SINDIRAN

11K 714 26
                                    

Malam ini Mila benar-benar pusing pasalnya sedari tadi dia terus saja terbayang- bayang wajah Arjuna.
Mila berguling-guling ke sana- kemari di atas kasur. Jantungnya berdetak tidak karuan saat seseorang yang ia pikirkan berdiri di depan pintu kamar.

"Aduh gila. Gue kenapa dah. Nih, jantung nape cenat-cenut mulu sih!" batin Mila kesal.

Arjuna tampak biasa saja, dia bingung melihat keadaan kasur yang berantakan biasanya kasur itu selalu tertata rapi. Tapi ya sudahlah untuk apa ia pikirkan masalah kecil seperti itu.

"Jadi pergi gak?" suara berat Arjuna mengagetkan Mila yang tengah sibuk sendiri memegangi dadanya yang kian berdetak kencang saat mendengar suara Arjuna.
"Ja-jadi," balas Mila gugup, Arjuna menyentuh wajah Mila yang memerah. Apa wanita ini sakit? tanya Arjuna pada dirinya sendiri.

"Lo sakit? muka lo kok merah gini?" tanya Arjuna datar, menatap Mila yang kini duduk di samping ranjang.

"A-aku gak pa-pa." Mila yang biasanya kalem jadi gugup akibat perlakuan Arjuna tadi, apa iya di jatuh cinta pada Arjuna? Mila belum tahu pasti apa yang ia rasakan saat ini. Tapi, tidak dapat ia bantah getaran di dada saat melihat wajah Arjuna.

Arjuna menjauhkan tangannya dari Mila. Ia berjalan keluar dari kamar saat melihat sebuah nama yang tertera di atas layar ponselnya, Saras kekasihnya menelepon.

"Pasti itu dari pacarnya.” Mila mendengkus kesal.

"Lah kenapa gua perduli! dia itu bukan siapa-siapa lo Mila... Inget!"
Mila berjalan keluar setelah selesai berganti baju, ditatapnya Arjuna yang tengah duduk di atas  sofa.

Ia tampak sibuk mengetik papan keyboard ponselnya. Mila yakin lelaki itu sedang mengirim  pesan kepada kekasihnya. Mila kesal, ia mengentak-entakkan kaki membuat Arjuna yang tadinya fokus pada handphone beralih menatapnya.

"Lo itu harus inget, lo itu gak sendiri sekarang!" Arjuna menatap tajam ke arah Mila. Mendengar suara Arjuna yang sudah mirip bentakan itu membuat Mila tiba-tiba menangis, hal itu membuat Arjuna bingung sendiri.

"Salah Aku apa, sih, kak. Hiks... .” 

Mila berteriak dalam hati, “ apaan  nih gue, mewek-mewek gak jelas. Gila... hormon ibu hamil menurunkan harga diri gue!”

Arjuna memeluk tubuh Mila, mengelus pelan surai wanita itu. Ia merasa sesak saat wanita di hadapannya itu menangis, Arjuna merasakan perasaan yang menjanggal di hatinya. Saat di dekat Mila ia merasa jantungnya berdebar-debar kencang.

Mila membalas dekapan Arjuna, ia menangis tersedu-sedu dalam dekapan suaminya. Arjuna memegang bahu Mila ia bingung harus berbuat apa. Terlalu dekat seperti ini membuatnya canggung.

"Lo kenapa?" tanya Arjuna lembut. Mila yang di tanya hanya  diam, sesekali isak tangis keluar dari bibir manisnya.

**

Mila duduk di bangku tunggu rumah sakit, Arjuna sedang pergi mengambil nomor antrean. Banyak ibu-ibu yang menatapnya lekat. Salah satunya mengajak Mila mengobrol.
"Dek nikah muda ya, gara-gara hamil duluan pasti ya? anak muda jaman sekarang suka aneh-aneh ya Mas," ujar ibu itu menatap ke arah Mila, kemudian pandangannya berganti pada seorang pria paru baya yang ada di sebelahnya.

"Udah. Bu, ngapain di urusin," ujar pria itu memperingati istrinya.

"Emang benar kan Neng? Nikah muda karena hamil duluan? kenapa gak jawab? malu ya, Neng ketahuan?” Ibu itu kembali bertanya, nadanya terdengar di buat-buat. kentara sekali bahwa dia sedang menyindir Mila, Mila hanya diam. Mila mulai berkaca-kaca sejujurnya memang dia malu, apakah pantas Mila di persalahkan dengan semua ini? Siapa yang menginginkan mendapat nasib sial seperti itu?

"Ada apa ya Bu? Ibu ada urusan apa sama istri saya?" tanya Arjuna yang baru saja datang, Mila yang tadinya tertunduk, mendongak menatap suaminya yang tersenyum hangat ke arahnya, Arjuna mengelus surai Mila perlahan.

Ibu itu memandang remeh Mila dan Arjuna, "Bu, ayo itu giliran kita," kata suami si ibu. Mereka berjalan menjauh menuju ruang pemeriksaan, sementara Mila terisak kecil. Ia sakit hati mendengar ucapan ibu tadi.

Arjuna hanya diam memegangi tangan Mila yang terasa dingin, ia juga sebenarnya kasihan. Tapi, tidak ada yang  bisa Arjuna lakukan saat ini selain diam.

Lima belas menit menunggu akhirnya tiba giliran Mila, mereka berdua memasuki ruangan bernuansa putih dengan aroma obat sebagai ciri khasnya. Mila dipersilahkan berbaring di atas bangkar rumah sakit, dokter mulai memeriksanya. Sementara Arjuna duduk di bangku sebelah bangkar sambil terus mengamati apa saja yang di lakukan sang dokter wanita itu.

Setelah selesai pemeriksaan Mila bangkit mendudukkan diri di kursi pasien, dokter menjelaskan apa saja yang harus Mila lakukan. Arjuna mendengarkan dengan saksama setiap interupsi  yang dokter itu sampaikan.
"Kondisi dek Mila cukup stabil, perkembangan janinya juga baik. Tapi kalian harus waspada karna kehamilan di usia muda sangat rawan terjadi keguguran, saya sudah membuat resep bisa langsung di tebus di apotek," ujar sang dokter menjelaskan.

"Dan juga kamu tidak boleh stres sebab itu bisa berpengaruh pada perkembangan si jabang bayi," lanjutnya lagi. Mila mengangguk paham sembari menyunggingkan senyum tipis.

"Kalo gitu kami permisi dok," ujar Arjuna, Arjuna dan Mila berjalan beriringan. Mila kembali teringat kejadian tadi di mana Arjuna menatap hangat padanya, Mila tak mau besar kepala. Ia cukup sadar bahwa apa yang di lakukan Arjuna tadi hanya sekedar pura-pura. Tapi, tidak dapat Mila ungkiri, ia sangat berharap kalau apa yang tadi Arjuna lakukan benar-benar tulus untuknya bukan sekedar akting.

Mila sadar ia sudah mulai terjatuh dalam pesona Arjuna, Mila mencintainya terlepas bagaimana perlakuan Arjuna selama ini terhadapnya. Mila tahu rasanya akan percuma. Sebab Arjuna sudah punya orang lain yang menempati ruang di hatinya, tapi apakah salah jika Mila berharap suatu hari nanti Arjuna dapat menerimanya?

Mila terdiam di dalam mobil, memandangi kendaraan berlalu-lalang. sementara Arjuna di sampingnya tengah sibuk menyetir.
Mood Mila saat ini sedang buruk, ia hanya ingin sendiri sekarang.

Sesampai di apartemen Mila langsung menuju kamarnya, tanpa berkata sepetah kata pun kepada Arjuna. Mila ingin menangis meratapi kebodohannya, meratapi ke tidak beruntungannya.

Arjuna hendak mengetuk pintu namun ia urung kala mendengar isak tangis di balik pintu kamarnya itu. sejujurnya ia ingin mendekap Mila, ia ingin mengatakan jangan menangis namun Arjuna tidak bisa. Arjuna terlalu gengsi, Arjuna akui ia memang egois telah menganggap wanita  yang tengah mengandung anaknya itu benalu dan mala petaka dalam hidupnya. Nyatanya di sini Arjuna yang bersalah ia lah yang membuat wanita itu di benci keluarganya, Kehilangan kehormatan dan identitasnya.

Arjuna menyenderkan punggungnya di depan pintu, ia menarik nafas kasar. Pikirannya berkecamuk, Arjuna melangkah menjauhi kamar itu. Membiarkan Mila menangis sendirian, saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan. Hatinya masih bimbang tentang perasanya yang berubah-ubah. Arjuna  mengambil jaketnya membawa kaki panjangnya melangkah keluar dari apartemen.

Mila berteriak. Wajahnya memerah, Mila mengepalkan tangan.  kukunyah menancap tepat di buku-buku tangannya menciptakan  beberapa goresan luka  di sana.

"Kenapa... kenapa gue terlalu berharap. Hati gue sakit ...hiks...  kenapa sih, Mil? Kenapa elo sebodoh ini? Apa gue nggak pantas bahagia? Kenapa Tuhan... Cobaan apa lagi yang mau engkau berikan padaku? Apa semua ini belum cukup?" tangis Mila pecah memenuhi ruangan. Ia memeluk lututnya berusaha menegarkan dirinya sendiri. Mila menatap lantai dengan tatapan kosong. Entah kapan ia mampu bertaha. Dia sungguh butuh pelukan, sandaran, perlindungan dan.... kepastian.




Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang