursi panjang yang sedang dirinya duduki.
Langit seakan bersimpati terhadapnya, ikut menangis bagai tahu salah satu makhluk ciptaan Tuhan dibawahnya itu sedang meraung dalam keadaan terluka batin.
Tangisnya semakin kencang kala hujan turun, ditambah semua pakaiannya mulai basah.
Tringg!!
Suara dering telepon nyaring berasal dari ponsel Ni-ki terdengar, membuatnya segera melihat dan ternyata itu dari Jungwon. Ditekannya ikon hijau kesamping.
"I-iya?"
"Kau kenapa?"
"Jungwon, kan sudah kubilang, hanya sakit tenggorokkan. Maaf, disini sedang hujan."
"Kau tidak berteduh?"
Ni-ki menggigit bibir bawahnya pelan, berusaha untuk mencari sebuah alasan yang pasti.
"Aku sedang menuju halte bus."
"Kau yakin? Lalu kenapa kau menangis?"
"Hei, aku tidak menangis, aku sedang sak–"
"Jangan bohong! Bicaralah yang jujur!"
"Aku bicara jujur tahu!"
"Aku lihat semuanya, Ni-ki!"
Pandangan Ni-ki yang menunduk otomatis teralihkan. Dihadapkan netranya lurus kedepan dan disanalah dirinya. Seorang Jungwon dengan payung berteger terus menatap, memperhatikannya.
"Bagaimana, kau..."
Sambungan telepon terputus secara sepihak. Dengan mengambil langkah cepat Jungwon berlari ke arah Ni-ki. Ikut memayungi dirinya, tangan kanan lainnya sibuk menyentuh setiap sudut wajah Ni-ki.
"Jungwon..." Panggil Ni-ki lirih.
"Aku benci jika dibohongi seperti itu. Aku benci melihatmu menangis. Aku juga benci karena tidak bisa melakukan apapun untukmu. Aku juga sangat benci kau menangisi dirinya yang begitu sampah. Aku benci itu, Ni-ki!" Ucapnya dengan wajah dingin dan kata penuh penekanan.
"Kenapa kau begini...?" Ni-ki berusaha untuk mengacuhkan Jungwon.
"Aku sudah menebak dia bakal begini dan kenapa kau malah memilih dia?" Jungwon menajamkan matanya pada sosok dihadapan.
"Ya! Kau bisa menganggapku bodoh. Jika tidak memilihnya, aku harus memilih siapa? Dirimu?" Ni-ki kembali menangis, tak berani untuk membalas tatapan seorang Jungwon.
"Haahh..." Jungwon menghela napas kasar. Lalu menarik Ni-ki kedalam sebuah dekapan.
"Ya, kau sangat bodoh sekali. Padahal kau itu punya mata, tapi tidak kau gunakan dengan baik. Lihatlah kemari," Jungwon melepaskan pelukan mereka, lalu menarik wajah Ni-ki.
"Lihat orang yang ada di depanmu ini baik-baik. Apa dia sama sekali tidak punya ruang bagimu?" Ni-ki menunduk, lalu menggeleng pelan.
"Kenapa...?" Suara Jungwon terdengar kecewa.
"Kau itu kan temanku dari kecil, mana mungkin bisa. Lagipula, jika hal seperti tadi terjadi pada kita, kita tidak akan bisa dekat lagi, bukan?" Ucap Ni-ki sesugukkan.
"Kau tidak ingin itu terjadi, kan?" Ni-ki langsung mengangguk, menjawab Jungwon.
"Kalau begitu, akan ku kabulkan sekarang," Dan dengan tiba-tiba, Jungwon mengecup kening Ni-ki pelan. Sontak saja yang dikecup mengerjap tak percaya.
"Kau tidak mengerti maksudku, Jungwon. Kita ini teman," Ucap Ni-ki geram.
"Aku bukan temanmu!" Sorot mata Jungwon berubah menjadi sendu. "Aku tidak mau cuman menjadi temanmu. Aku ingin lebih dari itu, aku ingin menjadi orang yang sering kau panggil dengan panggilan sayang atau sebagainya. Aku ingin disisimu, Ni-ki. Selama ini kau tak pernah melihat kearahku.." Dia kembali menarik tubuh Ni-ki pelan, merengkuh dan memeluknya erat lalu menenggelamkan wajah di antara bahu anak itu.
Wajah Ni-ki seketika memanas di tengah dinginnya suasana mereka. Dia sama sekali tidak menyangka jika Jungwon bisa begini padanya, dengan dirinya.
"Jungwon..."
Jungwon menarik wajahnya dari bahu Ni-ki dan menatap lekat netra sosok yang disukainya.
"Apa kau sakit? Kau berbicara aneh saat ini tahu," Lanjut Ni-ki sambil mengelus sebelah pipi Jungwon lembut.
"Aku tidak sakit, aku serius." Dengus Jungwon.
Ni-ki tertawa kecil. "Terima kasih pengakuannya. Cukup mengejutkanku. Ayo kita berteduh dulu." Ajak Ni-ki pelan.
"Kau mengabaikan ucapanku barusan, Ni-ki" Kesalnya terlihat sangat jelas.
"Don't look me as your little friend. I wanna be your wendy not your tinkerbell." – Jungwon.
✨ Friend's? No! - Wonki ✨
.END.
(๑・ω-)~♥”
──────────────────── 𝔈𝔫𝔥𝔶𝔭𝔢𝔫𝔦𝔰
Hayo ngaku, pasti beberapa ada yang kayak gininih kejadiannya hshshshshs. *puk puk kalian*
Yosh, ngilang lagi papih (。・ω・。)ノ♡