Your voice - Jaehoon

1.5K 116 17
                                    

Terkadang setiap pertemuan tak selamanya membawa perpisahan yang manis

PapahCendol


───────────────────── 𝔈𝔫𝔥𝔶𝔭𝔢𝔫𝔦𝔷

Berada di atas angin seharusnya membuat siapapun merasa kedinginan. Namun dengan kendaraan yang mereka naiki, dingin itu tidak lagi bisa terasa. Panasnya pertempuran dan ekor berasap rudal datang silih berganti, membuat dua orang di belakang kemudi pesawat berkeringat hebat.

Gemerisik radio komando terdengar. Jaeyoon dengan cepat menekan tombol untuk memperjelas suara, membiarkan pilot pesawat juga mendengarnya.

"Kepada Val 21. Arah pukul dua. Satu peluru kendali."

Lelaki di sebelah Jaeyoon menarik tuas, mengarahkan rudal sesuai arahan komando pusat. Beberapa saat setelah peluncuran, suara ledakan menyeruak bersama partikel-partikel kapal perang di bawah mereka. Sang pilot kemudian melakukan manuver, memutar kemudi ke arah area yang lebih aman, menjauhi ledakan.

"Heeseung, kembali." Ucap Jaeyoon sembari mengamati serial peluru di udara. Mereka memutar lagi, berbalik ke posisi semula. Hampir saja serangan musuh mengenai badan pesawat.

"Kepada Val 21. Jatuhkan muatan."

Heeseung menekan tombol, membuat celah di bawah pesawat terbuka perlahan. Jaeyoon masih melanjutkan pengawasan, menengok ke bawah. Manik hitam legamnya terbelalak ketika menemukan peluru kapal musuh terarah ke atas.

"Heeseung, tutup pintu muatan!" Ucap Jaeyoon panik. Apabila peluru mengarah pada muatan, maka pesawat mereka akan meledak di udara. Lebih baik jika mereka berputar untuk menghindari peluru musuh dibanding mencari mati.

"Jaeyoon, patuhi komando." Balas rekan sejawatnya itu tanpa menunda penurunan muatan.

Sama-sama sang pengamat mendengar suara lontaran peluru. Asap rudal menyelimuti kaca pelindung mata, membuat pandangan keduanya buram.

"Hentikan." Cegah Jaeyoon seraya mengambil alih kemudi.

Namun Heeseung menahan. "Jika kau takut mati, terjunlah," Ucap sang pilot dingin, tetap melepas muatan bom dari dalam bagasi.

"Kau tidak takut? Bagaimana dengan anak-anak asuhmu di Vertana?" Jaeyoon menatap rekannya itu ragu.

"Hidup seorang tentara berada di tangan negaranya." Sahut lelaki itu seraya melepaskan kait sabuk di badan Jaeyoon. "Jika kau masih ingin bertahan, maka terjunlah."

"Heeseung, terjunlah bersamaku!" Jaeyoon memanggil panik. "Masih belum terlambat!"

Ia mengarahkan tangan pada sabuk sang pilot, hendak melepaskan kait sabuknya juga. Tapi lelaki itu menahan.

"Aku perlu memastikan kapal di bawah kita hancur dan tenggelam."

Di antara asap yang menyebar di udara, Jaeyoon menemukan sekilas senyum.

"Kalau kau selamat nanti─" Jeda sejenak ketika lelaki itu mendorong Jaeyoon hingga tergantung di pinggiran pesawat.

Kata-kata terakhir Heeseung bergeming di telinga Jaeyoon seiring lelaki itu jatuh dari ketinggian udara.














"─jagalah anak-anak asuhku."




































Air laut terasa amat pekat, membuat ingatan Jaeyoon semakin samar. Suara tembakan peluru dan panas api di medan perang semakin lama semakin jauh. Lelaki bersurai hitam ikal itu masih memejamkan mata, membiarkan tubuhnya tenggelam semakin dalam.

1 2 3 ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang