BENIH-BENIH CEMBURU

11.8K 735 53
                                    


Mila terengah-engah di pinggir lapangan, tadi dia baru saja mengikuti olahraga basket. Padahal Mila berlari kecil tapi kok bisa capek seperti ini, pikirnya. Mila mendudukkan dirinya di atas rumput di pinggir lapangan, pandangannya fokus menatap pemandangan para siswa yang tengah bermain sepak bola dengan bola basket. Sesekali Mila tertawa saat salah seorang dari mereka terjatuh atau melakukan hal-hal yang menurutnya lucu.

"Lo lupa atau bagaimana?" Sebuah suara mengagetkan Mila, Arjuna menatap sinis  wanita itu. Sebenarnya Arjuna khawatir takut terjadi apa-apa dengan Mila. Sedari tadi ia memperhatikan wanita itu, apalagi peluh yang membanjiri dahi Mila begitu mengusik pikirannya. Bagaimana kalau dia kelelahan? Tapi, Arjuna gengsi untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Lo mau semua orang tahu!" Arjuna menatap Mila dengan tatapan dingin. Mila hanya diam membisu. Arjuna melangkah pergi, kembali menuju lapangan.

Mila menatap kepergian Arjuna dengan tatapan kesal, ia komat-kamit merutuki suaminya, Arjuna. “Dia kenapa, sih. PMS pasti! ”

"Mil, “ panggil Bima.

Mila menatap Bima yang berjongkok di depanya. Mila menaikkan satu alis bingung.

"Nih minum. Buat lo.” Bima mengulurkan sebotol air mineral di hadapan Mila. Saat Mila hendak mengapainya, Bima cepat-cepat mengangkat kembali botol itu, Mila bangkit berdiri kembali berusaha mengapai botol di tangan Bima.  Bima kembali mengangkat tinggi-tinggi botol air mineral itu, Mila mendengkus kesal melirik Bima yang tersenyum penuh kemenangan.
"Kalau lo mau, lo harus bisa rebut ini dari gue!" Bima tersenyum manis, membuat Mila rasanya ingin menyentil wajah laki-laki itu.

Mila berusaha mengapai botol itu, salahkan Bima yang badanya terlalu tinggi. Tinggi Mila hanya seratus lima puluh lima meter bagaimana bisa ia mencapai Bima yang tinggi badanya tiga kali lipat darinnya.

"Nih, kasihan gue lihatnya. Lo kelihatan haus banget." Bima menurunkan tangannya dan menyerahkan botol air mineral itu ke Mila, Mila dengan senang hati menerimanya. Kebetulan ia sedang haus.

"Eits! Tunggu dulu, sebelum lo minum. Gue duluan yang harus minum. Biar berasa kayak,  itu tuh he he he yang kaya di drakor. ” Kata Bima menunjuk bibirnya dan bibir botol air mineral itu. Mila melongo. Itu tuh? benar-benar aneh laki-laki bernama Bima ini.

"Bim, tolong simpen bola ke gudang." Arjuna tiba-tiba datang membawa dua bola basket di kedua tangannya. Bima tidak enak hati  menolak karena Arjuna adalah seniornya.

"Iya, Bang, Mil gue ke sana dulu ya.”

Sebelum pergi Bima mengacak-acak rambut Mila. Membuat Mila menggerutu kesal. Sementara Arjuna menatap jengah kedua sejoli itu.

Arjuna merebut botol minuman yang Mila pegang. Air itu tinggal setengah karena tadi Mila sudah meminumnya setelah kepergian Bima tadi. Arjuna meneguknya tepat di mana bekas bibir Mila tadi, Mila bersemu malu. Ia mengingat kata-kata Bima tentang ciuman tidak langsung tadi. Jadi secara tidak langsung mereka sudah saling merasakan bibir masing-masing?

"Kenapa lo lihatin gue kayak gitu? Lo nggak rela gue minum ini karena dari Bima?" Arjuna menatap dingin  Mila yang terus-terusan menatap botol air mineral yang  ia pegang.
Mila tidak menggubris perkataan  Arjuna tadi, sekarang dia malah sibuk mengusap-usap bibirnya dengan telapak tangan.

"Lo kenapa sih? Segitu gak relanya, ya?" Arjuna mulai kesal ia melangkah menjauh meninggalkan Mila yang masih sibuk mengusap-usap bibirnya.

Mila bingung. Dia salah apa, kenapa Arjuna jadi kesal. Seharunya yang kesal itu kan Mila, karena sudah lancang minum tepat di mana bibirnya menempel tadi. Membayangkan itu membuat pipi Mila kembali bersemu merah.

Apa mungkin Arjuna cemburu? Buru-buru Mila menepis pikiran itu. Hal itu sanggatlah tidak mungkin.

"Ngapain komat kamit kaya mbah dukun, gitu?" tanya Bima tiba-tiba di samping Mila.

"Mana ada, nggak ada ya gue komat-kamit! Lo lama banget sih, Bim.” Tangan Mila terulur mencubit kencang pipi Bima.

"Aduh, sakit tahu, kenapa sih lo suka banget KDRT ke gue?" protes Bima dengan tampang tersakati, ia mengelus-elus pipinya yang memerah akibat cubitan Mila tadi.

"Ya, karena gue gemes lihat lo," jawab Mila. Ia tertawa tanpa dosa,  mencubit pipi Bima adalah hal yang Mila sukai.

"Mau ke atas nggak, lo belum pernah ke sana, kan?"

"Boleh."

Bima menggandeng tangan Mila menaiki anak-anak tangga menuju lantai atas.
Rooftof adalah tempat favorit Bima sebelum kedatangan Mila. Setelah wanita itu datang dalam hidup Bima, di mana pun asal ada Mila Bima akan senang.
Bima dan Mila sampai di atap sekolah. Wajah Mila langsung  di sambut oleh angin yang bertiup kencang. Di sini sangat nyaman pantas saja seorang Bima Setiawan menyukai tempat itu.

"Sini duduk," ujar Bima menepuk kursi di sampingnya.

Mila mendudukkan dirinya di atas kursi. Matanya kembali menjelajahi sudut-sudut atap itu. Bima berbaring menjadikan paha Mila sebagai bantalnya.

Mila terkejut. "Bima, lo ngapain?"

"Sebentar aja ya Mil,  gue butuh tidur saat ini," pinta Bima mulai menutup mata.

Mila hendak melayangkan protes lainya. Namun, urung ketika melihat kesadaran laki-laki itu telah hilang di bawa mimpi.
"Yasudahlah," katanya pasrah. Mila menarik napas, matanya kembali fokus menatap wajah Bima. Tangan Mila terulur mengelus rambut Bima.
Hari ini Bima memang terlihat tidak bersemangat, matanya berkantong, ditambah dengan warnanya yang menghitam. Kentara sekali bahwa pemuda itu pasti bergadang.

Bima tersenyum tipis, ia tidak benar-benar tidur. Ia hanya menutup mata, rasa nyaman selalu menyelimuti hati Bima di kala bersama dengan Mila. Apakah Bima boleh memiliki wanita ini?

Mil... lo anugerah terindah yang Tuhan kasih ke gue. Lo perempuan satu-satunya yang bisa mengobati luka hati gue cuman lewat senyuman lo. Gue gak mau lo tinggalan gue, rasa sepi gue terobati karena lo, jika gue boleh meminta. Gue hanya ingin meminta pada Tuhan, gue mau lo selalu ada di sisi gue, Bima membatin, ia berharap dengan sungguh semoga wanita di depanya ini akan selalu ada untuknya.

"Bim, makasih udah jadi teman baik gue, udah peduli sama gue, menghibur gue dan selalu ada buat gue, kalau seandainya bisa. jika Tuhan memberi gue kesempatan untuk memilih, gue mungkin akan memilih tetap berada di sisi lo," batin Mila pilu, bukan. Bukan cinta yang Mila maksud. Ia hanya ingin menjadi teman, Mila tidak ingin berkhianat. Mila hanya takut ketika rahasianya terbongkar Bima menjauhinya. Mila nyaman berada di sisi Bima, pemuda itu bagaikan pahlawan untuk Mila, pahlawan yang selalu membawa senyuman untuknya.

Bima bangun dari tidurnya, ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil menguap lebar, ia berpura-pura melakukan itu agar Mila tidak curiga.

"Makasih Mil, udah mau jadi bantal gratis gue, ha ha ha," ujar Bima tertawa garing.

"Yeee, enak aja lo bilang gratis, nanti lo harus bayar!"

"Iya, Babe," goda Bima menahan senyum.

"Babe? Sembarangan! Mau gue tendang!" gertak Mila mengepalkan tangannya.

"Mau donggg. Tapi tendangnya pakai cinta."

"Nih, nih, cinta, makan tuh cinta!" Mila memukul-mukul lengan Bima, sampai laki-laki itu berteriak mengaduh kesakitan.

"Nah makanya kalau bicara itu lihat dulu siapa orangnya, gue nggak akan kemakan rayuan buaya kayak lo!" Mila bersedekap sambil memperlihatkan wajah songongnya tak lama tawa meledak dari bibir mungilnya.

Bima menatap wajah Mila intens, tiba-tiba Mila berhenti dari tawanya. Beberapa saat terjadi keheningan di antara keduanya. Tidak ada yang bersuara, Bima menyelami kedua manik mata indah Mila begitu juga sebaliknya.

"Mil, mau gak jadi pacar gue?"

Mila terdiam cukup lama.

"Gu-"

"Tapi boong!" ucapnya tertawa terbahak-bahak. Mila menarik nafas lega, awalnya ia mengira bahwa Bima berkata jujur, ia sampai merasa tegang di buatnya.

Mila ikut tertawa, untung saja itu hanya sebuah gurauan. Mila tidak ingin membangun hubungan baru selain pertemanan. Ia tidak akan pernah mau kehilangan Bima.

Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang