Baikan

8.9K 603 28
                                    

Mila memegang ganggang pintu, entah siapa yang berkunjung pagi-pagi begini. Mila menatap  jam di pergelangan tangannya baru jam 06.15 sedari tadi Mila sibuk memasukkan buku-buku pelajaran dalam tasnya.

Pintu terbuka menampikan sepasang orang dewasa, dia Gilbran dan istrinya-- Rosa orang tua dari Mila. Mila terdiam di depan pintu Apartemen, masih memegang ganggang pintu, ia terkejut apakah ini hanya ilusi?

"Sayang, Mama, kangen" Rosa memeluk Mila tiba-tiba, ia mendekap kuat putrinya yang sudah tiga bulan ini tidak pernah matanya lihat. Ia rindu sungguh rindu, egonya selalu mengalahkan perasaannya. Namun kali ini Rosa melawan egonya karna rasa cinta yang ia miliki untuk putri satu-satunya Mila.

Mila masih diam mematung, tidak bersuara atau membalas pelukan dari orang tuanya. Gilbran berdehem pelan.

"Ekhem, Papa sama Mama gak di suruh Masuk Mil?" Mila tersadar kala mendengar suara Gilbran pria yang sangat Mila cintai.

"Ah iya, Pa, Ma, silakan masuk." Mila membuka pintu lebar-lebar memundurkan  badanya agar tidak menghalangi pintu.

Rosa dan Gilbran-- suaminya duduk di atas sofa, kecanggungan menyelimuti ketiganya. Tidak ada sambutan seperti dulu, yang ada hanya seperti orang asing yang kembali bertemu.

"Mila maafin Papa, Papa sungguh menyesal." Gilbran memegangi tangan putrinya yang diam membisu.

"Papa tahu, Papa salah, saat itu Papa sangat emosi, tolong maafin Papa, Mila," sambung Gilbran, sebulir air mata jatuh membasahi pipinya. Ia tidak sanggup bila harus di benci putri kesayangannya.

Mila mengangguk singkat, ia menyunggingkan senyum lebar. Sungguh ia senang harapannya selama ini akhirnya terkabul juga. Mila bangkit berdiri.

"Mila buatin minum ya?" Gilbran dan Rosa mengangguk singkat, Mila berjalan menuju dapur meninggalkan keduanya di ruang tamu. Di dapur Arjuna duduk di kursi Pantry, ia menaikkan sebelah alisnya saat matanya dan mata Mila bertubrukan.

"Apa?" tanya Mila tak paham.

"Siapa di luar?"

"Ayah, Bunda, kakak gak mau ketemu mereka?"

"Hm." Arjuna hanya berdehem pelan, sementara Mila kesal sambil menggerutu, ia menyeduh dua gelas teh. Arjuna bangkit berdiri mengambil alih nampan dari tangan Mila, sekarang giliran Mila yang menaikkan satu alis  bingung.

"Gua aja, gua mau ngobrol sama ayah dan bunda" jawab Arjuna. Mila mengangguk patuh.

"Tapi, Kak, bisa gak kaka jangan cuek di depan Ayah? Maaf sebelumnya kak." Arjuna mengangguk, dari mana Mila tahu kalo dia akan bersikap cuek, justru Arjuna sudah menyeleksi  satu demi satu kata yang akan ia keluarkan nanti saat bertemu kedua mertuanya.

Mila dan Arjuna berjalan beriringan, Arjuna meletakan  nampan di atas meja kemudian ia duduk di sebelah Mila. Ia tersenyum hangat ke kepada kedua mertuanya. Gilbran dan Rosa membalas senyumnya.

"Om, Tante, sebelumnya Arjuna Minta maaf, karna sudah merusak Mila anak Om dan Tante. saya sungguh tidak berniat melakukannya," ujar Arjuna mengakui kesalahannya kepada kedua orang tua Mila.

"Tidak apa-apa, Nak, jangan panggil Om. Panggil  Ayah dan  Bunda aja, kamu kan sekarang sudah jadi menantu kami," jawab Rosa tersenyum tulus, Gilbran mengangguk membenarkan ucapan sang istri.

"Ayah harap kamu bisa menjaga dan menyayangi Mila, Ayah tahu kalian menikah karna terpaksa, tapi Ayah mengharapkan yang terbaik untuk putri Ayah." Arjuna mengangguk, saat ini sejujurnya ia dalam dilema besar antara memilih Saras-- seorang gadis yang lebih dulu menetap di hatinya, atau Mila-- ibu dari anaknya. Seorang wanita yang baru-baru ini membuat sebuah ruang khusus untuknya dalam hati Arjuna.

"Iya, Yah, Arjuna akan berusaha membuat Mila bahagia."

"Bunda dengar kamu punya usaha sendiri Jun?"

"Ah iya Bun, haya kafe biasa."

"Ayah dengar kamu juga baru saja peresmian anak cabang  di Semarang, apa itu benar? Apa kamu mau Ayah kasih suntikan dana di kafe kamu?" tanya Gilbran tulus.

"Gak usah, Ayah. Arjuna rasa ini sudah cukup, “ tolak Arjuna sopan.

"Maaf sekali Bunda dan Ayah datang berkunjung di saat yang tidak tepat, kalian akan berangkat sekolah sekarang?" tanya Rosa menatap ke arah putrinya kemudian berganti menatap Arjuna.

"Gak, pa-pa. Bund, masih ada lima belas menit lagi," jawab Arjuna, ini pertama kalinya ia berbicara dengan orang tua Mila dulu dia memang pernah melihat keduanya hanya saja dulu mereka bertemu dalam keadaan yang tidak baik.

"Mila, Sayang kenapa kamu diam terus? kamu gak kangen sama Bunda?" Rosa tersenyum ke arah putrinya, ia berpindah ke sofa yang Mila dan Arjuna duduki. Ia mengelus pelan perut buncit purinya.

"Mil, perut kamu udah gede, kamu belum keluar sekolah?" Sejujurnya pertanyaan ini yang sangat Mila tidak suka, ia tidak mau putus sekolah tapi mau bagaimana lagi cepat atau lambat hal itu akan terjadi pada Mila.

"Mila akan keluar besok."

Arjuna dan kedua orang tua Mila terkejut. Arjuna bingung antara sedih dan senang ia tahu Mila masih ingin bersekolah.

"Yang sabar, ya, Sayang, sayangi dia," ujar Rosa mengelus puncak kepala Mila, Mila tersenyum kecil dalam hati batinya menangis.

"Ayah sama Bunda  pulang dulu, kapan-kapan Ayah sama Bunda akan berkunjung lagi apa tidak masalah?" tanya Gilbran.

"Iya, Ayah, gak pa-pa, Arjuna dan Mila menunggu kedatangan kalian berdua" jawab Arjuna ramah.

Gilbran mengecup puncak kepala Mila, dulu setiap pulang bekerja dia selalu melakukan itu, ia rindu putrinya rumah yang dulu ramai oleh suara-suara Mila kini sudah sunyi di gantikan keheningan.

Gilbran dan Rosa menghilang di balik pintu. Setelah mengantar kedua orang tua Mila, Arjuna kembali duduk di sebelah Mila yang tertunduk lesu. Arjuna menatap lekat wajah Mila.

"Lo gak senang orang tua lo datang ke sini?"

Mila hanya diam tidak menggubris pertanyaan Arjuna.

"Hey tatap Mata gua!" Arjuna mengangkat dagu Mila, raut sedih yang Arjuna dapati, bahkan Mila mengalihkan pandangannya, dia tidak mau menatap mata elang Arjuna. Ia takut akan semakin terluka.

"Lo kenapa? Lo bilang akan berhenti sekolah satu minggu lagi. Lantas maksud lo tadi apa?" Arjuna menjauhkan tangannya dari wajah Mila. Ia tatap intens raut wajah sendu wanitanya.

"Aku udah gak bisa lagi kak, Kakak gak lihat perut aku udah makin gede gini!”  Mila menangis, ia bukan bermaksud menyalahkan bayinya. Hanya saja ia butuh sesuatu untuk pelampiasan.

"Gue tau, gua minta maaf. Gua akui selama ini gua salah, maaf. Mulai sekarang kita temanan, lo mau kan jadi teman gue?" Arjuna memegangi bahu Mila, ia mengusap air mata di wajah Mila dengan ibu jarinya. Bukan pertemanan yang ingin Mila dengar, ia ingin lebih dari itu. Mila mengangguk pasrah setidaknya hubungan keduanya tidak akan serumit dulu.

Arjuna Menurunkan tangannya dari bahu Mila, ia elus perlahan perut Mila yang kian hari makin membesar.

"Hay anak Papa, Maafin Papa, ya, udah Bikin Mama sedih. Kamu tenang aja mulai sekarang, Papa akan buat kamu dan Mama bahagia," ucap Arjuna, ia kemudian berjongkok mengecup lama perut besar Mila. Mila tersenyum senang, apakah ini sebuah pertanda bahwa Arjuna akan memilihnya? Entahlah Mila tidak tahu, untuk sekarang yang Mila pikirkan hanya bisa bersama  Arjuna pria yang sangat ia cintai.

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang