Bunglon

9.5K 643 10
                                    

Mila tidak sengaja menabrak bahu seorang gadis, pandangan Mila tadi tidak fokus. Ia sedang terburu-buru membawa lembaran ulangan harian fisikanya ke ruang guru. Orang yang Mila tabrak ternyata Saras kakak kelas sekaligus kekasih dari Arjuna.

"Eh, maaf, Kak," ujar Mila merasa bersalah. Ia menatap wajah cantik Saras yang tampak sangat imut dengan bando polkadot berwarna armi.

"Kamu kalo jalan hati-hati nanti jatuh!" Saras tersenyum ramah kepada Mila, Mila rasa apa yang di bicarakan semua siswa sekolahnya memanbenar, Saras adalah gadis yang ramah. Mila balik tersenyum canggung.

"Makasih kak, kalo gitu saya permisi." Mila berjalan menjauh, punggungnya hilang di balik lorong koridor, Saras tersenyum masam gadis itu kesal.

Tok,,tok


"Permisi, Pak, mejanya Bu Alin yang mana ya?" Mila bertanya kepada salah satu guru yang duduk di depan pintu ruang guru. Pria yang bernama Pak Suryo itu menunjuk ke arah meja dekat jendela. Mila meletakan lembaran kertas ulangannya di atas meja yang di tunjuk Pak Suryo tadi.

Ia melangkah keluar menuju kantin, Mila sangat haus Kerongkongannya terasa kering.

Mila bertemu kembali dengan Saras di sana, Saras tengah mengobrol dengan dua sahabatnya. Saras menyapa ramah pada Mila yang berdiri memilih Minuman di depan freezer.

"Hay, yang tadi ya? Kamu murid baru?"

"Iya kak."

"Pindahan dari mana?"

"International school di Jakarta utara kak."

"Oh sekolah elite ya?" Mila mengangguk singkat.

"Berarti kamu bisa bantuin aku ngerjain soal ini?" Saras memberikan sebuah buku berisi seratus soal bahasa inggris. Mila menatap buku itu lamat-lamat, bukankah Saras di kenal cerdas? tapi kenapa dia menyuruh Mila yang adik kelasnya, terlebih lagi itu seratus nomor tentu saja itu akan sangat menguras pikiran dan tenaga.


"Bantuin aku, ya... please.” Saras menggenggam kedua tangan Mila, ia sengaja membuat-buat wajahnya tampak memelas. Sebenarnya ini adalah pembalasan dendamnya, dia bermain cantik. Bukan Saras namanya kalau membiarkan mangsanya lolos begitu saja. Saras tipikal gadis yang licik, ia suka mencari perhatian lewat sandiwara. Saras yang sesungguhnya bukan gadis lugu yang hanya bisa berlindung di balik punggung Arjuna. Saras seperti halnya Bunglon ia bisa berubah-ubah kapan pun ia mau.

Mila mengangguk, mengambil alih buku yang ada di tangan Saras tadi. Ia tidak enak hati menolaknya. Terlebih dia tadi menabrak Saras walau pun itu tidak disengaja.

"Makasih banget ya, aku mau ke tolet bentar.” Saras berjalan menjauh, sebuah senyum miring tercetak di bibir mungilnya. Dia berhasil mengerjai Mila.



Bukan hal yang sulit bagi Mila untuk mengerjakannya, tapi tidak bisa di ungkiri tangan dan pundaknya benar-benar sakit terus-terusan menunduk sambil menulis, baru lima puluh soal yang ia kerjakan masih lima puluh lagi, sementara bel baru saja berbunyi.

"Gimana ya ini? Baru lima puluh soal yang gue kerjain. Masih ada lima puluh lagi. Shit!” Mila menekan-nekan jari-jarinya, berharap ngilu di tangannya menghilang. Soal itu benar-benar panjang dan menggunakan teks yang banyak. Jadi dia harus selalu fokus, kalau tidak. Mila harus membaca ulang teks di buku itu, tentu saja melakukan hal itu akan memakan waktu.

Entah datang dari mana Arjuna tiba-tiba berdiri di sebelah Mila. Ia menatap wanita itu yang tengah sibuk menulis tanpa menghiraukan kehadirannya. Arjuna mendudukkan dirinya  di kursi depan Mila. Wanita itu masih tetap fokus menulis di bukunya. Tatapan Arjuna jatuh ke arah buku yang terbuka lebar, Arjuna mengambil alih buku itu, menggesernya dari hadapan Mila. Mila mendongak menatap lurus ke depan. Ia terkejur melihat Arjuna di depanya, ia melirik Arjuna dengan pandangan bingung sementara yang di tatap hanya diam sembari mencoret-coret buku yang Mila pegang tadi.

Arjuna mulai mengisi satu-demi satu soal-soal itu. Tangannya tampak lihai menulis kata demi kata di atas kertas putih bertuliskan 'answer the following questions' itu.

"Berdiri!" titah Arjuna, Mila yang tidak mengerti mengerutkan dahi.

"Gue bilang berdiri," ulang Arjuna. Ia berbicara dengan tenang tapi terdengar nada perintah di sana, Mila menurut saja, ia berdiri entah apa maksud lelaki ini.

"Lo tau, lo lagi hamil, ngapain lo duduk begitu. Ntar dia kegencet, kalo sampe dia kenapa- kenapa... lo orang pertama yang akan gua salahin, inget!" Mata elang Arjuna Menatap Mila tajam, Mila menunduk diam ia tidak membantah perkataan Arjuna, Mila akui ia memang bersalah dalam hal ini.
"Nih." Arjuna menyerahkan buku tadi, soal lima puluh nomor yang tersisa tadi sudah terisi semua. Mila mengambil alih buku itu dari tangan Arjuna, tangannya tak sengaja menyentuh Jari-jari kokoh milik Arjuna, Mila merasakan ada sengatan aneh menusuk di dadanya. Jantungnya berdetak kencang, pipinya memerah,  Arjuna melambai-lambaikan tangan di depan wajah Mila yang diam mematung. Mila melamun, kesadarannya entah hilang ke mana.

"Woe!” Arjuna mengguncang pelan bahu Mila.

"Ah, i-iya, kak?" Mila gugup setengah mati. Perlakuan biasa dari Arjuna dapat dengan mudah meluluhkan hatinya.

"Balik ke kelas lo!" Arjuna berlalu meninggalkan Mila yang masih diam di tempatnya, Mila menatap kepergian Arjuna sampai lelaki itu hilang di telan kejauhan.

Mila memegangi jantungnya yang berdetak tak karuan, ia tersenyum senang. Arjuna peduli padanya. Mila kembali menepis pikiran itu Arjuna sama sekali tidak peduli padanya, Arjuna hanya peduli pada anaknya saja. Mengingat kenyataan itu membuat Mila kembali bersedih. Setiap perhatian biasa Arjuna selalu membuat ia senang. Mila tersenyum cerah ia memeluk erat buku milik Saras.

"MILA!" suara dari seberang sana mengagetkan Mila. Bima melambaikan tangan. Segera saja Mila menghampiri Bima yang menunduk sambil menarik nafas kasar.

"Kenapa Bim?"

"Kenapa lo tanya? Gue carii lu Mak lampir!" Bima mencubit gemas pipi Mila, membuat Mila mengadu kesakitan. Ia memegangi pipinya yang sedikit memerah karna ulah Bima tadi.

"Lo mau gua mati muda!" ujar Mila tak santai.

"Santai cuk, gue nyariin lo, bu devi udah masuk tu, ayo sekarang waktunya Tikus balik kandang," ujar Bima  menggandeng tangan kanan Mila
"Enak aja, gue bukan Tikus ya!"

"Iya-iya lo bidadari di hati gue. Ayo, ah jangan cemberut."

Mila bungkam ia mengikuti langkah Bima dari belakang sambil menggerutu kesal. Tautan di tangan keduanya belum juga terlepas, Bima tersenyum kecil mendengar cicitan Mila di belakangnya. Kini Bima semakin yakin bahwa dia memang mencintai seorang Mila Hauri Aditama wanita yang berhasil menempati ruang kosong di hatinya.

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang