60. Lo siapa?!

417 58 9
                                    

Silahkan tumpahkan unek-unek kalian di kolom komentar:v

Vote jangan lupa ya!




Vanilla mendongak, mendapati raut wajah Michelle yang terlihat kesal.

"Ini semua gara-gara kamu!" Michelle berteriak. "Gara-gara kamu, Rey jadi kecelakaan!"

Vanilla hanya diam, mengusap pipinya yang terasa perih.

"Coba aja kalo Rey masih sama aku, dia pasti baik-baik aja sekarang! Lagian ngapain sih kamu nyuruh Rey ketemuan segala ha?!" Michelle kembali berteriak. "Coba aja kalo dia gak nemuin kamu, dia pasti gak bakal ngalamin ini semua."

"Woii.. santai dong, santai!!" Glen menengahi. Ada Zean, Metha dan Arthur juga yang baru datang.

"Ini bukan kesalahan Vanilla!" Metha membela, memeluk tubuh Vanilla.

"Kamu tau apa?!"

"Gue tau yang menimpa Rey itu kecelakaan, bukan salah Vanilla atau siapapun!" Arthur berbicara.

"Denger ya Van, kalo terjadi apa-apa sama Rey, kamu yang harus bertanggung jawab!" Ancam Michelle, kemudian dia pergi.

Vanilla pun duduk dengan dua curut Rey, Metha dan Arthur. Ngomong-ngomong, orang tua Rey juga baru sampai di rumah sakit. Alvan langsung ikut masuk ke ruang operasi, sementara Raya duduk di sisi Vanilla.

"Tante, maafin Vanilla ya. Semua ini gara-gara aku.." lirih Vanilla.

"Enggak sayang, ini kecelakaan, kamu gak salah.." Raya mengelus puncak kepala Rey.

"Tapi kata Michelle bener Tan, seharusnya aku gak ngundang Rey waktu itu.."

"Kamu gak boleh merasa bersalah gitu, Rey akan baik-baik aja kok." Raya menyemangati walau hatinya juga cemas.

Bagaimana tidak? Dia sudah kehilangan satu anak, tentu saja dia tidak mau kehilangan lagi! Rey satu-satunya yang Raya punya di dunia ini selain suaminya, Alvan.

Beberapa jam berlalu, akhirnya lampu operasi berubah menjadi hijau. Seorang dokter dan Alvan pun keluar dari ruang operasi.

"Gimana keadaan Rey, Pah?" Raya bertanya pada suaminya itu.

"Rey baik-baik aja, tapi lebih baik kalian pulang, ini sudah larut."

Raya sedikit curiga dengan nada bicara suaminya itu, dia sangat mengenal Alvan. Tidak biasanya dia bicara se-singkat itu.

Vanilla menggeleng. "Enggak, aku mau nungguin Rey aja.."

"Van, Rey bakal siuman besok. Jadi, lebih baik kamu istirahat dulu, dan besok bisa kesini lagi buat nemuin Rey.." Alvan menasehati.

"Iya sayang, kamu pulang aja. Temen-temen kamu aja udah pulang, masalah Rey biar Tante sama Om yang ngurus.."

Vanilla pasrah, lagipula tubuhnya juga sudah cukup lelah. Bajunya juga masih di penuhi noda darah yang cukup banyak. Dia pun akhirnya berpamitan pada kedua orang tua Rey, sebelum pergi Vanilla juga tidak lupa untuk melihat Rey dari kejauhan.

"Gue bakal balik lagi besok, Rey." Lirih Vanilla.

Setelah kepergian Vanilla, Alvan menarik Raya ke sebuah ruangan kosong di rumah sakit.

"Kenapa kamu bawa aku kesini? Aku mau liat anak kita, Reyga." Protes Raya.

"Ck, dia baik-baik saja. Hanya saja ada satu hal buruk yang menimpanya.."

"A-apa itu?"

"Rey berkemungkinan kehilangan separuh memorinya, dan aku takut Vanilla hilang dari dalam ingatannya."

Marshmellow {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang