Cinta itu klise

3.1K 163 7
                                    

Yudistira tidak tahu kapan ia benar-benar merasakan cinta, apakah cinta itu merasa terpesona dengan paras ayu lawan jenis, atau merasa kagum dengan sikapnya? Yang jelas selama delapan belas tahun ini, ia belum pernah merasakan jantung berdegup kencang seperti di dalam film-film romantis yang sesekali ia tonton karena gabud.

Yudistira duduk di rooftop sekolah seorang diri, Nakula dan Sadewa baru saja pamit pulang. Ia menikmati langit yang mulai menggelap. Di temani udara yang menari- nari menerpa wajahnya.

Satu bulan ini, Yudistira menepati janjinya pada Arjuna. Ia selalu ada di saat Saras membutuhkan bantuan, walau kadang gadis cebol itu selalu saja mempertanyakan Arjuna. Sebulan ini pun Arjuna mulai semakin menghindari Saras, bukan sepenuhnya menghindar, ia tetap memantau Saras lewat Yudistira.

Yudistira tidak begitu peduli dengan urusan orang lain, ia terbiasa mengabaikan sesuatu yang bukan berkaitan dengan dirinya. Tapi Saras, entah mengapa Yudistira belakangan ini mulai memikirkan kehidupan gadis itu, mungkin karena kasihan. Menurut Yudistira rasa ingin selalu mengetahui keadaan Saras adalah rasa simpati, apalagi ia sekarang merasa bertanggung jawab karena Arjuna memintanya demikian.

Yudistira sering kali tertutup dengan orang-orang yang tidak ia kenal, terkhusus untuk para gadis. Lagi-lagi muncul kata. Tapi, tapi berbeda dengan sikapnya kepada Saras, kemarin, untuk pertama kalinya ia menceritakan kisah kelam keluarganya, cerita bagaimana ia dan keluarganya jatuh miskin lalu bangkit kembali, kepada gadis yang belum lama ini ia kenal.


Tidak Yudistira ungkiri, ia merasa nyaman bersama Saras, Yudistira merasa ada kecocokan antara mereka berdua. Tapi itu bukan berarti cinta bukan?

Yudistira menyesap kopi dari gelas bekas air mineral itu dengan pandangan yang masih tertuju ke langit. Netra hitam miliknya tidak berpaling dari dua bintang yang ia lihat. Sebentar lagi mereka akan tamat SMA, Yudistira bercita-cita menjadi seorang tentara, berbeda dengan ke tiga sahabatnya yang lebih memilih menjalankan bisnis keluarga.


Ujian akhir akan dilaksanakan bulan depan, orang tua Yudistira mulai merencanakan semua untuk dirinya termasuk biaya untuk menempuh pendidikan sebagai seorang abdi negara nantinya. Yudistira benar-benar berharap, suatu saat nanti ia bisa meraih apa yang ia cita-citakan.

Yudistira melirik arloji, sekarang sudah pukul tujuh lewat lima belas menit, tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Yudistira berdiri, menggapai tasnya yang berada di kursi lalu menyampirkannya ke pundak. Sekarang waktunya kembali pulang.

Di parkiran sekolah, langkah Yudistira terhenti oleh nada dering dari gawai miliknya. Sang ibu ternyata menelepon, bertanya ke mana sang jantung hati pergi.

"Kamu ke mana aja, Yud. Ibu khawatir tahu," ujar Ibu di seberang sana.

"Aku di sekolah, ini otw rumah, Bu. Tenang aja aku bisa jaga diri kok, Bu, apalagi ini mau jadi tentara nantinya, siapa yang berani lawan?" balas Yudistira sembari tersenyum.

"Kamu ini, yasudah, hati-hati, sekalian tolong belikan Ibu nasi goreng dekat Pom bensin, tahu kan?"

"Siap, kanjeng Ibu."

Tuut...

Sambungan terputus, segera saja Yudistira menggas motornya ke luar dari parkiran. Tujuannya sekarang adalah area dekat Pom Bensin, tempat langganan ibu membeli nasi goreng.

Yudistira mendekat, banyak sekali yang antre malam ini. Mata yudistira terpaku, melihat gadis cebol yang tengah berdesakan di antara ibu-ibu yang badannya lebih tinggi darinya, senyum Yudistira mengembang, ia segera menghampiri gadis cebol yang wajahnya terlihat ditekuk itu.

"Duduk aja di sana, biar aku yang gantiin antre. Tapi jangan baper dulu, soalnya sekalian, Ibuku nitip nasi goreng juga," ujar Yudistira diiringi senyum tertahan.

"Ooh bagus deh, apaan baper, yang ada aku ini sedang laper," balas Saras keki, lalu melangkahkan kakinya ke arah kursi trotoar yang ditunjuk Yudistira.

Saras mengamati Yudistira yang tengah berdesakan dengan ibu-ibu, tidak jarang ia pun mendapat godaan dari ibu-ibu kompleks, dan hal itu membuat Saras tertawa terbahak-bahak. Apalagi saat si ibu gendut tidak sengaja menabraknya hingga Yudistira nyaris jatuh terpental ke tanah.

Beberapa menit menunggu, Yudistira akhirnya mendapatkan dua porsi nasi goreng. Ia tidak pernah menyangka jika membeli nasi goreng melelahkan. Apalagi mendapat godaan dan perkataan ibu-ibu yang tidak mau mengalah dengan alasan

'Ladies first' Beruntung Yudistira mau bersabar. Tiba di depan Saras bukan ucapan terima kasih yang Yudistira dapatkan, melainkan tawa meledak dari gadis cebol yang kini tengah memegangi perutnya karena tidak kuasa menahan tawa.

"Bukanya bilang terima kasih malah ketawa, tidak tahu malu kamu," kata Yudistira bercanda.

"Ha ha ha, iya, makasih, deh. Kamu hebat banget menahan gelombang gempa dari ibu itu," kelakar Saras sembari menunjuk ibu bertubuh gempal yang baru saja berhasil keluar dari barisan antrean.

"Aku kan cowok, mestinya memang kuat," balas Yudistira santai.

"Iya deh, tau, yang katanya calon tentara. Tapi kenapa ya badannya tetap kerempeng, kayak bakwan kurang terigu."

"Aku bukan kurus, tapi atletis. Biar kurus begini tapi tinggi ke atas, bukan seperti kamu yang tingginya ke samping, lebih parahnya lagi doyan makan tapi gak gede-gede," celetuk Yudistira, ia tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah ditekuk gadis itu.

" Ah, terserah kamu! Aku mau pulang!"

Yudistira masih diam di tempat, dia terus mengamati punggung Saras.

"Apa gak salah jalan, arah rumahmu ke kiri bukan ke kanan!"

Malu, tanpa menoleh sedikit pun Saras berlari sekuat mungkin memasuki gang rumahnya. Ah, ingin sekali rasanya ia menghajar wajah Yudistira. Saras pun baru tersadar, sejak kapan ia dan Yudistira mulai saling memanggil dengan embel-embel 'aku-kamu?' ini bodoh. Tapi Saras nyaman melakukannya. Ia mengerdingkan bahu acuh, lalu memasuki rumah dengan senyum kecil di wajahnya.

**
Lucu sekali, tadi di sekolah Yudistira baru saja memikirkan gadis cebol itu, namun sekarang ia bertemu dengannya dan malah saling mengejek. Entah takdir atau kebetulan, yang jelas mood Yudistira berubah drastis, saat melihat wajah cantik gadis itu. Eh, apa sekarang Yudistira mengakui gadis itu cantik? Tampaknya otak Yudistira mulai konslet.

Yudistira bergegas pulang ke rumah, mengantarkan nasi goreng pesanan kanjeng ibu yang sebentar lagi hampir dingin. Salahkan Yudistira yang menyempatkan diri melamun, mengamati punggung Saras tadi.

"Senang bertemu kamu malam ini, Ras, bahagia terus ya," ujar Yudistira membatin.

Sesampai di rumah Yudistira langsung menemui Ibu di dapur, di meja banyak sekali makanan, seperti bakwan, roti, kue putu, pisang goreng. Yudistira bertanya pada diri sendiri, lantas untuk apa dia membeli nasi goreng?

Yudistira menggeser kursi di samping Ibu, ia mengamati sang Ibu yang dengan lahapnya memakan pisang goreng.

"Ibu, benaran masih butuh nasi goreng ini? Sepertinya ibu sudah banyak makan, tadi bilang ibu belum makan, kok yang Yudistira lihat malah sebaliknya."

Ibu berhenti mengunyah, lalu mengambil alih bungkusan nasi goreng dari tangan Yudistira. Lalu membukanya cepat.

"Ibu tidak merasa sudah makan kalau belum makan nasi," ujar Ibu.

Mendengar itu Yudistira menepuk jidatnya sendiri, dasar wanita. Lain di mulut lain pula yang dilakukan.



Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang