Versi Arjuna

2.8K 134 1
                                    

Subuh pagi, Arjuna terbangun dengan tubuh lelah. Kepalanya masih terasa berat, ia memijit keningnya, mencoba mengurangi rasa sakit yang belum juga menghilang dari semalam.

Arjuna mengedarkan pandangan, tempat ini sangat asing untuknya. Kamar itu hanya di isi oleh satu buah tempat tidur, satu buah bantal dan ada satu meja kayu di samping kasur. Arjuna kebingungan, Arjuna dibuat terkejut dengan kondisinya yang tanpa sehelai benang pun. Belum lagi, mata tajamnya tidak sengaja menangkap bercak merah di selimut yang ia kenakan. Itu jelas-jelas darah, Arjuna meneliti tubuhnya sendiri, tidak ada bekas luka sedikit pun.


Arjuna sungguh tidak bisa mencerna apa yang terjadi pada dirinya. Arjuna segera meraih gawai miliknya. Sudah ada dua pulu mis call dari Sadewa. Sekarang masih jam lima pagi, Arjuna bergegas memakai pakaiannya kembali.

Ia berjalan tertatih menuruni tangga. Arjuna mengerti, sekarang ia masih di kelab tadi malam. Suasana kelab tidak seramai tadi malam, staf-staf kebersihan tampak sibuk membenarkan meja dan menata kembali dekorasi.

"Pagi, Bos. Puas dengan pelayanan kami?" sapa salah satu staf laki-laki dengan senyum ramah.

Arjuna tidak menanggapi. Ia fokus pada tujuannya untuk pulang ke apartemen, tidak mungkin ia pulang ke rumah orang tuanya dalam keadaan seperti ini.


Sampai di apartemen, Arjuna duduk di sofa ruang tamu. Ia merasa ada sesuatu yang janggal, segera saja ia melangkah ke dapur. Meminum beberapa air putih guna menghilangkan rasa mabuk yang masih tersisa.

Arjuna bergegas mandi, hari ini ada ulangan bahasa inggris. Ia tidak mungkin melewatkan mata pelajaran kesukaannya. Arjuna menatap pantulannya dalam cermin, ia terpaku. Menatap tanda kemerahan di area leher dan dada, Arjuna menyentuh kedua tempat di tubuhnya itu. Seketika bayangan seorang wanita saat mereka bercinta muncul di kepalanya.

"Jadi... yang semalam itu bukan mimpi?" Rahang Arjuna mengeras, ia tidak percaya ia bisa melakukan hal bejat seperti itu. Ia ingin segera mengubur dirinya hidup-hidup.

Arjuna menunduk di wastafel, ia teringat bercak merah yang ia temukan di selimut pagi tadi. Jangan-jangan wanita yang ia tiduri masih perawan. Arjuna benar-benar merasa dunianya hancur, ia telah merenggut kesucian seorang gadis. Bahkan Arjuna tidak pernah berani menyentuh Saras, tapi apa yang ia lakukan? Ia membuat seorang putri tercemar karena dirinya.

"Sial! Bego! Kenapa gue ngga bisa nahan napsu gue! SINTING!"

Dada Arjuna naik turun dengan napas memburu, ia memukul kaca di hadapannya sampai pecah. Arjuna tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Arjuna menarik rambutnya kasar, mengembuskan napasnya berkali-kali. Tidak ia sangka di umurnya yang baru 17 tahun bisa bernasib sial seperti ini, entah ia harus bersyukur atau terus saja mengutuk diri, yang jelas ia benar-benar marah dan kecewa pada dirinya.


***

Sampai di sekolah, Arjuna bersikap seolah tidak pernah terjadi apa pun. Ia berjalan seperti biasanya, menuju kelasnya seperti biasa. Ia datang pagi-pagi kali ini, mengabaikan sarapan yang harusnya tinggal ia hangatkan saja. Ia memilih mengosongkan perut, bukan tidak ingin makan. Ia merasa tidak berselera dan kembali memikirkan gadis di malam itu.


Arjuna menyimpan tasnya di kursi. Mengeluarkan buku paket bahasa inggris, ia mulai menyibukkan diri dengan pelajaran.

Hap!

Mata Arjuna di tutup dari belakang. Arjuna tahu tangan siapa yang telah nakal mengusiknya. Tapi Arjuna tidak berniat untuk bersuara.

"Coba tebak, aku siapa," ujar suara di belakang sana. Itu suara Sadewa, tapi tangan yang menutup mata Arjuna adalah tangan Saras. Gadis itu menyengir tanpa suara.

"Itu suara Sadewa." Arjuna menyentuh jari lentik milik Saras di matanya. " Ini tangan Saras." Arjuna tersenyum paksa, sebenarnya ia belum mau menemui Saras, karena ia merasa bersalah, Arjuna merasa telah mengkhianati Saras.

Saras melepaskan tangannya, ia duduk di hadapan Arjuna dengan kursi yang ia balik menghadap meja Arjuna.

"Kantong mata kamu kok hitam banget? Semalam kurang tidur ya?" tanya Saras perhatian, ia merapikan anak-anak rambut Arjuna yang jatuh ke kening pemuda pujaan hatinya itu.

Arjuna mengangguk, ia tidak berani bersuara. Sementara Sadewa, ia terus memperhatikan wajah Arjuna yang tampak berbeda. Arjuna terlihat tegang.

"Kemarin aku udah ulangan bahasa inggris. Mau aku bocorin soalnya?"

"Engga. Aku ngga mau curang," balas Arjuna.

"Ihhh, makin gemus, deh sama kamu, emang kamu ngga ada duanya deh! Ngga ada cowok sebaik kamu di sini," kata Saras memuji, ia menopang dagu, memperhatikan tangan Arjuna yang terus mencoret-coret dan melingkari jawaban dari soal. Saras tidak bohong, ia sangat menyukai kepribadian Arjuna, kalau soal tampang jangan ditanya, bohong kalo kaum hawa tidak tertarik sama wajah rupawan Arjuna.

Arjuna justru menggeleng samar, ia tidak setuju dengan perkataan Saras. "Aku ngga sebaik yang kamu lihat, Ras. Aku mungkin egois, tapi aku ngga mau kamu tau kalau aku udah ngelakuin sebuah dosa besar dan akhirnya kamu memilih menghindari aku."



***
Arjuna terus bersikap biasa saja, ia tidak menceritakan kejadian lebih lanjut kepada Sadewa. Meski Sadewa kerap kali menuntut penjelasan. Tapi Arjuna selalu menyangkal dan meminta agar Sadewa tidak pernah lagi membahas masalah itu. Arjuna sudah cukup lelah, ia tidak mau kembali membuka luka lama.

Bulan terus berganti. Tapi kejadian malam itu selalu menghantui Arjuna. Beberapa bulan itu pula ia memilih tinggal di rumah orang tuanya, Arjuna merasa ia akan lebih baik jika tidak sendirian. Bila sendirian ia akan terus mengingat wajah wanita itu, ingatan itu sungguh membuat Arjuna tersiksa.

"Ma, pertanyaan Arjuna mungkin aneh. Tapi... ," jeda sesaat, ia menatap mamanya yang tengah serius mengikat benang rajutan. Saat ini ia dan mamanya duduk berdua di sofa ruang tamu.

"Tapi?" tanya Wulan, ia menghentikan kegiatannya. Ia melirik Arjuna dengan senyum merekah, sudah jarang sekali mereka saling berbicara santai begini.

"Apa mungkin, orang bisa hamil cuman karena satu kali berhubungan intim?" tanya Arjuna malu, ia teringat malam itu. Ia tidak memakai alat pengaman.

Wulan memicing curiga. "Tumben kamu nanya gitu? Jangan bilang...." tuding Wulan.

"Ngga, Ma! Ju-Juna cuman nanya aja!"

"Kamu serius, Jun. Ngga ada yang kamu sembunyikan dari Mama?"

"A-aku serius, kenapa Mama jadi curigaan gini, sih, aku kan cuman nanya doang. Ngga mungkin aku ngelakuin itu secara sadar kan ha hah," Arjuna tertawa, ia menertawakan kebohongannya sendiri. Ditatap dengan penuh selidik oleh mamanya, membuat nyali Arjuna menciut.

"Bisa. Mama kurang tau sih gimana penjelasan ilmiahnya. Tapi menurut dokter. Kamu ingat tante Diana? Nah kata dia, berhubungan satu kali itu bisa bikin hamil, kalau si wanita dalam masa subur dan sel sperma berhasil menembus sel telur."

"Kalo ngga dalam masa subur, ya, kemungkinan hamil itu kecil," lanjut Wulan sembari menyulam.


Arjuna mangut-mangut. Ia berdoa dalam hati, agar wanita itu tidak dalam masa subur.

"Aamiin," ujar Arjuna spontan.

"Loh, kok aamiin?"

Arjuna menggeleng cepat. "Ngga pa-pa, Ma. Juna cuman ingat ulangan bahasa inggris, iya, ulangan. Semoga nilai Juna tinggi," kata Arjuna cepat, untung saja ia pandai beralasan.

"Oh, Mama kira kamu hamilin anak orang. Mama ngga pernah ya Juna ngajarin kamu jahat begitu!"

"N-ngga, Ma. Jangan asal nuduh! Kalo gitu Juna ke kafe dulu, dah, Ma!"

Arjuna menyalami tangan Wulan, lalu segera pergi dengan langkah cepat.

"Itu anak kenapa, aneh begitu. Jangan-jangan.... ah, engga boleh negatif thinking sama anak sendiri."

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang