Kado yang salah

3.8K 174 1
                                    

Malam ini Mona terlihat begitu cantik dengan gaun berwarna biru muda yang ia kenakan. Semua orang juga tahu bahwa memang Mona cantik dan memiliki senyuman yang begitu manis, sayangnya tidak semua orang tahu senyum manis itu sering kali memunculkan smirk jahat, tidak semua orang tahu wajah cantik itu bisa menjelma menjadi iblis menakutkan. Hanya Mila yang tahu bagaimana rasanya tertusuk oleh belati tindakan sang sahabat. Memang benar kata orang jangan sekali-kali hanya melihat seseorang dari sampulnya saja. Gadis manis seperti Mona sama halnya dengan sebungkus mie instan, di luar tampak begitu sempurna dengan kelengkapan dan kelebihan yang ia miliki. Tapi isinya? Hanya seutas adonan yang dilipat-lipat.

Mona tersenyum cerah saat menyambut tamu undangan yang hampir sebagian besar adalah teman sekolahnya. Iris hitam kelam miliknya masih setia menetap di depan pintu masuk, tentu saja ia menunggu sang pujaan hati—Kevin . Mona tidak sabar, tak apa bila Kevin tidak membawa apa-apa yang terpenting pemuda itu datang. Mona tidak ingin rugi, tentu saja karena ia sudah melakukan banyak hal hanya untuk dekat dengan Kevin. Mona tidak mau sampai ia melewatkan peluang yang telah susah payah ia ciptakan.

“Selamat ulang tahun, Mon.”

“Iya, makasih. Happy fun ya di sini,” ujar Mona membalas tamu undangannya.

Sebentar lagi acara peniupan lilin akan segera dimulai. Tapi Kevin belum juga menampakkan batang hidungnya. Raut wajah ayunya mulai terlihat layu. Apa mungkin dia yang di tunggu tidak hadir? Kenapa selalu begini?

Mona mulai mengingat kembali kenangan satu tahun lalu. Kevin pasti akan datang paling awal, dia akan sangat sibuk membantu acara ulang tahunya. Dia akan memberikan lelucon, berkata hal manis, tersenyum sangat lebar sambil berkata “Happy birts day Mona!” dan saat itu Mona akan tersenyum lebar. Agaknya Mona melupakan satu hal. Kevin di sana tidak sendiri, melainkan bersama Mila. Kevin bercanda dan tawa karena ada Mila. Pemuda itu peduli padanya karena satu orang dan itu masih hanya Mila. Mona sangat benci wanita sialan itu, kenapa selalu saja dia yang menjadi prioritas, kenapa selalu dia yang dicintai. Kenapa bukan Mona? Apa Kurangnya?

Kecewa. Itu yang Mona rasakan sekarang, undangan paling cantik ia berikan kepada Kevin tapi ternyata sama sekali tidak berguna. Pemuda itu menganggap kertas adalah kertas walau pun dihias sedemikian rupa dia tidak akan pernah berubah identitasnya, dia tidak akan pernah indah di mata seorang Kevin Dirgantara.

Mona lelah, tapi tidak bisa berhenti berjuang. Rasa cinta yang ia miliki terlalu besar, perjuangannya sudah sangat panjang bila harus berhenti di tengah jalan. Mona menatap tamu undangan satu persatu. Mereka tampak bahagia, tapi ia sendiri yang terluka di sini.

"Okey teman-teman sebentar lagi kita akan masuk ke acara puncaknya, yaitu peniupan lilin!" ujar Dara-- MC di acara ini.

"Yuhuu..." balas yang lainya serempak sembari bertepuk tangan. Mona kembali tersenyum palsu, mungkin Kevin tidak akan datang.

“Tiup lilinnya... tiup lilinnya, tiup lilinya sekarang juga, sekarang juga...” suara nyanyian kebahagiaan mulai menggema. Tapi mata sang gadis masih saya melirik pintu masuk. Terpaksa Mona meniup lilin dengan hati penuh dengan rasa kecewa. Espektasinya terlalu tinggi, terlalu banyak khayalan.

Tak lama Kevin datang, ia membawa sebuah kado. Wajah tampannya begitu memukau dengan pakaian sederhana tapi entah kenapa begitu memesona. Mata Mona terpaku, wajah yang tadinya tanpa senyuman kini mulai melengkungkan senyum manis. Akhirnya sang pangeran tiba.

“HBD. Ini kado buat lo,” ujar Kevin tanpa ekspresi, seolah enggan saat mengatakannya.

“Makasih, Kak Kevin udah hadir dan repot-repot bawa kado,” balas Mona tersenyum lebar sembari menerima kado yang Kevin bawakan.

“Sebenarnya gue kesini cuman mau cari Mila. Dia ngga datang?” tanya Kevin enteng.

Mona memerah, hatinya seolah terbakar. Datang ke sini hanya untuk bertemu Mila katanya? Apa seharusnya dulu Mona bunuh saja wanita itu, ah sekarang ia menyesal tidak melakukannya, Mona terlalu baik.

“Ngga. Kak, Mila nggak datang,” ujarnya lirih.

“Gue nggak bisa lama, lama. Di ulang tahun lo yang ke tujuh belas gue harap kita sama-sama bisa bertemu lagi sama Mila,” ungkap Kevin penuh harap. Entah mungkin dia tidak melihat perubahan rau wajah Mona. Gadis itu tampak seperti monster yang akan melumat mangsanya hidup-hidup.

“Iya kak, semoga.”

“Gue balik dulu. Bye, Mon.”

“Bye Kak, hati-hati.”

Acara baru saja selesai beberapa saat lalu. Selama acara berlangsung Mona benar-benar muak, ia sama sekali tidak bahagia. Matanya mulai berkaca saat mengingat kedatangan Kevin hanya sebagai formalitas, selalu saja Mila yang pemuda itu prioritaskan. Apakah Mona tidak pernah ada dalam pandangannya?

“Kenapa, sih, Kak, lo nggak bisa lihat ketulusan gue mencintai lo?”

“Kenapa yang ada dalam otak lo cuman Mila doang!”
“Kenapa bukan gue?! Kenapa!!”

Mona membanting semua benda di hadapannya. Rambut yang tadinya tertata rapi kini berantakkan, riasan make up mahal yang ia pesan mulai luntur. Mona benar-benar terlihat menyedihkan. Segera ia membuka bungkus kado pemberian Kevin, setidaknya ia harap kado itu benar-benar apa yang ia suka.

Krek .... dengan satu tarikan kertas pembungkus itu robek dan kini tampak jelas apa yang pemuda itu bawakan untuknya. Sebuah buku, buku novel horor yang sampulnya sangat menakutkan.

“Kyaaaa!”

Mona berteriak histeris, ia membuang buku itu jauh-jauh. Bukanya membuat moodnya membaik. Hadiah itu malah membuatnya merasa seperti mimpi buruk. Mona kembali menangis di pojok kamarnya, ia merasa miris dengan hidupnya sendiri. Sudah tidak mendapat kasih orang tua, teman yang semuanya hanya palsu dan yang paling menyakitkan adalah orang yang ia cintai sama sekali tidak menyukainya.

Apa ini yang namanya karma? Apa ini balasan dari apa yang ia lakukan kepada Mila? Tapi kenapa sampai begitu sesakit ini. Mona ingat, dulu. Dulu Mila selalu ada untuknya, merangkul, memberi canda dan tawa. Mila baik, dia selalu memulai hubungan dengan ketulusan. Tapi Mona iri, jujur saja Mona juga sangat menyayangi Mila. Sekarang Mona benar-benar merindukan senyuman dan sapaan manis wanita itu. Tuhan, Mona menyesal. Ia ingin kembali berteman baik dengan Mila, Mona ingin kembali ke masa lalu di mana ia dan Mila layaknya sepasang saudara.

Tangis Mona kian pecah, apakah masih ada pintu maaf untuknya. Ia sadar apa yang ia lakukan kepada Mila memang benar-benar jahat. Mona mengaku ia seperti iblis.

“Mil, maafin gue!”

“Gue benci diri gue sendiri... gue sayang lo Mil, hiks...”


“Gue kangen!”

Mona bangkit berdiri, ia mengapai gawai miliknya di bawah lantai. Ia menekan kontak bernama ‘Mila bangsat!’ Mona mencoba menghubungi Mila, Mona tidak butuh bertemu. Ia hanya ingin mendengar suaranya. Mona sadar diri dan malu atas apa yang telah ia perbuat. Namun tidak ada balasan, hanya terdengar suara operator.

“Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat di hubungi. Cobalah beberapa saat lagi.”


Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang