Flashback

2.6K 148 0
                                    

Malam itu di hari minggu. Arjuna tengah sibuk dengan berkas-berkas di kafenya, malam minggu seperti ini biasanya selalu ramai. Tapi mungkin tidak dengan hari ini. Suasana kafe tampak tenang, hanya ada beberapa pengunjung semenjak hujan mengguyur kota sejak pagi tadi. Siapa pun pasti enggan keluar dari persemaian, apalagi hujan semakin deras dan udara kian mendingin.

"Bos. Ini laporan pengeluaran kita bulan ini, oiya soal karyawan baru... Aina Anastasya, tadi baru saja saya serahkan gajinya," ujar karyawan itu memberikan map berisi kertas-kertas laporan kepada Arjuna.

Arjuna menerimanya. Lalu karyawan itu mohon ijin dan dibalas anggukan kepala oleh Arjuna.

Arjuna merogoh kantong celana, mengeluarkan  gawainya dari dalam sana. Ia menekan aplikasi berwarna hijau, mengetikkan pesan kepada gadis pujaan hatinya.

Me
[Aku ada kerjaan hari ini. Kita jalannya besok aja ya, Ras. Ngga apa-apa kan?]

My Sunshine
[Yah... yaudah deh, semangat kerjanya ya. Tapi janji besok kita jalan-jalan!]

Me
[Siap.]

"Hari ini tidur di apartemen aja. Besok baru pulang," monolog Arjuna. Ia mengingat pesan mamanya. Wanita paru baya itu mewanti-wanti Arjuna agar kembali ke rumah. Tapi mengingat lokasi rumahnya yang jauh dan ia rasanya agak penat, membuat Arjuna mengurungkan niatnya untuk kembali ke kediaman orang tuanya itu.

Sekarang  pukul setengah dua belas malam. Kafe sudah di tutup dan karyawan sudah pulang beberapa menit lalu. Tapi hujan belum juga reda, seolah tidak ingin meninggalkan sudut yang kering di belahan kota ini.

Arjuna menarik napas lega. Pekerjaannya sudah selesai dan artinya ia bebas beristirahat sekarang. Arjuna membereskan laptop, memasukkan benda itu ke dalam tas khusus. Lalu mengunci pintu dari luar.

Arjuna berlari kecil menuju parkiran, beberapa tetes air hujan yang jatuh mengenai tubuhnya mampu membuat bulu kuduknya remang. Ia menguap, lalu mengusap wajahnya guna menghalau rasa kantuk yang semakin menyerang.


***

Suasana jalanan malam ini masih saja ramai, meski hujan kian berderai. Memang, perkotaan akan selalu begini. Mau siang, malam, terik, hujan bahkan badai sekali pun akan mereka terjang. Sesibuk itu memang. Sama halnya seperti Arjuna. Bila dipikir kembali, ia seharusnya tidak usah repot-repot bekerja, tidak usah membuka usaha sendiri di umurnya yang baru 17 tahun.


Arjuna berasal dari keluarga berkecukupan. Tidak kurang apa pun. Tapi dia bukan anak manja. Arjuna sadar, sudah seharusnya ia mencari potensi juga memanfaatkan fasilitas yang orang tuanya berikan dengan sebaik-baiknya. Toh, hasilnya ia yang akan menikmatinya sendiri.


Di tengah fokusnya menyetir. Arjuna melihat mobil Sadewa melesat melewati mobilnya, sepertinya temanya itu sedang terburu-buru. Tapi jarum jam sudah menunjukkan angka satu, mau ke mana di jam segini. Apalagi tidak biasanya pemuda itu keluar selarut ini. Orang tuanya pun tidak akan memberikan ijin keluar sedini itu. Jika bukan karena urusan penting, dan jika bukan bersama Arjuna.


Arjuna tahu. Mungkin temannya itu telah menjual namanya, menjadikan namanya sebagai jaminan. Agar orang tuanya membiarkan ia pergi. Arjuna menambah laju mobilnya. Mengikuti mobil BMW Sadewa secara diam-diam. Dahi Arjuna berkerut, mobil Sadewa berhenti di parkiran kelap. Hanya ada satu alasan orang-orang datang ke tempat terkutuk ini. Memuaskan nafsu.


Selama ini Arjuna mengenal Sadewa sebagai teman yang bersih. Sadewa tidak se-alim itu. Tapi mereka berempat sudah berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki ke sarang iblis itu. Hari itu pun tidak ada yang keberatan dengan gaya bermain mereka. Bahkan Sadewa yang paling setuju saat Arjuna mengumumkan larangan datang ke kelab. Tapi apa sekarang? Dengan mata kepalanya sendiri, Arjuna melihat Sadewa berjalan masuk ke dalam kelab. Dia tampak tergesa, seolah akan ada orang yang ia temui.


Arjuna terhenti di depan pintu masuk kelab. Di jarak ini, ia bisa mendengar suara musik di dalam sana. Tidak besar, namun sangat jelas di telinga. Ia tidak mau melanggar janji yang ia buat sendiri. Tapi di dalam sana entah apa yang tengah Sadewa lakukan. Arjuna menarik napas, membulatkan tekatnya untuk masuk ke dalam sana.

Suara musik trendi mengalun memenuhi lantai satu, para pria dan wanita berjoget ria, dengan goyangan erotis. Meliukkan badan seirama dengan musik yang di mainkan oleh seorang DJ wanita berpakaian seksi, Arjuna benci situasi ini. Di mana ia harus berdesak-desakan dengan orang yang akalnya saat ini telah hilang entah ke mana.

Arjuna mengedarkan pandangannya. Mencari keberadaan Sadewa yang kini hilang tanpa jejak. Arjuna tidak menyerah, ia masih terus mencari. Hingga mata elangnya menangkap sosok Sadewa yang tengah duduk di meja bar dengan teman lama. Oh bukan, mungkin tepatnya seorang musuh lama. Dia Kevin Dirgantara, menatap Sadewa dengan tatapan mengejek juga seringai andalannya. Menyebalkan. Lelaki itu licik, ia tidak ingin Sadewa terperdaya olehnya.


Arjuna bersembunyi. Mendengarkan apa yang membuat Sadewa sampai rela menemui Kevin.

"Kalo lo berani, dan bukan cowok lemah kaya sahabat lo itu... Minum satu gelas Vodka bukan suatu masalah kan?" Kevin bertanya, ia menekankan kata kaya sahabat lo. Mencoba menyulut emosi Sadewa.

Sadewa berani bersumpah, ia memang nakal. Tapi untuk menyentuh barang semacam itu, ia belum pernah sama sekali. Sadewa terlihat gelisah, ia meneguk ludahnya kasar. Akan sangat banyak konsekuensi yang ia terima jika menuruti hasutan lelaki titisan iblis itu. Tapi, jika Sadewa menolak, lelaki itu pasti akan semakin mempermalukannya. Memberi nama Sadewa dengan label pecundang. Sadewa tidak mau itu terjadi, ia benci seseorang yang mempermainkan harga dirinya. Apalagi jika dia dengan berani menghina Arjuna-- sahabatnya.

"Gue ngga takut! Dan asal lo tahu, lo lebih lemah dari sahabat gue!" kata Sadewa marah, ia meraih gelas vodka itu, sebentar lagi cairan bening dengan kadar alkohol 60 persen itu akan benar-benar masuk ke dalam tenggorokannya. Sadewa gelisah, pulang nanti ia harus beralasan bagaimana. Tapi sudah terlambat, pikiran itu segera ia buang jauh-jauh.

"JUNA! LO NGAPAIN?!" pekik Sadewa, ia terkejut, Arjuna di depannya kini tengah meneguk habis satu gelas vodka yang di maksudkan untuknya. Bagaimana bisa Arjuna tahu dia datang ke sana, apa yang harus Sadewa lakukan sekarang.

Wajah Arjuna tampak memerah, mata tegas itu berubah sayu. Tapi Arjuna berusaha menahan gejolak aneh yang ia rasakan. Sementara Sadewa, dia sudah panik.

"Jun, lo baik-baik aja?"

"Gue nggak apa-apa. Mendingan sekarang lo balik, om dan tante nanyain lo ke gue," balas Arjuna dengan suara yang ia coba untuk pertahankan tetap normal.

"Tapi... lo gimana?"

"Gue masih ada urusan sama teman lama. Lo bisa balik duluan, tenang aja. Gue bukan cowok lemah. Vodka gini doang nggak akan bikin gue teler."

"Udah, balik sana. Ini amanah dari om dan tante, gue harus bawa lo pulang. Sorry lo harus balik sendiri, gue masih ada urusan," lanjut Arjuna. Ayolah matanya sudah terasa berat sekarang. Arjuna ingin Sadewa segera pergi. Arjuna tidak bohong, dalam perjalanan tadi. Orang tua Sadewa menitipkan anak mereka padanya. Tidak mungkin Arjuna melupakan janjinya beberapa saat lalu. Membawa Sadewa pulang dengan selamat.

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang