Jatuh cinta tidak ditentukan oleh satu momen tunggal. Jatuh cinta juga bukan hanya realisasi perasaan belaka. Jatuh cinta seperti permainan tarik ulur yang konstan, seperti bermain trampolin, melompat dan melambung ke udara lalu kembali terjatuh, namun percaya bahwa jatuh itu tidak akan menghancurkan siapapun.
Lebih dari segalanya, Jongseong menemukan bahwa cinta seakan menguraikan dirinya, membongkar setiap inci dari segala hal yang ia miliki menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang begitu rapuh namun kuat di saat yang bersamaan.
Karena cinta, mentari pagi terasa lebih menarik, bangun pagi bukanlah sebuah tugas dan keharusan, namun sebuah hal yang ia nantikan setiap matanya terpejam di malam hari. Karena cinta, kantung di bawah matanya menipis, lingkaran hitam di matanya menghilang dan setiap kali ia bercermin, ia dapat melihat galaksi di matanya.
Karena cinta, keramaian tidak lagi menjadi mimpi buruk, karena selalu ada sang pujaan hati yang menggenggam tangannya, atau mengirimkannya pesan dan menelfonnya jika mereka sedang tak bersama. Karena cinta, perjalanannya ke rumah sakit berkurang dari empat hingga lima kali sebulan, menjadi satu atau dua kali.
Karena cinta, tangannya sudah tak gatal lagi setiap melihat benda tajam, setiap luka yang menghiasi tubuhnya tak lagi terasa memalukan. Karena cinta, isi lemari pakaiannya lebih berwarna, rak mie instannya kini dipenuhi oleh sereal, kulkasnya yang awalnya penuh dengan makanan cepat saji kini berganti dengan sayuran dan buah-buahan, bahan makanan dan Kimchi. Karena cinta, alkoholnya yang biasanya memenuhi pintu kulkas, kini berbagi tempat dengan susu, jus, smoothie dan vitamin.
Karena cinta, kini sikat giginya tak lagi sendirian, di dampingi oleh sebuah sikat gigi berwana kuning, meja riasnya yang awalnya hanya berisi minyak rambut dan parfum, kini penuh dengan beragam alat kecantikan.
Karena cinta, meskipun menguras isi kantongnya lebih banyak, namun tak sedikitpun ia menyesalinya. Karena cintapun, ia juga mendapatkan hal yang sama. Setiap won yang ia keluarkan, akan kembali lagi padanya dalam bentuk yang berbeda.
Karena cinta, Jongseong merasa rapuh dan lemah, namun kuat dan berkuasa di saat yang bersamaan.
Rasanya seperti alam semesta telah berkonspirasi untuk meletakkan Sunoo di hidupnya. Terdengar seperti gombalan murahan memang, namun bukan berarti tidak benar.
Jongseong duduk terdiam mencerna semuanya, sofa tuanya hampir menenggelamkan seluruh tubuhnya, hati dan pikirannya akhirnya selaras, menyatu, sepakat akan satu hal yang pasti.
Ia mencintai Sunoo.
Ia mencintai Sunoo dan segala pakaian berwarna pastelnya. Ia mencintai Sunoo dan segala produk kecantikan yang berada di wajahnya. Ia mencintai Sunoo yang terlihat menawan setiap kali ia berpose untuk pemotretan, dengan baju yang memeluk lekuk sudut-sudut tubuhnya dengan tepat. Ia mencintai Sunoo ketika kekasihnya itu memposting foto mereka berdua di Instagram, yang langsung di banjiri oleh beragam komentar dari para pengikut sang model.
Namun, ia juga sangat mencintai Sunoo disaat mereka bangun di pagi hari, ketika rambutnya seperti sarang burung, matanya sembab, bekas air liur dan bantal menghiasi wajahnya. Ia sangat mencintai Sunoo yang hanya memakai boxer gombrong dan kaos lengan pendek yang ukurannya dua atau tiga kali lebih besar dari ukurannya. Ia mencintai wajah polos Sunoo yang terlihat berkali lipat lebih muda tanpa riasan wajah. Ia bahkan mencintai bau badan sang kekasih, khas.
"Apa itu cinta menurutmu?" Sunoo pernah bertanya demikian suatu hari. Saat itu, salju sedang turun di malam yang hampir larut. Jongseong sedang duduk dengan rileks di lantai, bersandarkan sofa. Sunoo berada di dekapannya, hangat, nyaman, kedua tangannya terasa sangat tepat memeluk tubuh sang kekasih.
Pandangannya jatuh pada sepotong Kukis yang tersisa di piring diatas meja didepan mereka. Sebuah jawaban terlintas di pikirannya.
"Cinta itu...kaya Kukis itu." Jongseong mengangguk kan kepalanya kearah Kukis itu.