Hujan

10.7K 691 25
                                    


Arjuna Dwipandu, siapa yang tak mengenalnya? Kapten basket, penguasa SMA Pelita, dan si cerdas kesayangan guru. Tiga kata yang menggambarkan sosok Arjuna, sifatnya yang dingin dan cuek menambah karisma yang menubuatnya menjadi idola para kaum hawa.

Setiap kali Arjuna muncul maka ketiga kawannya. Nakula, Sadewa, dan Yudistira juga akan muncul. Mereka bertiga bersahabat baik dan tentunya menjadi anggota tim basket juga. Mereka juga tahu perihal sang kapten yang sudah menikah.

Semua mata menatap ke arah yang sama, dan heboh saat Arjuna dan ketiga kawannya berjalan masuk ke dalam kantin. Sang ketua berjalan memimpin bak model, sementara ketiga kawannya berjalan mengekor di belakangnya. Gadis-gadis di kantin berteriak histeris memanggil-manggil nama Arjuna.

Namun, Arjuna tak menghiraukan teriakan-teriakan para gadis itu, mata Arjuna yang tajam hanya menatap lurus ke depan, bibir kaku itu mulai melukiskan senyum yang indah, dan sorot mata yang dingin menghangat saat melihat seorang gadis yang sedang asyik mengobrol dengan kedua temanya.

Gadis itu tertawa lepas, tidak sadar sang Arjuna mengamatinya. Senyum indah gadis itu membuatnya terpanah, Arjuna tak ingin senyum itu di lihat lelaki lain, ia takut seseorang merebut gadis itu darinya.

Gadis itu. Saraswati Alisya Ningrum, gadis cantik berwajah polos dan berambut panjang, gadis cerdas yang terlahir dari keluarga biasa, gadis lembut dan sangat baik, gadis itu kesayangan sang Arjuna.

"Jangan kebanyakan senyum," ujar Arjuna menatap lekat wajah cantik Saras kekasihnya.

Saras menoleh, menyunggingkan senyum manis. "Emang kenapa kalo aku banyak senyum?”

"Nanti cowok lain ngerebut kamu dari aku."

Farah dan Dea, sahabat dekat Saras yang duduk di sebelah gadis itu tersenyum gemas, melihat interaksi sepasang kekasih itu.

"Sejak kapan kapten tim basket jadi gombal gini?" tanya Saras menahan senyum.


"Sejak kenal kamu, aku jadi kayak Dilan.” Arjuna mengacak gemas rambut Saras, senyum manis tidak pudar dari wajah tampannya.

Mila menopang dagu dengan sorot mata tidak lepas dari Saras dan Arjuna. Sepasang kekasih itu memang terkenal sebagai pasangan yang so sweet. Saras membuat iri para gadis SMA Pelita. Lihat saja, sekarang banyak pasang mata yang memperhatikan keduanya. Mereka hanya menjadi penonton sama halnya dengan Mila.


" Gila Benar-benar kayak dunia Novel," ujar Mila tersenyum kecut, berusaha menyembunyikan rasa sakit di dadanya.

"Kamu cemburu?" tanya Aina yang ikut mengamati adegan romantis ala Couple Novel itu.

"Mana mungkin Aku cemburu Na, Aku kan cuman benalu di antara mereka. Aku gak berhak untuk itu," balas Mila, ia menopang dagu, memainkan sedotan minumannya.

Aina mengelus lengan Mila. berusaha Menguatkannya, Aina tahu wanita di sebelahnya itu sudah jatuh cinta kepada Arjuna suaminya. "Sabar ya, Mil."

"Iya Na, santai aja. Aku ke toilet dulu," Mila beranjak dari kursinya, ia tidak sanggup lagi melihat adegan mesra antara Saras dan Arjuna. Dadanya sesak, ia berlari kecil menyusuri koridor yang saat ini sedang sepi. Ia berhenti di taman belakang sekolah yang selalu sepi, Mila menangis. menumpahkan air mata yang sejak tadi mengenang di pelupuk matanya.

"Mila... Sadar lo gak berhak merasakan perasaan ini!" Tangis Mila frustrasi, air matanya tak mau berhenti mengalir membentuk anak-anak sungai di wajah cantiknya.

Seseorang duduk di sampingnya tanpa permisi, dia Bima Setiawan. Lelaki itu mengeluarkan sapu tangan coklat dari kantong celananya.

"Nih, pake aja, dijamin bersih kok," ujarnya mengulurkan selembar sapu tangan, Mila terdiam sejenak kemudian menerima uluran sapu tangan itu. Mila menghapus linangan air mata di wajahnya. Ia mencoba untuk berhenti menangis, dia malu di tatap Bima dari tadi.

"Lo jelek kalo nangis, sini senderan di bahu gue,” kata Bima mengejek, Bima meletakan kepala Mila di bahu kokohnya, berharap wanita di sampingnya itu bisa sedikit tenag. Mila tidak menolak, kepalanya masih setia bersandar di sana.

"Kalo lo mau cerita gue siap mendengarkan. Tapi, kalo lo gak mau,  gak pa-pa hehe," Bima tertawa kecil merutuki ucapannya yang terdengar seperti orang bodoh di telinganya.

Mila diam mendengarkan ucapan Bima, sesekali isak kecil keluar dari bibirnya.

"Tau gak, Mil? Lo beruntung bisa bersandar di bahu gue. Cewek-cewek di luar sana cuman bisa berharap. Tapi, lo? Dengan gampangnya dapetin itu. Ck, lu harus bayar mahal pundak gue ini," Bima berkata dengan kepercayaan diri yang hakiki membuat Mila kesal mendengarnya, Mila memukul pelan lengan Bima sambil menghapus pelan air matanya.




Lelaki itu mengadu kesakitan,”Wee... sae lu Mil! kita belum kawin aja lu udah berani KDRT ke gue, apalagi kalo kita dah kawin. Nanti kayaknya gue bakal elo kubur idup-idup," omel Bima.

Mila mengangkat kepalanya dari pundak Bima. "Siapa juga yang mau kawin sama lo!" Mila menabok wajah Bima, si empunya wajah mengadu kesakitan. Bima menatap lekat wajah Mila yang kini tengah tertawa terbahak-bahak. perasaannya menghangat ketika melihat Mila, wanitanya. Bolehkan Bima menyebut Mila wanitanya?

"Daripada mewek-mewek kayak monyet, mending kita bolos?" ajak Bima menaik turunkan alisnya.

"Apa lo bilang tadi? Monyet?!" Seru Mila melotot, sambil mempoutkan bibir.


"Hehe Sory, yaelah gue cuman bercanda jangan baperan dong," ucap Bima, menekan-nekan pipi chuby Mila dengan jari telunjuknya.
"Isshh... apaan si Bim? Lepas gak!"

Tangan nakal Bima berhenti bermain-main dari wajah Mila. Wanita dengan bando polkadot itu bangkit berdiri menghirup pelan udara. Cuaca saat ini sedikit mendung di tutupi awan-awan, seakan tidak membiarkan sang surya menyinari bumi.

Mila berbalik badan, menatap Bima yang tersenyum di atas kursi taman. Bima bangkit berdiri di sebelahnya, ia menggandeng tangan Mila menuju parkiran.

"Motor?" Mila menatap Bima dengan tatapan bingung, biasanya lelaki itu akan membawa mobil Sport merahnya. Tapi, yang Mila lihat sekarang adalah sebuah motor CB 100 klasik berkelir biru muda yang terparkir rapi di sisi keduanya.

"Iya. Kenapa? Lo emangnya gak mau naik motor?"

"Mau banget!"


"Tapi... gimana sama guru? Ini pertama kalinya gue bolos," ujar Mila cemas.

"Tenang aja, sekali doang gak akan masalah kan? Yuk naik."

Meski ada rasa ragu di hatinya, Mila tetap menaiki motor itu. Ini kali pertama Mila menaiki motor dan juga bolos, mereka keluar dari parkiran yang tampak sepi. Untungnya pak satpam tidak ada di pos jaga, Hal itu memudahkan Bima dan Mila untuk keluar dari lingkungan sekolah.

Mata Mila langsung di sambut jalan raya yang tampak legam, jam-jam kerja seperti ini membuat jalan tidak terlalu macet seperti biasanya.

"Bim, kita mau kemana?" tanya Mila, udara dingin menusuk tulang. Angin berembus kencang membuat anak-anak rambutnya menari-nari kecil. Tiba-tiba, rintik hujan membasahi bumi dengan derasnya. Seakan saling beradu mencapai bumi tercepat.

"Tenang, lo bakalan aman kok." Bima menyunggingkan senyum manis di balik kaca spion.

"Lo punya masalahkan? Sekarang teriak! HUJAN TURUN BASAHIN KITA BERDUA!" teriak Bima lantang, tidak membiarkan cela, hujan menenggelamkan suarnya.

Mila tersenyum, ia merentangkan tangan menikmati hujan membasahi tubuhnya.

"TUHAN BIARIN MILA BAHAGIA!"

"GUE SUKA HUJAN!"

"PENGEN TIDUR! HA HA HAH"

Bima memarkirkan Motornya di tepi jalan yang sepi, mereka berdua berdiri berhadapan di bawah hujan yang mengguyur bumi dengan derasnya, Mila dan Bima saling menatap kemudian tertawa lepas bersama.

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang