42. Penyesalan Metha

463 70 5
                                    

Biasakan Vote sebelum membaca!

Yang belum follow, yuk follow sekarang!

Vanilla turun dari mobil Rey, dia baru saja sampai di sekolah. Hari ini Rey sangat memaksa agar Vanilla berangkat dengannya, katanya sih biar Vanilla gak marah soal kemaren.

"Kita ke kelas masing-masing aja, gue bosen berduaan sama Lo." Ujar Vanilla.

Rey mendorong kepala Vanilla. "Lah, kemaren yang bilang kangen ke gue siapa maemunahh?!"

"Kapan? Ga inget tuh."

"Kebiasaan! Ga mau ngaku!"

"Udah ah, gue mau nyari Metha!" Vanilla pun meninggalkan Rey di parkiran sekolah.

Gadis itu berjalan menuju kelas, dia melihat Metha disana, tapi mengapa ia memasukkan semua buku-bukunya?

"Metha.." Vanilla memanggil.

"Apa?! Lo pasti mau ngetawain gue kan?! Gara-gara elo gue di skors!! Dan gara-gara Lo juga, Arthur jadi benci sama gue."

"Maafin gue, gue bisa jelasin.."

"Gue ga mau dengerin bacotan Lo!" Metha menggendong tas-nya lalu berjalan keluar kelas.

Dengan cepat, Vanilla mengejarnya. "Arthur juga sebenernya suka sama Lo Met!!"

Metha menghentikan langkahnya, berbalik badan menatap Vanilla.

"Iya, Met. Dia juga suka sama Lo.." Vanilla mengulangi kalimatnya.

Flashback on!

Satu bulan sebelumnya.

Seperti biasa Vanilla sibuk dengan novelnya. Tiba-tiba Arthur duduk di sampingnya, tidak mengajak Vanilla bicara atau apapun, dia hanya diam di tempat.

Vanilla melepas kacamatanya, dia berbalik ke arah Arthur.

"Kenapa? Mau ngomong?" Vanilla bertanya.

"G-gue, nyari Metha.." jawabnya.

"Nyari Metha? Buat apa?"

"Kepo!"

Vanilla mengerutkan dahinya. "Tunggu-tunggu, itu di saku Lo apaan?"

Tak mau membuang waktu, Vanilla mengambil secarik kertas berwarna biru yang terlihat menyembul di saku baju Arthur.

Ah, ternyata itu sebuah puisi romance yang di tulis Arthur. Arthur hanya diam dan pasrah dengan respon Vanilla.

"Kertas biru? Puisi romance?" Vanilla sedang mengingat sesuatu.

Tempo hari Metha pernah bercerita bahwa dia selalu mendapat sebuah puisi cinta di kertas berwarna biru yang disimpan di dalam tas-nya.

"Jadi orang itu elo?!" Vanilla menatap Arthur tidak percaya.

Arthur menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hehe.."

Bugh!!
Vanilla memukul Arthur dengan novelnya.

"Kenapa gak ngomong langsung aja sih?!" Kesal Vanilla.

"Gue takut sama jawabannya."

Vanilla menghela nafas. "Dulu Lo nyatain ke gue, gampang tuh.."

Arthur tersenyum. "Iya, gue takut dapet penolakan lagi.."

Ah, ucapan Arthur benar-benar berdamage! Membuat Vanilla merasa tidak enak padanya.

Marshmellow {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang