SEPAKAT

3.2K 187 4
                                    

"Biar gue aja, gue yang akan coba,"  ujar Yudistira saat ke enam mata itu mengarah ke padanya.

"Sebenarnya... gue juga lebih yakin sama Yudistira di banding diri gue sendiri, hehe." Itu suara Sadewa yang kini tengah nyengir sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Apalagi gue?" Nakula menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk. "Gue mungkin yang dibunuh sama Saras."

"Tapi lo yakin, Yud? kalo cuman buat main-main aja gue gak akan setuju," ucap Arjuna serius, matanya menatap intens wajah salah satu temanya itu.

"Gue yakin, kita gak akan tahu sebelum mencoba. Bisa aja gue mungkin bisa suka sama dia nantinya? gak ada yang tahu gimana kedepannya, Cinta hadir karena terbiasa, mungkin itu akan berlaku juga buat gue."

"Wih keren, good luck, Yud."

"Ya, semoga."

"Thanks, Lo semua udah mau bantu gue, dan buat Lo, Yud. Gue harap lo bisa gue andalkan."

"Sip, serahin aja ke gue, Jun," kata Yudistira yakin, ia menepuk bahu Arjuna, memberi semangat untuk calon Papa muda itu.

"Yang harus lo pikirin sekarang ini itu cuman keluarga lo, soal Saras biar gue yang urus."


Arjuna merasa sedikit tenang sekarang, menurutnya memang Yudistira yang lebih bisa ia andalkan. Semoga cara ini akan membuat hubungannya dan Saras kembali membaik. Arjuna tidak ingin persahabatan mereka sampai rusak hanya karena rasa cinta yang memang seharusnya tidak hadir di antara keduanya.

Aina membawa nampan berisi pesanan Nakula tadi. Ia dengan hati-hati memindahkan satu persatu piring ke meja. Sedari tadi Aina meneguk ludah susah saat ekor matanya melihat Nakula yang menatapnya tanpa berkedip, tidak Aina pungkiri, jantungnya mulai maraton sekarang.

"Silakan dinikmati..."

"Makasih, dek Aina," balas Nakula tersenyum lebar.

"Permisi."

Mata Nakula memandangi punggung Aina yang menjauh, tanpa ia sadari senyum manis dan tulus terus terpatri di wajahnya. Ada apa sebenarnya? kenapa Nakula merasa ada getaran aneh di dadanya? dan entah mengapa Aina terlihat begitu cantik hari ini.

"Jun, gimana sih rasanya punya istri?" tanya Nakula sembari memasukan kentang goreng ke mulut.

"Hm, biasa aja," balas Arjuna cuek.

"Wih, biasa aja dong... kudu kita aduin ke bininya nih," kelakar Sadewa tertawa.

"Alah palingan si Juna boong, lain di mulut lain di hati tu. Lo pada kan tahu Arjuna orangnya gengsian," celetuk Yudistira.

Dalam hati Arjuna malah berkata... menikah itu sungguh menyenangkan, ada yang meluk, ada yang hangatkan kalo kedinginan, ada yang perhatian, ada yang masakin. Punya istri rasanya   nano-nano, apalagi seorang malaikat kecil akan hadir, Arjuna sangat tidak sabar menantikan kelahiran sang putra. Tentu saja Arjuna tidak akan mengatakan hal-hal yang ia rasakan sekarang ini ke teman-temanya. Arjuna tidak ingin mereka terjerumus  dalam perbuatan buruk sepertinya. Walau pun ia tidak menapik bahwa ia bahagia tapi tetap saja, hubungan yang sempurna adalah hubungan yang dilandasi rasa saling memahami.

Sekarang sudah pukul lima sore, dan Arjuna belum juga berkabar. Mila sudah menelpon nomornya beberapa kali, tapi nomor suaminya itu tidak aktif. Seharusnya Arjuna sudah pulang tiga jam yang lalu. Atau paling tidak, ia memberitahu Mila ke mana ia pergi. Lelah menunggu Mila memilih menonton TV di ruang tamu, acara hari ini tidak ada yang menarik.  Dari tadi Mila hanya mengonta- ganti saluran, beberapa kali ia juga menguap, mata itu pun rasanya mulai memberat hingga Mila tidak sadar, ia telah dibawa menuju alam mimpi. Mata Mila tertutup sempurna, sementara Tv masih menyala.

Inilah yang terjadi ketika Arjuna bertemu teman-temanya, ia akan berakhir di lapangan basket, atau rumah Yudistira untuk bermain game, sampai tidak sadar ada seseorang yang menunggu di rumah. Seperti saat ini, tangan besarnya menekan lincah stik PS. Biasanya ia jarang bermain, tapi Sadewa memaksanya sampai ia tidak bisa menolak.

"Ada yang mau kopi?" tanya Yudistira.

"Kita semua mau, ya kan Jun?" tanya Sadewa menunggu persetujuan.

"Hm."

Yudistira berjalan ke dapur, dapur dengan nuansa penuh dengan warna hijau muda itu terlihat begitu lucu. Bahkan panci, wajan, kulkas dan semuanya hampir di dominasi warna hijau muda, Ini adalah karya sang Ibu. Ibunya Yudistira sangat menyukai warna itu, sebelumnya Yudistira hampir protes. Ia merasa dapurnya jadi terlihat norak, namun karena tidak mau membuat Ibunya terluka, Yudistira memilih memendam dan lama kelamaan ia mulai terbiasa.  Yudistira menuangkan kopi buatannya ke dalam gelas, ia menyicipi kopi miliknya lalu menyuguhkan minuman berkafein itu kepada teman-temannya.

"Kuy gabung, Yud," ajak Sadewa tanpa berpaling dari layar.

"Kalian aja."

Yudistira memilih merebahkan diri di sofa, ia merogoh kantong seragam sekolahnya, mengeluarkan benda pipih itu dari sana. Ia membuka notifikasi pesan dari WhatsApp, ternyata itu dari Ibunya.

Ibu
[Sayang, ibu sama bapak mungkin pulang terlambat, kamu jangan lupa makan.]

[Maaf tadi ibu buru-buru, makanya tidak sempat masak.]

Me
[Iya, Yuda udah makan di kafe Arjuna.]

[Ibu gak usah khawatirkan aku, Yuda sudah besar.]

Ibu
[Sukurlah, dimata Ibu kamu masih kecil. Apalagi kamu anak satu-satunya  ibu dan bapak.]

[Ibu lanjut kerja dulu, ya? see you my son...]

Me
[Semangat, see you to my love]

Yudistira tersenyum saat membaca pesan sang Ibu apalagi ditambah emoticon love di mata dan di mulut membuatnya tersenyum geli. Tiba-tiba bayangan Saras muncul di benaknya, dengan cepat ia meraih tas Arjuna yang ada di bawah kakinya.

"Jun, minjem HP, gue mau ambil nomor Saras."

"Ambil aja di anak tas."

"Cieee, yang mau PDKTan sama calon pacar... ciee... "

"Cieee.... cieee, babang Yuyud cieee," timpal Nakula mengikuti koor cie dari Sadewa.

"Diem lo berdua."

Yudistira merogoh kantong tas Arjuna, ternyata ponsel pemuda itu mati. Yudistira menyalakan ponsel Arjuna, ternyata wallpaper ponsel pria es itu adalah foto Mila yang sedang tertidur memeluk buku. Jangan-jangan ini pula alasan mengapa Arjuna sangat pelit jika teman-temanya meminjam ponsel miliknya. Mungkin memang hanya Yudistira yang tahu perihal foto layar gawai itu. Cukup manis untuk seorang Arjuna yang biasanya selalu terlihat misterius, Mila beruntung mendapatkan Arjuna. Atensi Yudistira beralih melihat catatan panggilan, temanya itu lupa diri atau bagaimana?

"Jun, lima panggilan tak terjawab dari Mila!"

Arjuna terkejut, ia melihat jam dinding. Sial, sekarang sudah jam enam sore. Ia lupa mengabari istrinya, segera Arjuna bangkit dari duduknya. Ia segera meraih gawai miliknya dari tangan yudistira, perasaan bersalah mulai merasuki hatinya.

"Gue kirim lewat WA." Arjuna segera meraih tasnya.

"Gue balik dulu," pamit Arjuna tergesa.

"Tiati Jun!"
 

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang