Munafik

3.3K 159 1
                                    

Mona terbangun dengan wajah lesu juga tubuh rasanya penat sekali, sudah satu minggu ia tidak bisa tidur nyenyak, belakangan ini mimpi buruk selalu menghantuinya, dalam mimpi itu Mila selalu datang menyumpahinya dengan kata-kata tajam, sementara ia hanya bisa bersujud memohon ampun di kaki Mila. Rasanya Mona enggan sekali untuk berangkat ke sekolah hari ini, kepala, mata, pinggang semuanya sakit.




Mona rasa ia sedang stress, semua sosial media Mila sudah tidak ada yang aktif, semakin sulit untuknya mencari keberadaan Mila. Dara dan Mira dua orang yang menjadi partnernya malam itu pun tidak mengetahui di mana keberadaan Mila. Sempat terpikir oleh Mona untuk mencari ke rumah orang tua Mila, namun ia merasa takut, ia takut orang tua Mila melaporkannya ke polisi atau memberi tahukan semua kejahatan yang ia perbuat ke keluarganya. Mona takut akan diasingkan dan di anggap sebagai pembawa sial seperti mamanya.




Tapi tetap saja, Mona merasa bersalah, banyak tekanan yang ia hadapi akhir-akhir ini, ia bahkan lupa bagaimana menikmati makanan dengan baik. Semua terasa hambar, mengingat bagaimana Gilbran Aditama --ayah Mila mendidik putrinya membuat Mona yakin, orang tua Mila tidak akan membiarkan nama baik juga anaknya hidup tenang. Didikan tegasnya selama ini membuat Mona sadar, bahkan mulai terpikir asumsi-asumsi buruk di kepalanya.



"Bagaimana jika orang tua Mila mengusirnya dari rumah? Lalu Mila tinggal luntang-lantung di jalanan."



Setiap mengingat kalimat itu, Mona selalu dirundung rasa bersalah. Seingatnya dulu informasi terakhir yang ia dapatkan adalah Mila tengah mengandung, itu berarti sekarang kemungkinan kehamilan Mila sudah berjalan tujuh bulan, akan sangat sulit hidup di kota besar seperti Jakarta, pemulung, pencuri, bertebaran di mana-mana, arghhh. Mona kesal sekali, kenapa dulu saat ia ada kesempatan menelpon dia justru berkata kasar dan mengatai anak Mila sebagai anak haram. Seharusnya dulu, ia memberi dukungan dan menanyakan keberadaan wanita itu, bukan malah menghakimi wanita lain atas perbuatan kejinya. Mau sampai kapan pun ia berkata maaf itu sama sekali tidak berguna selagi ia belum bertemu dengan Mila.



Mona berjalan lunglai menuju kamar mandi, menggosok gigi dan mencuci wajah. Ia melirik ke dalam cermin, wajah kusam, mata Panda, kantong mata yang terasa perih. Sungguh menyedihkan. Tapi tidak lebih menyedihkan dari hidup seorang sahabat yang saat ini menjadi alasan dirinya begini.



"Sorry, Mil. Gue janji, gue akan terus cari lo."



Sekarang sudah pukul tujuh tepat tapi Mona belum juga beranjak dari meja makan, makanan yang banyak itu sama sekali tidak ia sentuh, Mona hanya meminum segelas air untuk tenaganya pagi dan siang ini. ARTnya pun menggeleng miris melihat perubahan besar pada anak majikannya, tidak terdengar suara canda- tawa, tegur-sapa seperti biasanya pun sudah tidak pernah lagi ia dengar.



"Makan, Non," ucap ART perhatian.



"Gak, makasih. Mona berangkat dulu," balas Mona sembari menghela napas pelan.



"Hati-hati, Non."



Tiba di sekolah, Mona masih terus diam, ia sedikit melamun, sampai tidak sadar Dara dan Mira memanggilnya dari belakang.



"Mona!"



"Tunggu, woi!"



Mira dan Dara berjalan beriringan di koridor, mereka berdua berjalan di sisi Mona. Mereka saling melirik saat melihat Mona yang sama sekali tidak menganggap keberadaan keduanya.



