Apa bisa kembali

3K 173 3
                                    

Bima memasuki area rumahnya dengan wajah di tekuk, moodnya sudah hilang sekarang. Melihat Mona yang menatapnya membuat si Ilham pergi entah ke mana, sekarang Bima tidak lagi berselera untuk makan.

"Bim, kita jadi pergi 'kan?" tanya Mona bangkit dari duduknya.

"Makan dulu," balas Bima tak acuh.

"Oke, gue juga belum makan, tadi langsung ke sini."

"Gak nanya."

"Bim... lo ngak ikhlas ya mau nolong gue? Lo kok gini banget sih sama gue," cicit Mona lirih.

"Hah, Mona Adelia yang cantik kayak Mak Lampir, bisa diem? Kesalahan orang lain bisa lo liat, sementara kesalahan sendiri gak bisa lo lihat," ujar Bima kesal, ia segera melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Mona yang masih mematung di tempatnya.

Di meja makan mereka berdua hanya diam, Bima yang tadinya lapar tiada tara kini hanya memakan setengah sendok nasi, sebenarnya Bima sudah hilang respect terhadap Mona. Mungkin definisi toxic friend  sangat pas untuk gadis itu. Bima berjalan ke atas tangga, berjalan pelan menuju kamarnya di lantai dua. Sementara Mona sadar diri, ia hanya duduk sembari menunggu Bima mengganti pakaian.  Karena terlalu semangat Mona tidak ingat untuk mengganti seragam. Bahkan satu pun orang rumah tidak ada yang ia hubungi hanya sekadar untuk membuat mereka tidak khawatir. Memangnya siapa yang akan khawatir? Papanya? sepertinya tidak mungkin, Papanya tidak sepeduli itu sampai mau mengurusi dirinya yang pergi entah ke mana.

Sekitar lima menit menunggu, akhirnya Bima menghampiri Mona di ruang tamu, ia mengenakan jaket levis dan celana jeans hitam.

"Ayo."

Bima berjalan memimpin, ia langsung menggas motornya setelah memastikan Mona duduk dengan benar di jok belakang, cuaca memang tak menentu setelah sebelumnya panas terik, kini langit tampak mendung. Tidak ada yang saling bicara, Mona ingin sekali mengorek informasi seputar Arjuna. Tapi ia merasa takut, Bima dalam mode marah seperti  ini membuat ia takut setengah mati. Ia takut Bima tidak jadi mengantarnya menemui Mila.

Mona mengamati wajah datar Bima di dalam kaca spion, ia hanya memastikan apakah Bima membuat wajah jelek atau apa karena tidak rela mengantarkan. Ternyata prasangkanya salah, Bima terlihat biasa saja dengan mata fokus ke jalan raya. Mona menarik napas dalam, merasa lega, dan senyum tipis terlukis di wajahnya.

"Apa lo lihat-lihat, gue tau gue ganteng," kata Bima dengan wajah datarnya.

Wajah Mona berubah masam, sungguh ternyata sepupunya itu teramat narsis. Kalo sudah memuji diri seperti itu, wajah ganteng Bima berubah menjadi jelek. Untung sekarang Mona sedang sangat membutuhkannya kalau tidak bukan tidak mungkin Mona membuat pemuda itu menangis, Mona tahu semua tentang Bima.  Itu alasannya mengapa ia berani datang meminta bantuan kepada sepupu tepatnya musuh bebuyutannya itu.

Mona tahu, Bima tidak akan menolak jika ada yang meminta bantuan, apalagi jika menyangkut orang yang neneknya sayangi. Kelemahan Bima adalah nenek, jika neneknya terluka maka ia akan ikut menderita. Di besarkan oleh nenek membuat Bima menjadi pribadi yang baik, Mona tahu dan suka itu, makanya ia selalu mengejek Bima karena Mona yakin dia tidak akan pernah membalas.

Tiga puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya Bima dan Mona tiba di apartemen Arjuna. Mona mengamati apartemen di depannya,  luas, bersih tentunya layak huni. Apartemen itu tergolong apartemen untuk kalangan menengah ke atas, Mona mengamati Bima yang tengah mengetuk pintu, Bima tidak tahu password apartemen Arjuna, lagi pula awalnya mereka hanya junior dan senior biasa di sekolah, setelah ada Mila barulah Bima dan Arjuna menjadi dekat.

Pintu terbuka, menampilkan Arjuna yang masih mengenakan seragam SMA Pelita dengan baju kemeja putih yang semua kancingnya sudah terbuka sehingga memperlihatkan kaos hitam yang ia kenakan di dalamnya.

"Masuk, Bim," ujar Arjuna membuka pintu lebar-lebar.

"Thanks, Bang. Ayo masuk, Mon."

"Iya."

Mona melirik ke sana- ke mari, ternyata Arjuna yang ia lihat di foto tidak lebih tampan dari Arjuna yang asli. Menurutnya Arjuna bahkan layak di sejajarkan dengan oppa-oppa korea. Bisa di pastikan beberapa wanita akan langsung jatuh hati padanya, mungkin itu tidak berlaku untuk Mona, meski setelah semua yang terjadi, hati Mona entah mengapa masih menyimpan harapan kepada Kevin.

Mona dan Bima di persilahkan duduk di ruang tamu oleh Arjuna. Pemilik hunian itu meminta ijin membuatkan minuman. Arjuna datang dengan membawa tiga jus jeruk, ia kembali duduk di sofa.

Bima meneguk air itu sedikit, mau menyuruh Mona berkata terlebih dahulu. Tapi ia merasa takut kalau Arjuna terbawa emosi, meski itu bukan sifat Arjuna tapi tidak ada salahnya ia berjaga-jaga.

"Begini, Bang. Kedatangan gue dan Mona, sepupu gue. Kita berdua mau ketemu sama Mila, Milanya ada kan, Bang?" tanya Bima.

"Ada, emang kalian ada urusan apa sama Mila?" Arjuna mengkode Bima dengan tatapan mata, mempertanyakan Mona benar-benar bisa di percaya untuk menjaga rahasia, pasalnya selama ini Mila selalu memakai masker agar tidak ada yang mengenalnya. Ini juga merupakan kunjungan pertama seorang wanita mencari Mila. Jadi sebisa mungkin Arjuna mencegah sesuatu yang akan membuat istrinya tidak nyaman.

"Sepupu gue ada yang mau dia omongin sama Mila, Mila juga kenal dia, Bang. Lo percaya aja sama gue, gue gak mungkin ngehianatin Mila," ujar Bima kepada Arjuna.

'Ngehianatin' kata-kata itu menohok sekali untuk Mona. Ia juga gugup, sejauh yang ia tahu Arjuna adalah suami sahabatnya. Setidaknya Mona merasa lega, Mila mendapatkan hidup yang layak, juga suami yang tampan, bukankah Mila harusnya berterima kasih padanya?

Pandangan Mona terpaku, matanya tidak lepas dari Mila. Wanita berdaster biru tua sampai lutut itu terlihat berbeda, tubuhnya sekarang lebih berisi apalagi tonjolan di perutnya membuat Mona kembali dirundung rasa bersalah.

Mona dapat mendengar sebelumnya, suara Mila yang tidak mau datang ke ruang tamu, tapi Arjuna membuatnya mengerti. Sementara Mila, ia menatap Mona dengan tatapan tidak suka, kalau saja ia tahu orang yang datang adalah Mona maka ia akan langsung meminta Arjuna mengusir gadis itu keluar. Mila tidak akan pernah sudi melihat wajah munafik sahabat, tepatnya mantan sahabatnya itu.

Mona memainkan jari-jarinya, ia merasa gugup dengan sikap Mila yang enggan untuk melihatnya. Mereka berempat sama-sama diam, lalu Arjuna berdiri dan menepuk bahu Bima. Mengajak pemuda itu keluar, Arjuna ingin memberikan ruang privasi untuk kedua kawan lama itu.

"Bim, temenin gue bentar," ujar Arjuna sembari berjalan terlebih dahulu.

"Mil, gue keluar dulu ya," kata Bima dan di angguki oleh Mila.

"M-mila, gue kesini mau minta maaf, gue berusaha cari lo selama satu bulan ini. Gue ngaku, gue salah. Gue benar-benar menyesal, gue di pengaruhi oleh rasa cemburu... kalo lo mau laporin gue ke polisi gue terima, karena itu memang kesalahan gue, gue harap lo bisa maafin gue Mil," ujar Mona.

Plokkk,, plokkk,, plokk.

Mila bertepuk tangan dengan melemparkan kepala ke belakang saking tidak kuatnya menahan tawa. Mila mengusap wajahnya gusar. Tapi senyum lebar itu masih terus ia pertahankan.

"Minta maaf? Lapor polisi? Kemana aja, kemarin-kemarin saat lo bisa hubungin gue, kenapa lo gak minta maaf, kenapa juga lo gak langsung nyerahin diri ke polisi? Cih, gue bukan lagi Mila, si cewek polos yang bisa langsung lo gibulin. Gue inget malam itu lo ketawa bahagia di atas penderitaan gue, lo lebih milih dara dan mira. Parahnya lagi, lo bertiga merencanakan itu ke gue yang gak tau apa-apa!"

"Maaf, Mil. Tolong maafin gue, gue janji akan berubah, gue janji akan jadi teman baik lo lagi," ujar Mona menyesal, ia berusaha menggapai tangan Mila, tapi dengan cepat Mila menepisnya kasar.

"Akan sangat mudah mengatakan maaf, dan akan sangat mudah memaafkan, gue udah maafin lo dari dulu, sayangnya gue gak akan pernah lupa hari itu, hari di mana harga diri gue jatuh, sejatuh-jatuhnya. Maaf lo gue terima, tapi maaf, untuk sekarang gue belum ingin bertemu sama lo lagi, gue butuh waktu untuk gue bisa kembali menerima lo masuk dalam hudup gue."

"Makasih banyak, Mil. Meski gue ingin, gue akan jaga jarak sama lo, maaf sekali lagi untuk semua penderitaan lo. Gue janji ini akan menjadi kenangan buruk satu dan terakhir kalinya lo sama gue, kalo gitu gue pamit. Makasih banyak, lo selalu jadi Mila yang gue kenal."

"Gue doakan, semoga persalinan lo lancar sampai hari H. Semoga selalu bahagia dan maaf, maaf banget. Bye, Mila Hauri Aditama, sahabat terbaik gue," ujar Mona sembari berdiri, ia tersenyum lebar dengan air mata yang berderai di wajahnya.

Mona ingin sekali memeluk Mila. Tapi bagai mana pun. Ia sekarang harus menjaga batasan, Mona harus memberikan Mila waktu untuk berpikir.

Sepeninggallan Mona. Mila menangis, ia mengelus dadanya yang terasa sesak, semua kejadian  ini membuat hatinya nyeri, kedatangan Mona benar-benar membuka luka lama, bukan tidak mau menerima kenyataan hanya saja untuk ikhlas menerima semua kisah menyedihkan itu Mila butuh waktu. Entah sampai esok, atau lusa.


Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang