Malam ini suasana di rumah Yudistira cukup tenang, tidak ada suara ibu maupun ayah, jelas saja, jam-jam segini jika banyak pelanggan di toko pasti sang Ibu tidak akan pulang cepat. Sering kali Yudistira menawarkan diri untuk membantu, namun sang ibu selalu menolak karena sudah ada karyawan toko katanya.
Orang tua Yudistira memiliki bisnis kecil-kecilan, mereka memiliki toko bunga dan kebun sawit di kampung. Tiap pekan kadang-kadang mereka akan pergi ke kebun sawit sana. Seperti halnya kebanyakan remaja sekarang, Yudistira pun sama, ia gemar bermain game, keluar malam, sesekali ikut balap motor liar, tawuran. Namun semua itu dengan rapi ia tutupi dari kedua orang tuanya, Yudistira itu kalem, bisa sangat ramah atau bisa sangat membara layaknya api. Dia jarang sekali marah, sekalinya marah tidak akan ia lepaskan mangsanya.
Setelah puas dengan bermain game seharian, Yudistira memilih mendengarkan lagu sembari rebahan. Matanya tertutup dan bibir agak merah itu sesekali ikut melantunkan lagu yang ia dengar, Yudistira suka mendengar lagu jepang, hanya sekedar suka tidak lebih. Anak-anak jaman sekarang pasti langsung mengatakannya Wibu--
ungkapan yang ditujukan kepada seseorang terutama orang-orang Barat yang terobsesi dengan budaya Jepang secara berlebihan atau bertingkah laku seakan-akan mereka tinggal di Jepang, meskipun mereka bukan warga negara Jepang dan tidak tinggal di Jepang. Padahal Yudistira tidak sefanatik itu, ia hanya suka saja mendengar lagunya tidak dengan yang lain. Itu pun ia tahu lagu jepang dari si bangsaat Sadewa, kalau pemuda itu mungkin baru bisa dikatakan wibu, koleksi manga, lagu, film, manekin anime, semua ia punya.
Yudistira hampir lupa bahwa malam ini malam sejuta umat, alias malam minggu. Maklum, jomblo. Sebenarnya Yudistira tidak terlalu peduli, mau itu malam minggu, malam senin, atau malam jumat, baginya semua hari itu sama saja. Tapi kali ini atensinya beralih menatap jaket levisnya yang berada di atas kursi. Ia mulai menimbang, akan keluar atau tidak malam ini? Sadewa dan Nakula pasti ada di basecamp, kalau Arjuna? Mungkin temannya yang tidak lagi berstatus lajang itu kini sedang malam mingguan romantis berdua dengan Mila istrinya.
"Gue samperin Saras gak ya?" tanya Yudistira pada diri sendiri, matanya masih setia menatap jaket levis.
"Pergi aja kali ya, ngecek aja. Kali aja itu cewek beneran mau lakuin hal gila? Lagian gue udah janji sama Juna."
Menarik napas pelan, Yudistira bangkit dari tempat ternyaman itu. Ia mengambil kunci motor di nakas lalu memakai jaketnya. Ia berlari pelan menuruni tangga, lalu mengunci pintu rumah besar itu. Segera ia mengeluarkan motor ninjanya dari garasi, membiarkan mesinnya bekerja sebentar lalu menggasnya menuju rumah Saras.
Jalanan malam ini tampak ramai, terutama di kalangan muda-mudi. Suara-suara canda dan tawa menggelegar memenuhi sisi jalan, pedagang kaki lima pun terlihat sibuk mengulek, mengemas dan menyajikan makanan. Langit malam ini juga terlihat sangat cerah, selain bulan, bintang pun turut andil meramaikan serta menerangi malam ini.
Motor Yudistira berhenti tepat di depan pagar bercat putih, ini rumah Saras. Rumah mini malis bercat hijau daun, terlihat bersih dan rapi. Rumah itu terlihat seperti kontrakan, masih layak huni. Arjuna bilang, orang tua Arjuna lah yang memberikannya uang setiap bulannya. Yudistira mengecek pagar. Ternyata tidak dikunci, tidak sopan memang. Tapi, Yudistira malas sekali harus berteriak, apalagi mungkin gadis itu langsung tidak akan mau bertemu dengannya.
Tookkk, tokkk!
“ Permisi?"
Tidak ada sahutan.
Tokkk, tookkk
“Permisiii!”
Masih tidak ada sahutan, Yudistira menyerah. Mungkin gadis itu sedang keluar dengan teman-temannya. Yudistira sudah bersiap akan pulang kalau saja Saras tidak segera membuka pintu.
"Mau apa lo ke sini, mana Arjuna?!" tanya Saras dengan nada tinggi. Ia memandang Yudistira dengan tatapan setajam silet.
"Bukanya disambut, malah ngegas. Tamu itu raja," balas Yudistira santai. Tanpa diperintah Yudistira duduk dengan nyaman di kursi yang ada di teras.
"Siapa yang nyuruh lo duduk, pergi lo dari rumah gue!" Saras menarik tangan panjang Yudistira, tapi pemuda itu tidak bergerak sedikit pun.
"Ambilin gue minum dong, haus, nih, gue minta kopi, kalo gak ada, air putih juga gak pa-pa."
"Lo pikir gue babu lo?" balas Saras sewot, ia berkacak pinggang di hadapan Yudistira yang kini mulai memainkan gawainnya. Pemuda itu mengintip Saras sebentar, lalu kembali berpura-pura menatap layar ponselnya ketika gadis itu menatapnya balik.
"Gue nunggu, loh, masa tamu gak lo suguhkan apa-apa?"
"Ih, bawel banget sih lo! Tunggu di sini, awas sampe lo masuk ke dalam. Gue teriakin maling baru tau rasa lo!" Saras berjalan dengan kaki dihentak-hentakan, ia menutup pintu keras sampai terdengar nyaring. Melihat itu Yudistira mengangkat bahu acuh dengan senyum kecil diwajahnya.
Yudistira melihat sekeliling, kompleks ini bagus juga. Tapi ia merasa kasihan dengan Saras, masih muda namun harus berjuang hidup sendiri. Yudistira harus banyak-banyak bersyukur masih di karuniai keluarga utuh dan orang tua yang masih sehat walafiat. Apa gadis itu tidak merasa kesepian? Yudistira menduga, alasan dari Saras tidak mau putus dengan Arjuna... sepertinya karena ia takut kehilangan orang terdekatnya, Saras takut merasakan kesepian lagi.
Terlebih ia seorang gadis, bahaya dari penjahat-penjahat kelamin bisa saja mengintainya setiap hari. Kalau seperti ini Yudistira jadi merasa bersalah, awalnya ia berpikir Saras gadis ambisius, egois, tidak tahu diri. Yudistira sejenak lupa bahwa sesuatu pasti memiliki alasannya.
"Nih, minumnya. Cuman ada air putih doang."
"Makasih."
Saras duduk di samping Yudistira, netranya melirik Pemuda di sampingnya itu. Saras heran, tumben sekali Yudistira bertamu, ini adalah kunjungan pertamanya sendirian, biasanya dia akan datang bersama Arjuna. Walau mereka sudah kenalan hampir satu tahun setengah, tapi mereka tidak sedekat itu. Mereka hanya saling kenal nama, tidak lebih.
"Sebenarnya lo mau apa malam-malam datang ke rumah gue, Arjuna yang nyuruh lo ke sini?"
Yudistira menggeleng.
"Trus?"
"Gue cuman... mau bertamu aja, sekalian ngajak jalan-jalan kalo lonya mau, tadi gue pulang nongkrong, karena kebetulan gue haus dan lewat rumah lo.. jadi gue mampir." Ini alasan yang cukup logis bukan? Yudistira berbohong sekarang, nongkrong dari mana? Cih. Yudistira mengolok diri sendiri, sejak kapan dia suka tipu-tipu begini.
"Gue gak mau ke mana-mana. Gak ada yang bisa jamin kalo gue aman sama lo."
Mata Yudistira memicing. "Lo pikir gue ini pencuri organ? Kalo pun ia, gue gak bakal mau nyuri organ lo. Badan aja kaya tripleks apalagi organ dalamnya, pasti gak sehat."
"Enak aja! Gue sehat luar dalem, lo tu harus sadar diri. Udah letoy, kerempeng, tinggi, kurus, hidup lagi, gak ada menarik-menariknya!"
"Dih, biarin gue tinggi, dari pada elo? Cebol!"
"Lo apa-apaan sih? tujuan lo ke sini cuman mau nyari ribut sama gue? Pulang lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi Beda
Teen FictionJudul Sebelumnya [BECAUSE ACCIDENT] [TAHAP REVISI] Cerita ini tak terduga loh☡ alurnya bisa membuat kalian terkejut☺ cerita klasik yang bikin kamu penasaran tentunya😉 kalo tidak percaya sini buktikan sendiri❗ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA😉 Part awa...