"Lo kenapa, Mon, lesu banget hari in?" tanya Dara.



"Iya, kaya bukan elo banget. Lo berantem sama Kak Kevin?" Mira menimpali.



"Lo berdua... udah tau di mana keberadaan Mila?" bisik Mona parau, tanpa mengalihkan pandangannya.



"Buat apa sih, Mon. Lo nanyain dia lagi? Bukanya lo sendiri yang mau Mila pergi jauh dari hidup lo?" Dara tak habis pikir, untuk apa Mona masih terus memikirkan Mila. Selama ini, ia sudah sangat senang berkat menghilangnya Mila, ia bisa kembali bersama mantan pacarnya--David. Memang Mila seharusnya tidak di permasalahkan atas rasa cinta yang David miliki untuk wanita itu, tapi tetap saja, sifat sok baik Mila selama ini membuatnya muak.



"Iya hidup kita lebih tenang semenjak Mila pergi dari sekolah ini, seharusnya lo bersyukur bukan malah bikin capek diri lo sendiri buat mikirin orang yang gak penting kaya dia," kata Mira.



"Syukur? Syukur lo bilang? Bacot! Lo berdua tau apa soal Mila? Dibanding Mila, lo berdua gak ada apa-apanya. Kalian munafik!" ucap Mona kesal, mudah sekali teman-teman munafik ini berkata, lupakan Mila katanya? Memang mereka tahu apa tentang Mila, mereka sama sekali tidak kenal Mila dengan baik, sok-sokan menghakimi!



"Lo kok malah nyolot, eh bangsat! Gue yakin lo kayak gini karena lo gak bisa dapetin kak Kevin kan? Makanya lo jadi sok-sokan belain si Mila?!" teriak Dara murka, matanya menatap Mona nyalang.



"Lo bilang kita munafik? Lantas lo apa? Teman yang nusuk teman dari belakang lu anggap super hero? Cuih, gue rasa lo sama Mila itu sama, sama-sama S A M P A H!" timpal Mira dengan menekan kan kata sampah, ia mendorong bahu Mona keras, sampai punggung Mona membentur tembok.



"Yuk, Dar. Ngapain kita ladenin sampah kayak ni cewek, gak guna! Munafik kok teriak munafik!"



"Yuk, bikin darah tinggi aja ni cewek, kalo kak Kevin tahu, abis dia dibunuh!"



"Mati aja deh lo, sana pergi cari si Mila-Mila itu!"



"Jangan pernah lagi lo sebut nama cewek sialan itu kalo lo masih mau temanan sama kita, kali ini kita berdua maafin lo. Tapi kalo sampai lo ungkit-ungkit nama Mila lagi... jangan harap lo bisa berteman sama kita lagi!"



Dara dan Mira meninggalkan Mona dengan perasaan kesal, untung saja mereka masih memberikan kesempatan untuk Mona berpikir ulang, mereka juga sebenarnya takut rahasia itu terbongkar. Akhir-akhir ini hidup mereka sudah tenang tanpa kehadiran Mila. Tapi entah setan apa yang merasuki kepala Mona bisa-bisanya, dia yang pertama kali mengajak justru menjadi pembela Mila yang paling keukeh.



"Gue ngelakuin ini karena gue sadar gue salah, Mila yang paling penting di hidup gue daripada Kak Kevin," ujar Mona lirih.



Mona menarik napas kasar, ternyata begitu besar kebencian Dara dan Mira kepada Mila, padahal Mila sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun kepada mereka, Dara dan Mira sama seperti dirinya, mereka hanya salah paham, mereka hanya kurang percaya diri dengan diri mereka sendiri, hingga akhirnya melimpahkan kekesalan itu pada orang lain. Tapi jelas itu sama sekali tidak bisa dijadikan pembenaran.


Teettt, teeeettt


Bel masuk berbunyi nyaring, semua siswa-siswi mulai memadati ruang kelas, dengan wajah riang juga ada pula yang tampak tidak bersemangat, Tapi pelajaran pertama di mulai dengan khidmat.


Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang