63. Joshua

50 13 0
                                    

Aku terjaga dari tidurku yang jauh dari kata pulas saat langit di luar masih gelap gulita. Kuraih ponsel di samping bantal untuk mengecek jam. Sinar dari layar ponsel hampir membutakan penglihatanku (yang pada dasarnya sudah cukup buta, mengingat kacamataku setebal novel yang biasa dibawa-bawa Gwen ke kelas). Saat akhirnya mataku berhasil menyesuaikan dengan cahaya, aku mengernyit karena yang tampak bukanlah angka jam, melainkan sebuah notifikasi. Aku buru-buru mengenakan kacamata untuk melihat lebih jelas.

2 new messages

Menutup notifikasi itu, aku melihat jam. Pukul 4 pagi. Siapa yang kurang kerjaan, mengirimiku pesan di pagi-pagi buta seperti ini—ada dua, lagi? Bayangan Topeng Putih langsung terbersit dalam benakku, dan aku pun merinding. Bergegas, aku bangkit dari kasur dan menyalakan lampu untuk membuat perasaanku lebih baik sebelum membuka pesan-pesan itu.

Aku tidak tahu apa yang harus kurasakan saat akhirnya melihat nama si pengirim pesan.

From: Rosa

'Josh, udh tidur? Mau ngmg sesuatu, bs ke kmr lo bntr?'

Pesan itu dikirim pukul satu pagi. Kemudian, pesan selanjutnya, masih dari Rosa, dikirim pukul setengah dua pagi.

'Udh tidur, ya?'

Aku membaca ulang pesan-pesan itu dengan kebingungan. Apa yang mau dibicarakannya tengah malam begitu? Apa Rosa memang suka terjaga sampai subuh, ya? Aku tidak kenal dia sedekat itu, jadi tidak tahu apa yang seharusnya kupikirkan. Apakah hal ini normal baginya?

Akhirnya, kuputuskan untuk membalas pesan itu.

'Ngobrol di kelas aja ya. Sori gw udh tidur.'

Setelah itu, aku memutuskan bahwa aku sudah kehilangan rasa kantuk dan tidak bakalan bisa kembali tidur. Maka, aku pun keluar dan mandi. Saat selesai, langit sudah dihiasi semburat cahaya matahari pagi, dan beberapa orang yang bangun awal sudah mulai tampak di koridor, membawa perlengkapan mandi masing-masing.

Aku berjalan kembali ke kamar dengan pikiran tidak tenang. Entah kenapa, aku punya firasat buruk soal hari ini.

***

Rosa tidak muncul.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.50. Sepuluh menit lagi, bel berbunyi. Biasanya, cewek itu datang lumayan awal untuk menyalin PR. Walaupun hari ini tidak ada PR, aku ragu bahwa itu adalah alasannya belum menampakkan diri hingga jam segini.

"Sam, lo lihat Rosa, nggak, tadi? Kamar lo deket daerah kamar dia, kan?" tanyaku pada Sam, yang sedang sibuk menahan matanya agar tetap terbuka.

"Rosa?" tanyanya sambil menguap lebar-lebar, membuatku nyaris ikut menguap juga. "Nggak, tuh. Kenapa?"

Aku menahan napas sambil memandang sekitar sekali lagi. Masih belum ada tanda-tanda keberadaan cewek itu. Di mana dia?

Hingga bel masuk akhirnya berbunyi, Rosa masih belum datang. Bu Yohana masuk ke kelas dengan setumpuk map di tangannya. Suasana kelas tidak setegang kemarin, tetapi hal itu tidak membantu. Firasat buruk yang kurasakan tadi pagi itu...

"Selamat pagi," Bu Yohana menyapa dengan ramah, "Ibu absen dulu, ya."

Setelah itu, ia mulai membacakan nama-nama dalam daftar absensi satu-per-satu. Semua orang sejauh ini hadir, kecuali, tentu saja, Luke. Kemudian, Bu Yohana sampai pada nama Rosa, dan ia pun berhenti.

"Nggak ada Rosaline Bernadette?" tanyanya, menyadari tidak ada anak yang mengangkat tangan, "Ada yang tahu dia ke mana?"

Hening. Tidak ada satu pun anak yang buka suara. Aku hanya menggigit bibir dengan gelisah.

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang