Hampir bertemu

3.6K 183 1
                                    

“Baiklah, anak, anak. Besok Bapak akan membagikan hasil ulangan kalian, selamat melanjutkan pembelajaran,” ujar pak guru meninggalkan kelas 12 MIPA 1.

Kevin bernapas lega. Ia hanya harus menguatkan diri besok, kembali Kevin mengambil undangan ulang tahun pemberian Mona dari dalam kolom meja. Kevin harap Mila juga ada di sana, ah tapi kenapa Kevin merasa tidak yakin bila dia akan hadir?

Kevin berjalan menuju kantin, ia saat ini merindukan batagor cinta buatan mang Ujang. Batagor cinta adalah makanan favorit Mila.
“Eh, nak Kevin. Mau batagor?” tanya mang Ujang.

“Iya, Mang. Satu porsi ya.”

“Asyiappp, nak Kevin duduk dulu.”

Tampaknya hari ini pelanggan mang Ujang sedang sepi. Bisa dilihat dari sedikitnya jumlah pembeli, sementara bakso bude Mina yang berada di sebarangnya sedang ramai.

Saat Kevin tengah sibuk dengan ponselnya, Mona yang sedang makan di sebelah tepatnya lapak bude Mina langsung berjalan menghampiri bangku Kevin dengan satu mangkok bakso di tangannya.

“Kak Kevin, boleh aku duduk di sini?” tanya Mona malu-malu.

“Masih ada banyak bangku yang lain kalo lo mau. Tapi kalo masih mau di sini, yaudah gue yang pindah,” balas Kevin datar.
Mona menelan ludah mendengar jawaban dingin Kevin. Kalau orang lain yang mengatakannya sudah pasti ia akan langsung membalas dengan ucapan yang lebih pedas. Namun karena Mona ingin terlihat baik di depan Kevin ia memilih duduk di bangku di belakang meja yang Kevin duduki. Mona kesal. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

“Satu porsi batagor cinta siap disantap!” kata Mang Ujang semangat.

“Makasih, Mang,” balas Kevin dengan senyum tipis.

Sebenarnya Kevin sama sekali tidak selera makan, datang ke kantin dan memesan batagor adalah caranya untuk sedikit melepas rasa rindu. Sekarang untuk kedua kalinya Kevin benar-benar merasa sendiri. Kevin kira setelah ibunya meninggal, Mila akan menjadi satu-satunya sumber bahagia. Ya, Kevin akui dia sangat bahagia di sisi wanita itu. Namun ia seketika gila karena kehilangannya, Kevin mati rasa. Ia hanya menginginkan bertemu dengan Mila.

Me
[Kak Juna, anterin Mila ke toko buku ya nanti. Bisa kan?]

Suami Gue
[Siap, sayang.]

Wajah Mila bersemu merah saat membaca balasan dari Arjuna. Senyum manisnya kian terlihat memesona saat membaca kata ‘Sayang’ ada rasa geli dan senang di saat yang bersamaan.

Mila sangat senang dengan sikap Arjuna sekarang. Dia lebih perhatian dan tidak segan-segan untuk mengumbar kemesraan di depan teman-temanya apalagi kepada Bima. Mila yang duduk tegap kini bersandar di kepala kasur. Rasanya sungguh menyenangkan setelah sebelumnya mengerjakan pekerjaan rumah, mencuci, memasak, bersih-bersih adalah kesehariannya sekarang. Terkadang ketika hari libur Arjuna akan membantu.
“Capek ya, dedek?” tanya Mila sembari mengelus perutnya perlahan.

“Kamu kangen papa ngga? Mama kok tiba, tiba kangen banget sama Papa. Apa ini bawaan dedek?”

Mila masih bertanya, belakangan ini ia memang suka sekali mengobrol dengan calon anaknya. Ia ingin sekali segera bertemu dengan si jagoan. Hasil USG kemarin jenis kelamin si jabang bayi adalah laki-laki. Mila tidak mempermasalahkan yang terpenting dia sehat. Mila berharap anaknya mewarisi sikap baik milik sang Papa.

“Terima kasih. Tuhan, telah memberikan anugerah terindah kepadaku.”

“Terima kasih juga, ya Dedek. Sudah mau bertahan bersama Mama yang dulu pengen banget buang kamu. Mama benaran sayang....Waktu itu Mama cuman... Mama benaran Sayang kamu, kamu kuat-kuat di sana ya,” katanya berkaca-kaca.
“Mama cengeng banget ya? Jangan sampai kamu ketularan sifat cengengnya Mama. Ngga enak ha ha ha.”

Mila tertawa bahagia, astaga rasanya seperti orang gila. Ia berbicara sendiri tanpa ada yang menyahut. Tapi Mila yakin si jabang bayi kini sedang mendengarkan ucapannya.

Tepat pukul lima sore. Arjuna dan Mila berangkat menuju Gramedia, Mila sangat senang. Sudah lama sekali rasanya tidak mengunjungi tempat favoritnya itu. Seperti biasa Mila selalu mengenakan masker saat keluar rumah, Arjuna pun juga sama dia menggunakan topi hitam. Sebenarnya Arjuna tidak masalah bila teman-temanya tahu. Tapi Mila memaksa agar hubungan keduanya jangan sampai ada yang tahu. Arjuna memarkirkan mobil sportnya di parkiran. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan. Mila canggung sekali karena ini di lingkungan luar.

Arjuna membuka pintu kaca itu. Ia mempersilahkan Mila untuk masuk terlebih dahulu. Iris cokelat Mila berbinar melihat berbagai macam buku di rak. Aroma buku baru membuatnya merasa begitu tenang. Pramuniaga tersenyum kepada Mila dan langsung wanita itu balas dengan senyuman lebarnya.

“Kak, Mila mau cari di rak buku fiksi remaja ya. Kak Juna tolong cariin buku dongeng!” ujar Mila semangat.

“Masa kita pisah, pisah sih, Mbul? Aku sama kamu ya... nanti kita cari bareng-bareng di sana,” kata Arjuna memohon dengan nada manja. Jika teman-temanya melihat tingkah Arjuna sekarang pasti mereka akan mengangga. Tidak pernah mereka dapati Arjuna yang kekanak-kanakan seperti ini. Ternyata memang benar, cinta dapat merubah siapa pun bahkan Arjuna yang dingin pun serasa begitu berbeda.

“Ngga bisa. Pokonya Mila mau ke sana, kak Juna ke sana,” tunjuk Mila ke arah barisan buku di rak buku anak-anak.

“Tapi...”

“Ngga ada tapi- tapian. Ini maunya Dedek tahu ... Emang kak Juna mau Dedek nanti gedenya ileran?” ancam Mila.

Kalau sudah begini mana mungkin Arjuna bisa menolak. Dengan langkah di seret ia berjalan menuju rak buku anak. Sementara Mila menuju rak buku fiksi remaja. Beberapa remaja putri mengamati Mila. Mereka berbisik-bisik membicarakan postur dan pakaian yang Mila kenakan. Mila menangkap beberapa kalimat. ‘‘Eh, cantik banget ya kakak itu. Dari matanya aja udah kelihatan, apalagi pas buka masker? Pasti cantik banget.’’

Mila tersenyum di balik maskernya. Mila cantik ya? Ah kenapa sekarang Mila merasa senang. Padahal ia memang selalu mendapat pujian, Mila melirik mereka sekilas. Agaknya mereka masih anak SMA?
Setelah menemukan buku yang ia inginkan. Mila bergegas membawa dua buku ke kasir. Di depannya ada seorang lelaki berhoodie hitam. Postur tubuhnya tidak asing.

“Jadi berapa, Mbak?” tanya suara lelaki itu.

“ Delapan pulu, Mas,” balas pramuniaga.

Lelaki itu terlihat memberikan dua lembar uang berwarna biru, Setelah mendapat kembalian. Ia berjalan menjauh. Segera saja Mila maju ke depan.

“Mbak, saya buku ini dua.”

Kevin yang berada di depan pintu keluar, menoleh ke belakang. Suara itu seperti suara Mila. Kevin benar-benar merasa mendengar suara wanita itu. Tapi di mana? Di depan pramuniaga itu hanya ada seorang lelaki bertopi hitam. Kevin menarik napas lelah, mungkin ia hanya berhalusinasi. Kevin kembali membuka pintu dan berjalan keluar dari toko.
“Biar aku aja yang bayar,” ujar Arjuna di samping Mila. Ia membawa lima buah buku dongeng di tangan. Tadi hampir saja Kevin melihat Mila, hampir saja Mila kembali jatuh ke genggaman Kevin. Namun takdir tampaknya belum merestui pertemuan keduanya. Arjuna agaknya masih beruntung, untung saja ia datang dan menghalau pandangan Kevin. Kalau tidak mungkin ia akan sangat menyesal.



Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang