Ada kala hantaman sebuah pelajaran terjadi setelah dia merasakan kehilangan
✨ PapahCendol ✨
─────────────────── 𝔈𝔫𝔥𝔶𝔭𝔢𝔫𝔦𝔷☃︎
"Pergi kemana, sayang?"
K bergetar hebat, reflek tubuhnya bergerak ke depan untuk halau Heeseung, pun begitu dengan Heeseung. Ia menggenggam kuat satu tangan K yang diletakkan di belakang punggung sempitnya.
"J-Jay─"
"Sayang, kau tidak berniat meninggalkanku, kan?"
Jay berucap pelan. Meski begitu setiap nada dalam kalimatnya penuh penekanan, tatapannya menghunus tajam pada Heeseung di belakang sana. Tersenyum remeh saat melihat ketakutan dari sepasang suami─isteri di depannya.
"Aku cukup terkesan," Ucap Jay lagi. "Kau berhasil menembus keamanan di mansionku dan menyamar sebagai salah satu penjaga dengan begitu sempurna."
"Aku tidak pergi untuk menyerah."
Heeseung melangkah untuk berdiri di samping K. Tautan tangan itu belum terlepas, dan Jay melirik kilas sebelum kembali menatap Heeseung.
"Aku tau," Sahut Jay tenang. "Tapi keputusan untuk menyerangku kemari adalah pilihan yang cukup gegabah."
Heeseung membuka mulutnya, hendak bersuara. Namun Jay dengan cepat kembali berbicara, dengan sunggingan senyum miring disudut bibir.
"Apa? Mau pamer tentang pasukan polisimu yang mengepung mansionku?" Jay terkekeh pelan. "Orang-orangku sudah mengurusnya."
Lalu tanpa perintah, seorang penjaga di belakang Jay mendekatkan ponsel ke telinga sang tuan besar.
"Bagaimana, Nicholas?"
"Selesai dengan mudah, tuan. Ini bukan apa-apa."
Jay tersenyum, kembali menatap Heeseung yang berkerut marah padanya. K tampak bergetar di posisi, air matanya jatuh tanpa suara. Dia terlalu takut, dia takut kali ini Jay tidak lagi memberi ampunan untuk membiarkan Heeseung pergi hidup-hidup.
"Bangsat!"
Heeseung berkilat emosi, mengeluarkan pistol dari saku celananya untuk diarahkan tepat pada kepala Jay. Dan dengan cepat pula seluruh penjaga di belakang Jay bersiap membidik Heeseung dengan pistol mereka masing-masing.
Jay melirik para anak buahnya dengan ekor mata, lalu kembali menatap Heeseung dengan pandangan meremehkan. Heeseung berdecih keras, tapi dia jelas tak mungkin menyerah dalam kondisi ini, terlebih tangan K dalam genggamannya semakin basah keringat.
"Kau membuat ini terlalu mudah, ayah."
"TUTUP MULUTMU! JANGAN BERANI MEMANGGILKU SEPERTI ITU DENGAN MULUT KOTORMU!" Semakin Heeseung menggerakkan pistolnya ke hadapan Jay, suara tarikan pelatuk semakin kompak terdengar. Para penjaga Jay siap membunuh Heeseung dengan sekali tembakan.
"Oh, benar juga." Jay tersenyum kecil. "Kau memang tak pantas di sebut ayah─"
Jay menoleh pada K yang masih terisak tanpa suara, mengulas senyum lembut pada sosok manis itu. "Katakan, K. Katakan padanya siapa ayah yang sebenarnya di sini."
Heeseung melirik K, dan isterinya itu justru semakin terisak sembari menggeleng kuat. Genggaman tangan itu dikendurkan, Heeseung mengusap kecil untuk beri ketenangan.