pergolakan batin

10.9K 354 20
                                    

RESAH


Rasanya hari ini Arjuna tidak semangat datang sekolah. Setelah memarkirkan motor sport miliknya, ia berjalan tanpa semangat menuju kelas. Masih dengan wajah datar yang sama. Sapaan manis dari para gadis sepanjang koridor tidak ia hiraukan. Raganya memang di sini, namun hati dan pikirannya sedang berkelana kembali ke rumah. Arjuna merutuki semua tindakannya tadi.

Seharusnya ia tidak menggoda Mila. Terlebih apa yang Mila katakan memang benar adanya. Arjuna bukan tidak mau mengaku tapi rasa bersalah itu membuat ia malu, malu hanya sekadar untuk berbicara apalagi menatap mata teduh milik istrinya.

Tiba di kelas 12 MIPA 1. Arjuna duduk termenung. Bersandar di kursi lalu menatap plafon. Usia pernikahan mereka sekarang sudah masuk empat bulan lebih.

Sebentar lagi usia pernikahan mereka akan masuk lima bulan dan si jabang bayi juga tak lama lagi segera menampakkan diri di dunia. Namun, hubungan mereka masih sama. Arjuna merasa tidak ada perubahan, lalu sebuah pikiran buruk mulai kembali mengusik pikirannya. Apa Mila bahagia bersamanya? Apakah Mila juga mencintainya? Apa Mila benar-benar ingin selamanya di sisi Arjuna? Selama ini Arjuna baru menyadari. Mila tidak pernah berkata cinta padanya, dia selalu terkesan cuek.

Bersama dirinya Mila jarang sekali tertawa lepas. Tapi, ketika bersama Bima wanita itu selalu terlihat bahagia dan tertawa lepas tanpa beban. Apa mungkin Mila bersamanya karena terpaksa, Mila mau bersamanya hanya karena dia mengandung anaknya? Apakah ini semua mungkin? Jika iya, maka Arjuna akan ikhlas melepas Mila untuk Bima jika itu membuat wanitanya bahagia. Tapi apa mungkin akan semudah itu? Mengingat Bima yang selalu perhatian saja membuat ia rasanya ingin sekali memukul wajah juniornya itu.

“Hei, Jujun, tumben datang pagi-pagi gini?” tanya Nakula sembari menggeser kursi ke belakang. Nakula menatap Arjuna yang tampaknya sedang tidak baik-baik saja. Ya wajah Arjuna memang selalu datar tapi kali ini berbeda. Arjuna tampak seperti pujangan yang putus cinta.

“Ada masalah sama Saras?”

Arjuna menggeleng cepat.

“Oh, masalah di kafe?”

Arjuna kembali menggeleng.

“Oke, oke gue tahu. Pasti lagi ada masalah sama Mila kan?”
Arjuna tidak merespons. Ia hanya menarik napas kasar. Masih menengadah ke atas plafon. Diamnya Arjuna menandakan bahwa hal itu memang benar. Nakula baru kali ini melihat Arjuna begitu lesu.

“Cerita aja, Jun. Jangan pendam rahasia sendiri. Kan elo teman kita.”

“Kalian ada masalah apa?”

Arjuna masih diam. Tak lama datang Sadewa dan Yudistira. Mereka berdua berjalan ke kelas sambil merangkul bahu. Mereka ikut bergabung duduk melingkari meja Arjuna. Saat ini kelas sudah lumayan ramai. Tapi, dengan seenak jidatnya Nakula mengusir teman-teman sekelasnya.

Katanya, “dimohon untuk keluar dulu, di sini lagi ada rapat mendesak. Para orang ganteng terpaksa rapat di sini, jadi para ladies, ladies cantik... Tolong keluar,” ujar Nakula di depan kelas.
Sadewa juga ikut menyahuti,“ Iya, Neng! keluar dulu ya, nanti abang Nakulanak dajal bakal traktir kalian semua di kantin! Setuju nggak?!”

“Setuju!” balas teman-teman yang lain.

“Eh, Sad. Lo apaan sih? Kenapa harus gue yang traktir!” seru Nakula keki.

“Yaelah, Kul. Lo kan tajir perkara traktir temen kan gampang buat lo.”

“Yee, lo kagak tau aja gue lagi misquen. Kemarin gue kalah main catur jadi uang jajan gue kena potong.”

“Wih main catur sama siapa tu?”

“Sama Babeh gue lah. Babe rojak!”

Yudistira dan Arjuna geleng kepala melihat kelakuan dua sekawan itu.
“Woi, lo berdua, sini! Lo berdua serius mau dengerin cerita Arjuna atau mau ngebacot terus di sana?! “

Nakula dan Sadewa berjalan berdampingan. Tangan dan kaki mereka berdua tidak bisa diam, saling menyikut dan menendang. Lalu saling menyalahkan. Dasar aneh. Pikir Yudistira.

“Jadi kenapa Jun lo sampe lesu kayak gini?” tanya Yudistira.

“Nggak ada apa-apa,” balas Arjuna dingin.

“Udalah Jun, kita ini sohib lo. Kita bakalan tahu ketika lo dalam masalah. Kita bukan satu dua hari kenal. Tapi udah bertahun-tahun,” ujar Nakula.

“Iya Jun,” timpal Sadewa.
Baiklah mungkin Arjuna harus menceritakan masalahnya kali ini. Jujur saja Arjuna gengsi, selama ini ia jarang sekali bercerita urusan pribadi kepada teman-temannya. Arjuna menarik napas panjang lalu mengembuskan perlahan.
“Gue bikin Mila marah. Gue juga masih binggung dia benaran nerima dan suka gue atau ngga?” jawab Arjuna sendu.

“Gue rasa Mila lebih bahagia sama Bima dibandingkan sama gue. Gue mau yang terbaik buat dia. Gue cemburu saat dia sama orang lain. Tapi perasaan dia, gue benar-benar nggak tau. Kadang-kadang dia manis, Kadang-kadang ambekan.”


“Ha ha ha, astaga, Jun! Cewek mah emang selalu gitu. Mereka itu malu-malu tapi mau. Nih gue kasih contoh ya. Misalnya lo mau minta orang beliin sesuatu. Kita cowok-cowok kan langsung bilang. Nah beda lagi nih ama cewek. Mereka ngomongnya mesti muter-muter keliling komplek dulu,” kata Nakula dibarengi tawa tertahan.

“Setuju! Tumben banget lo pinter, Kul,” celoteh Sadewa.
“Kal, kul. Lu kira gue kuli! “ balas Nakula keki.
Lalu ia berkata, “ Biasalah namanya juga orang pinter. Gue kan pakar cinta.”

“Heleh, nyesel gue munji.”

“Gue setuju sama Nakula. Cewek itu emang aneh. Susah banget dimengerti. Mungkin aja dia suka tapi nggak berani mengungkapi langsung. Masalah tawanya Mila sama Bima, menurut gue wajar aja sih. Secara Bima kan teman dia. Sebelum kenal lo Mila kan lebih dulu kenal Bima. Plusnya, nih, si Bima itu orangnya mudah cairin suasana jadi cewek-cewek betah sama dia,” ujar Yudistira.

“Iya Jun. Lo harus lebih perhatian lagi sama dia. Pastinya berat banget buat Mila. Apalagi lo tahu kan alasan elo nikah sama dia? Pasti dia takut trauma lagi. Lo jagain Mila. Jangan buat dia sedih karena hati cewek itu muda rapuh,”  Sadewa berujar.
Arjuna mengangguk paham. Apa yang di katakan teman-temannya memang benar.
“Jadi cara gue baikan sama dia gimana, nih? Gue nggak begitu tahu kesukaan dia apa.”

Sadewa, Nakula dan Yudistira saling bertatapan sambil menaikkan alis masing-masing. Membuat Arjuna menatap mereka binggung.

“Tenang aja, Jun, serahin semua sama sohib, sohib lo ini!”




Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang