Mila berjalan santai di pinggir lapangan, ia ingin menonton Arjuna dan timnya yang kini sedang latihan basket. Suasana lapangan cukup ramai oleh beberapa siswa yang sedang jam kosong. Baru saja Mila akan duduk di tribun. Tiba-tiba saja bola ditangan Dion melayang tepat mengenai kepalanya. Mila merasakan pandangannya seketika buram, hingga gelap mengambil alih kesadaranny.
Bima yang melihat itu langsung berlari secepat mungkin, ia menepuk-nepuk pelan pipi Mila, wanita itu pingsan. Bima langsung mengendong Mila ala bridal style ia sangat khawatir saat ini, dengan rasa cemas Bima menuju ke ruang UKS tapi saat itu UKS sedang sepi. Petugas UKS tidak hadir hari ini, Bima mengumpat kesal. Ia membawa Mila yang masih pingsan menuju parkiran, Bima membuka mobilnya menurunkan tubuh Mila dari gendongan ke kursi penumpang. Bima membawa mobilnya tidak sebaran, Bima sungguh khawatir, wajah gadisnya sudah sangat pucat, sedari tadi Bima terus menyerukan nama Mila namun wanita itu tidak kunjung membuka mata.
Bima terburu-buru membawa Mila masuk ke rumah sakit, sampai dia tidak menggubris panggilan seorang gadis di belakangnya.
Bima duduk di kursi tunggu di luar kamar pasien, pemuda itu duduk dengan gelisah, sedari tadi dokter tak kunjung keluar dari dalam ruangan bercat putih itu.
"Dek.” Sebuah tepukan mengagetkan Bima yang sedari tadi menunduk memejamkan mata.
"Iya dok, gimana keadaan teman saya?" tanya Bima pada seorang dokter wanita yang memeriksa kondisi Mila.
"Teman kamu baik-baik aja, orang tua dia sudah tau?" ucapan dokter itu membuat Bima bingung.
"Tau gimana, Dok?"
"Adek yang di dalam lagi hamil, usia kandungannya sudah memasuki Tree semester. Sudah tiga bulan dari sekarang. “
Deg..
Bima sungguh terkejut, bagaimana bisa Mila wanitanya tengah mengandung. Bima benar-benar marah sekaligus kecewa, Bima menetralkan raud wajahnya. Ia menatap sang dokter ramah, kemudian berkata, "Ah iya dok, dia istri saya. Kami menikah karna perjodohan," Bima tersenyum kikuk, ia sengaja berbohong. Bima tidak mau nama baik wanitanya terlihat buruk di mata orang lain.
Sang dokter tersenyum ramah. Kemudian mulai menjelaskan beberapa hal kepada Bima.
"Oh gitu, tolong di jaga ya dek istrinya. Kandungannya saat ini sedang rawan jadi harus selalu di perhatikan dan harus hati-hati juga dalam beraktivitas."
"Iya dok." Bima menyunggingkan senyum tipis sedari tadi hatinya terus bergejolak. Pikirannya mulai tidak karuan mendengar kenyataan pahit dari sang dokter.
"Kalo gitu saya permisi, adek bisa langsung masuk. Pasien sudah sadar." sang dokter berlalu meninggalkan Bima yang saat ini diam mematung di tempatnya. Ayolah hati Bima saat ini sedang hancur, adakah yang bisa mengerti?
Mila menatap kedatangan Bima dengan air mata yang mulai mengenang di pelupuk matanya, ia yakin Bima sudah mengetahui fakta yang ia sembunyikan selama ini. Mila malu, ia kembali merasa kotor.
"Bim, gua tau lo pasti menganggap gua cewek murahan sekarang... ." Mila tertunduk. Setetes air mata lolos dari pelupuk mata indahnya. Bima memegangi dagu Mila, membuat wajah wanita itu menatap tepat kedua bola mata coklat terangnya.
"Tatap mata gua Mil, apa lo lihat sesuatu di sana? Sedikit pun Gua gak pernah menganggap lo murahan. “ Bima mendekap Mila, membawa wanita itu dalam pelukannya. Mila terus menangis, isakan-isakan kecil keluar dari bibirnya.
Bima menghapus jejak air mata Mila, dia merasa terluka saat wanita itu menangis. Bima mengelus puncak kepala Mila lalu mendaratkan satu kecupan hangat di sana.
"Mil, gua gak tau apa yang sebenarnya terjadi sama lo. Kalau lo mau, gua akan selalu ada buat lo. Lo bisa berbagi suka dan duka lo dengan gua, jangan pendam masalah lo sendiri," Bima berkata dengan sungguh-sungguh, ia ingin menjadi rumah untuk Mila. Tempat di mana wanita itu bisa menetap dan mencurahkan segala keluh kesalnya. Dalam hati Bima sungguh kecewa tapi rasa cintanya lebih besar dari itu. Mila adalah satu-satunya wanita yang bisa membuat jantung Bima berdetak kencang, yang mampu membuatnya berpaling dari banyaknya wanita yang datang kepadanya. Bima sungguh tak mau kehilangan Mila, wanita yang sudah mengusik pikirannya sejak beberapa bulan ini.
"Tikus... gua anter pulang sekarang? Atau lo mau makan dulu? Lo tau gak Kus? Sumpah lo jelek banget pas nangis gini. Apalagi ingus lu berceceran ke mana-mana. jangan-jangan baju gua juga ada ingus lo lagi," Bima menatap penuh selidik ke arah Mila. Wanita itu tersenyum masam memukul pelan dada bidang Bima yang masih setia memeluknya.
"Uda-udah, bumil gak boleh nangis, mending kita ke resto. Gua traktir." Mila menatap Bima lekat, ia sungguh terharu.
Mila pikir Bima akan menjauhinya setelah mengetahui fakta itu. Namun, nyatanya laki-laki itu justru datang dengan sejuta tawa dan senyuman, hal itulah yang membuat Mila tidak ingin kehilangan sahabatnya Bima.
Mila mengangguk pelan, menyetujui ajakan Bima. Mereka berjalan di lorong rumah sakit, di sana Mona berdiri tidak jauh di belakang Mila dan Bima. Mona heran bagaimana bisa Bima sepupunya bisa mengenal Mila apalagi keduanya terlihat dekat.
***
Arjuna sedari tadi diam tidak menggubris pertanyaan-pertanyaan dari Saras, pikirannya saat ini hanya tertuju pada Mila. Bagaimana kondisi wanita itu, bagaimana dengan bayinya? Sementara Saras. gadis itu merasa jengah dan kesal kepada Arjuna yang tampak aneh dan cuek tidak seperti biasanya.
"Juna, Sayang... kamu kenapa?" tanya Saras untuk ke sekian kalinya. Arjuna mengabaikan Saras, tangan Arjuna memain-mainkan benda pipih di tangannya, berharap sebuah kabar baik masuk dalam benda tersebut.
"Gua gak pa-pa," ujar Arjuna datar, Saras terkejut. Untuk pertama kalinya Arjuna berkata 'gua' kepadanya. Terlebih sorot mata yang biasanya hangat berubah menjadi dingin saat menatapnya.
"Jun, kamu kenapa hiks... ." Saras menangis mengusap pelan air mata yang mengalir membentuk anak-anak sungai di pipinya, Arjuna tersadar dari lamunnya. Arjuna menyeka air mata Saras , ia sungguh merasa bersalah. Tatapan yang tadinya dingin kini kembali menghangat menatap kedua manik mata gadis itu.
Arjuna menangkup wajah Saras gadisnya, "Maafin aku, tadi aku lagi banyak pikiran," ujar Arjuna lembut. Saras mengangguk. Menenggelamkan wajahnya ke dalam dada bidang Arjuna. Ia tak memedulikan tatapan sinis dari Aina, lagi pula Saras tidak merasa melakukan kesalahan padanya.
"Dasar cewek ular," batin Aina kesal, ia remas-remas saputangan kecil di tangannya, hatinya panas melihat orang yang sahabatnya cintai malah berdua-duaan dengan kekasihnya. Aina berlalu menuju dapur. Ia tidak mau melihat kedua pasangan itu yang malah membuat ia semakin murka. Aina bersyukur Mila tidak melihat Saras dan Arjuna sekarang, kalau tidak, mungkin wanita itu akan semakin terluka.
Raga Arjuna saat ini bersama Saras. Namun pikirannya berkelana tak tentu arah. Ia ingin bertanya kepada Bima, tapi ia urung kala mengingat hal itu menjadi rahasia untuknya.
"Semoga lo baik-baik aja." Arjuna melirik keluar jendela Kafenya, di luar saat ini tengah mendung, beberapa saat lagi hujan akan turun membasahi bumi. Menggantikan sang surya bertugas. Seperti halnya langit dilanda awan, dada Arjuna juga dilanda lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi Beda
Teen FictionJudul Sebelumnya [BECAUSE ACCIDENT] [TAHAP REVISI] Cerita ini tak terduga loh☡ alurnya bisa membuat kalian terkejut☺ cerita klasik yang bikin kamu penasaran tentunya😉 kalo tidak percaya sini buktikan sendiri❗ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA😉 Part awa...