Wanita iblis berwajah malaikat

9.3K 363 12
                                    

“Haduh...  Kenapa sih,  si Tikus pake acara berhenti sekolah segala.  Gue kan jadi nggak semangat belajar.... “ Bima menjambak rambutnya frustrasi,  rasanya begitu sepi hari ini. Biasanya,  setiap saat Bima akan menjahili wanita itu. Membuat wajah wanita terkasih  nya  merah karena marah, atau kadang mencuri makanan miliknya,  sehingga Bima mendapat omelan sepanjang waktu.

Sekarang rasanya begitu hampa,  bagai ditinggal satu catur wulan,  padahal ini baru setengah hari. Di depan sana, Pak Bambang --guru Biologi tengah menerangkan materi pelajaran.  Tapi otak Bima malah berkelana memikirkan sedang apa Mila?  Apa dia sudah makan?  Dengan siapa? Ternyata, dimabuk cinta itu sangat meresahkan,  baru sekarang Bima merasakan begitu rindu,  padahal ini baru setengah hari.  Lalu bagaimana dengan hari-hari berikutnya,  apa Bima akan kuat?

“Bima Setiawan,  tumben sekali kamu diam saja hari ini? Biasanya kamu nyerocos mulu.  Seperti ibu-ibu PKK.  Bapak heran,  hei,  kamu dengar tidak ucapan Bapak? “ tanya Pak Bambang seperti biasa dengan nada super besarnya,  seperti toa masjid, kalau kata Bima.

Bima terus saja mencoret bukunya,  tidak peduli dengan teriakan Pak Bambang yang terus mengomelinya. Ini aneh,  Bima memang selalu mendapat ocehan karena sering ribut di kelas.  Tapi hari ini,  ia tidak melakukan apa pun.  Tetapi tetap saja mendapat omelan, Pak Bambang sungguh tidak tahu bagaimana rasanya patah hati karena rindu.

Tet,,, tet,,

Bel istirahat berbunyi nyaring,  semua siswa berlarian keluar kelas.  Sementara Bima,  ia langsung mengapai lengan Aina.

“Bima?  Kenapa?” tanya Aina kebingungan.  Saat ini mereka berdua berdiri di depan pintu kelas yang sudah kosong.

“Rayu si Tikus dong, Na.  Minta dia masuk sekolah lagi,” bujuk Bima dengan wajah memelas.

“Nggak bisa, lo kan tahu.  Mila hamil,  nggak mungkin dia datang sekolah lagi, “ ujar Aina berbisik, Bima pikir dia saja yang rindu Mila?  Orang yang paling merindukannya itu Aina.

“Bener juga sih,  tapi kagak seru nggak ada dia.”

“Kita samperin aja ke apartemen kak Juna?” saran Aina.

“Nggak,  gue nggak setuju. Ntar gue nggak bisa berdua-duaan sama,  si Tikus.”

“Makanya,  move on!” ujar Aina menoyor kepala Bima.

“Nggak bisa,  Na.  Orang yang  jomblo lumutan kayak lo,  nggak akan ngerti soal C I N T A!”

“Bodoh amat,  aku mau pergi. Kalo nggak mau itu bukan urusan aku,  yg penting aku udah ngajak!” setelah mengatakan itu,  Aina berlalu pergi meninggalkan Bima yang tersenyum masam di tempatnya.


***

Malam ini nenek Bima akan berulang tahun,  pesta ulang tahun kali ini  bersifat privasi,  hanya dihadiri kerabat dekat.  Bima sudah bersiap-siap dengan setelan kemeja dan tuxedo hitamnya.  Ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin, senyuman ramah seperti biasanya turut membuat penampilannya menjadi dua kali lipat lebih tampan. Bima bersiul-siul menuju basemen,  hari ini malam spesial untuk neneknya,  jadi Bima harus memberikan yang terbaik. 

Sudah dua jam Bima menunggu papa dan mamanya untuk berangkat bersama. Tapi, mereka tak kunjung datang.  Akhirnya Bima memilih pergi sendiri ke rumah sang nenek.  Malam ini penuh dengan bintang,  udara terasa sejuk meliuk-liuk menerpa wajah Bima.  Bima menatap langit,  bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan padanya.  Kedatangan Bima langsung di sambut hangat oleh dua  maid di depan pintu,  mereka mempersilahkan Bima untuk masuk ke dalam.  Rumah mewah bergaya Mediterania itu terlihat megah dengan bunga mawar putih di setiap sudutnya,  menambah kesan alami nan menyejukkan mata. Jangan lupakan aroma Red Diffuser hotel bintang lima yang selalu sangat familier di rumah mewah itu.

The Great Gatsby,  kali ini Bima yang memilihkan konsep ulang tahun sang nenek,  ia mengamati dengan puas hasil pilihannya. Bima berjalan menuju ruang keluarga,  di sana  meja kayu besar dan panjang sudah di tata dengan berbagai jenis hidangan dan Sampanye  Delamotte Brut keluaran Prancis,  alis Bima saling bertaut,  buru-buru ia membawa jauh-jauh minuman itu,  sepertinya  sampanye itu adalah bonus dari Wish Birthday Organizer yang ia pesan. Sayangnya minuman mahal itu tidak dibutuhkan di acara ini.  Tidak ada yang memprotes saat Bima membuang botol elegan itu ke tempat sampah. Biarkan saja,  toh mereka tidak meminumnya kan?

“Happy birthday My Ledy,” ujar Bima sembari memberikan ciuman di tangan keriput sang nenek.

“Thaks you, My boy,  kamu tidak lupa hadiahnya bukan?” tanya nenek tersenyum.

“Pasti dong,  Bima udah nyiapin hadiah spesial buat wanita tercantik malam ini, “ katanya mencubit pelan pipi wanita berusia 70 tahun itu.

Setelah menyerahkan kado yang ia bawa,  Bima duduk di samping sang nenek. Ia terus bercerita dan memberi ucapan selamat.  Tak lama datang Mona dan ayahnya,  gadis itu memakai midi dress berwarna coksu,  sangat kontras dengan kulitnya yang putih dan mulus. Lengan gadis itu bertaut dengan lengan sang ayah yang terlihat arogan dengan setelan jas hitamnya.  Mereka berdua memberi selamat kepada nenek,  Mona memeluknya lalu ikut duduk di samping sang ayah.  Setiap hari ulang tahun sang nenek,  Mona dan Bima pasti bertemu. Tapi di dunia luar mereka bersikap seperti orang asing.

“Om dan Tante di mana?” tanya Mona.  Bima tahu, gadis di seberangnya itu saat ini sedang mengolok-oloknya.  Ini alasannya mengapa Bima sangat tidak suka dengan Mona.

“Papa dan mama akan datang sebentar lagi,” jawab Bima dengan senyum yang di paksakan.

“Ooh,  aku rasa mereka sedang ada some thing?  Aku lihat kemarin tante Marta masuk hotel sama cowok,  tapi dia bukan Om Danu.” Senyum devil kembali muncul di wajah gadis  cantik berhati iblis itu.  Dia sangat senang melihat air muka Bima yang kini tampak sendu.

“Sudah, sudah. Mona,  ini kan hari ulang tahun nenek.  Jadi lebih baik pembahasan yang tidak penting itu disudahi,” tegur nenek dengan nada halus.

Setelah pesta peniupan lilin. Danu dan Marta—orang tua Bima datang, mereka memberi hadiah dan meminta maaf berkali-kali. Saat Marta baru saja duduk di sebelahnya,  Bima meminta ijin untuk ke toilet.

“Nek,  Bima ijin ke belakang.”

“Iya,  sayang.”

Beberapa saat setelah Bima pergi,  Mona juga meminta ijin.  Tujuannya sekarang adalah mencari Bima dan memastikan  tentang apa yang ia lihat di rumah sakit waktu itu.  Setelah bertanya ke beberapa maid,  akhirnya Mona menemukan lelaki itu di taman.  Bima bersandar di kursi kayu,  wajahnya menengadah ke atas langit.
“Hei,  lama nggak ketemu,” sapa Mona dan duduk di sebelah Bima.
“Hm.”
“Gue mau nanya sesuatu,  elo tahu nggak cew-.”

“Mona,  ayo pulang!  Papa ada meeting dengan klien,  cepat ijin ke nenekmu.” ucapan Mona terpotong perkataan Papanya,  mau tidak mau Mona harus mengikuti perintah orang tuanya.  Sayang sekali,  hari ini dia tidak bisa mendapat informasi yang ia cari.  Tapi,  mungkin Mona tidak harus mempertanyakannya?  Toh yang terpenting untuk Mona,  Mila tidak ada lagi di depan matanya apalagi di hadapan Kevin.

“Ok,  my  cousin. Sampai jumpa lain waktu,  BTW, bilangin dong ke orang tuanya.  Mending jagain anak,  daripada pergi unboxing jalang sana sini.  Ups..  Bye...” Mona pergi dengan senyum penuh kemenangan.  Ia tidak merasa bersalah sama sekali,  lagi pula apa yang ia katakan benar.  Tapi berbanding terbalik dengan Bima, lelaki itu mengepalkan tangan dengan sangat kuat sampai buku-buku jarinya tergores oleh kuku.  Andai saja Mona laki-laki,  sudah Bima pukul wajah sombongnya itu.



Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang