Terciduk

3.5K 168 2
                                    

Mentari pagi menyembulkan separuh badan, dibalik awan sana, sinar keemasan mencoba menghalau embun di pucuk-pucuk daun. Udara masih terlalu dingin kala Arjuna membuka kelopak matanya yang terasa lengket satu sama lain. Pandangannya memutar ke segala arah saat ia tidak mendapati sang istri di sebelahnya. Arjuna mengusap wajah malas sebentar lagi ia harus berangkat sekolah dan rasanya badan itu seolah enggan untuk meninggalkan  kenyamanan yang kasur hangat itu berikan padanya.

Arjuna masuk ke dalam kamar mandi, menatap cermin sebentar lalu sebuah senyum manis terukir di wajah rupawannya. Arjuna menekan sebelah pipi kiri yang terdapat tanda merah dari lipstik sang istri, ia teringat kejadian tadi malam. Kala Mila tiba-tiba manja dan menghujaninya dengan kecupan.  Tadi malam mereka melakukan 'itu' awalnya hanya kecupan. Tapi entah mengapa Arjuna lepas kendali. Arjuna menggeleng, memukul kepalanya yang kembali mengingat kejadian mesum itu.

"Aish... bego, sekarang Mila gimana ya? Apa itunya sakit. Bego banget sih lo Arjuna!" Arjuna mendesah resah, ia sangat takut dengan keadaan calon anaknya, walau pun sebelumnya ia telah konsultasi dan dokter berkata itu bukan sesuatu yang berisiko bagi anaknya. Tapi tetap saja Arjuna merasa takut. Segera ia bergegas mandi, Arjuna harus minta maaf.

Setelah berpakaian lengkap dengan seragam rapi dan tas bertengger di bahu, Arjuna berjalan menuju dapur, seperti biasa istri cantiknya itu tengah sibuk memasak. Kali ini aroma telur dadar menyeruak menusuk indra penciuman Arjuna, bunyi perut keroncongan pun menjadi sambutan hangat untuk pagi yang dingin bagi Mila. Ia tersenyum di balik punggung Arjuna, mendengar suara cacing berdemo itu membuat Mila tidak kuasa menahan tawa.

"Ha ha ha, Kak. Uda lapar?" tanya Mila yang di balas anggukan kepala oleh Arjuna.

"Duduk dulu, aku cuman masak telur dadar. Tadi, abis jemur pakaian makanya aku masaknya lama. Maaf ya."

"Iya, gak pa-pa. Makan pake garam asal ada kamu juga pasti tetap enak."

blus...

Pipi Mila merona, bisa-bisanya suami dinginnya itu menggombal di pagi ini. Mila melipat bibir tidak mau sampai Arjuna tahu bahwa dia sudah baper dibuatnya.

"Gak percaya, besok-besok aku kasih kak Juna makan nasi pake garam, ya? Mila pengen lihat benar gak sih itu ucapan? Atau... cuman gombalan aja?" Alis Mila terangkat, menantang.

"Oke, mari kita lihat besok," balas Arjuna tersenyum lebar.

"Uh dasar!"

"Kamu udah makan?" tanya Arjuna sebelum menyuapkan sesendok nasi bercampur telur dadar ke mulut.

"Belum, aku makan nanti aja, yang terpenting kak Juna dulu yang makan, kan kak Juna sekolah."

"Sini, duduk," titah Arjuna sembari menepuk kursi di sebelahnya.

Mila menurut, ibu muda itu duduk di sebelah suaminya dengan tangan terlipat di atas meja. Sesekali jemari lentiknya membenahi rambut Arjuna yang jatuh ke dahi.

"Hm, soal tadi malam... aku... minta maaf, aku khilaf." Mata Arjuna menatap iris Mila dalam, sorot mata setajam elang itu kini memancarkan sinar penuh penyesalan.

"Pasti sakit kan? Aku... benar-benar minta maaf," ulangnya, Arjuna menggapai tangan kanan Mila, menciumnya lama.

"Nggak pa-pa, Kak. Udah gak sakit lagi kok, itu bukan sepenuhnya salah kak Juna. Aku dan Dedek bayi baik-baik aja," balas Mila tersenyum tipis, aduh sejujurnya Mila malu bila harus kembali membahas masalah tadi malam. Karena memang yang memulainya adalah dia sendiri. Tapi suaminya ini agaknya begitu peduli padanya, Mila sangat senang.

"Kak Juna, kan sekolahnya tinggal beberapa bulan lagi, kak Juna udah tau mau lanjut kuliah di mana?"

"Belum, aku pilih di sini aja. Biar sekalian sama kamu, lagi pula kafe kita harus aku urus sendiri. Lumayan buat biaya lahiran."

"Oya, Kak Abi jadi datang gak, sih, kak? kemarin katanya datang pulang."

"Iya gak jadi, katanya di undur bulan depan. Masih ada urusan di sana katanya."

"Mama pasti kecewa?"

"Iya, Mama bilang bang Abi PHP. Aku gak peduli dia datang juga," balas Arjuna cuek.

"Loh kok gitu? Kalian ada masalah apa? Dendam kamu sama dia, Kak?"

"Ngga. Kita emang gak terlalu dekat, tepatnya aku males dengar dia ngoceh."

"Huuu, makanya jangan jadi kulkas."

"Jadi kamu nyamain suami kamu ini sama kulkas?" Alis Arjuna naik- turun mendengar penuturan istrinya itu. Memang Arjuna akui dia sebelumnya sangat irit bicara. Tapi sekarang tentu saja Arjuna rasa ia sudah berbeda, entah mengapa ada rasa tidak terima saat Mila mengatainya kulkas.

"Iya, awal kita kenalan kan kak Juna dingin banget," ujar Mila cemberut.

"Kalo sekarang?" tanya Arjuna, wajah keduanya kini sangat dekat. Bahkan mereka bisa saling merasakan deru nafas masing-masing. Mila hanya diam, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jantungnya saat ini tengah maraton dengan napas yang sedikit ia tahan.

"Kenapa diam?" Jemari Arjuna mulai menari di atas wajah Mila. Ia membelai lembut wajah istrinya, wajah itu kini semakin dekat hingga tanpa sadar hidung mereka saling bersentuhan. Mila menegang kaku, semua saraf yang ada di tubuhnya seolah terhenti. Ia tidak bisa berkata apa pun, juga tidak bisa sekadar mengangkat tangan untuk menjauhkan wajah Arjuna dari wajahnya.

"Hei?" tanya Arjuna yang tak kunjung mendapat balasan.

Lucu sekali wanita ini, tadi dia tampak mengoceh banyak hal, bahkan mengeluh tentang sifatnya tapi kini? Dia justru terdiam kaku dengan rona merah di pipi. Mendapati tidak ada respon, Arjuna segera saja mengecup bibir Mila lama. Wanita itu terkejut dengan mata melotot, menatap wajah Arjuna di hadapannya. Ciuman Arjuna terkesan menuntut tapi Mila hanya berdiam diri.

Buk...

Suara benda jatuh mengagetkan Arjuna dan Mila, mereka sama-sama menoleh ke sumber suara. Tepatnya di arah pembatas dapur dan ruang tamu. Di sana... berdiri Nakula dan Sadewa dengan mata mengerjap dan mulut menganga, astaga pagi-pagi sudah melihat pasangan halal berbuat mesum. Ini tidak baik bagi kinerja otak Nakula.

"Ekhm ..Gu-gue sama Nakula mau ngajak lo berangkat bareng, Jun," ujar Sadewa yang kembali tersadar dari situasi awok-awok ini. Ia menggaruk kepala bagian belakang.

"Se-selamat datang bang Nakula, Bang Sadewa. K-kalian udah pada makan?" tanya Mila yang kini hanya bisa tertunduk malu. Ingin berlari tapi tidak berani soalnya pintu keluar di samping Nakula.

"Ngadep belakang lo berdua!" seru Arjuna naik satu oktaf.

Nakula dan Sadewa berbalik badan, mereka sama-sama melontarkan cengiran yang entah apa maknanya.

"Kak... sumpah aku malu!" bisik Mila menutup wajahnya.

Arjuna tidak menanggapi. Ia mengecup puncak kepala Mila, lalu segera berlalu dari hadapan wanita itu. Arjuna menarik paksa kerah baju kedua temanya itu.

"Kita pamit, Mil!" seru Nakula dan Sadewa bersamaan tanpa berpaling ke belakang karena tatapan tajam penuh intimidasi yang Arjuna berikan kepada mereka.




Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang