Seakan keadaan belum cukup menegangkan akibat perselisihan Alice dan Andrew, Topeng Putih mengirimkan pesan untuk kami segera melanjutkan permainan. Sepertinya dia memang sengaja mempermainkan kami, dan memecah belah kami seperti sekarang.
Apa dia menikmati semua ini?
Dasar psikopat gila.
Ruangan yang hanya berisi aku, Sam, dan Andrew, yang baru saja kembali setelah keluar selama lima menit, kembali menegang. Kami menatap ponsel masing-masing, belum berani mengucapkan komentar karena kenyataannya hubungan kami tidak sedekat itu tanpa adanya Alice atau Joshua atau Bryan.
"Er... Jadi, gue nyusul Alice dulu aja, ya." sahutku sambil bersiap berdiri.
Tidak diduga, Sam menahanku sambil melotot ke arahku. Ia kemudian berbisik dengan nada yang sangat pelan agar Andrew tidak mendengarnya—meskipun menurutku ia masih dengar, "Jangan jadiin gue tumbal buat monster, dong."
Aku menghela napas panjang, lalu mengurungkan niat untuk menghindari suasana canggung ini. Tepat saat aku kembali menatap layar ponsel, pintu terbuka. Bryan masuk dengan tampang sedikit bete, diikuti Alice yang matanya masih merah akibat menangis. Di belakangnya, ada Joshua yang tampak menawan seperti biasanya.
"Ada SMS baru. Kalian udah baca?" tanya Bryan sambil duduk kembali di tempatnya.
"Sudah. Dia nyuruh kita nelepon lagi." sahutku.
"Topeng Monyet kampret itu nggak ngebiarin kita tidur, ya? Udah jam berapa ini? Gue udah ngantuk banget." gerutu Sam.
"Ya udah, kita telepon aja dulu dan pikirkan jawabannya besok siang. Kayaknya kita semua sudah cukup lelah hari ini. Besok ketemu di kantin pas istirahat aja buat ngebahas." sahut Bryan sambil mulai menelepon nomor tersebut. Nada sambung terdengar sejenak, dan kami semua hanya larut dalam keheningan. Kemudian, sebuah suara terdengar di sisi lain telepon.
"Halo... Selamat malam semua!" seru Topeng Putih dengan nada yang amat ceria.
Di satu sisi, ia terdengar minta dilempar sandal, tapi di sisi lain, suara itu juga terdengar mengerikan. Siapa yang masih bisa seceria itu setelah menyiksa dua orang anak perempuan?
"Bagaimana permainannya? Seru banget, kan? Sampai bisa membuat kalian berkelahi sendiri. Hahaha..." sambungnya meremehkan.
"Lo bilang waktunya dua hari, kok cuma satu hari lebih dikit?" sahut Andrew sewot.
"Kan aku tidak bilang jam berapa kalian harus menjawab. Yang penting sekarang sudah hari kedua, kan?" sahut Topeng Putih, sambil menahan tawa. "Oke, langsung saja ke intinya, ya, karena aku sudah mengantuk dan ingin segera kembali ke pulau kapuk."
Masih sempat-sempatnya ia membahas soal tidur di situasi semacam ini.
"Jadi, aku akan memberi kalian klu korban kedua yang harus diselesaikan dalam dua hari."
"Dua hari beneran apa bohongan, nih?" sindir Bryan.
"Di balik bayang, ia berdiri. Ada, namun tidak terasa." kata Topeng Putih mengabaikan pertanyaan Bryan dan lagi-lagi, tanpa ada embel-embel apa pun, langsung menutup telepon.
Sedetik setelahnya, ponsel kami berbunyi saling bersahutan. Pesan berisi petunjuk tersebut telah dikirimkan ke masing-masing ponsel kami.
Petunjuk macam apa ini? Bahkan, rasanya, petunjuk ini lebih sulit daripada sebelumnya. 'Di balik bayang'? Maksudnya tirai? Memangnya ia sedang bermain drama? Tunggu, di sekolah kan memang ada ekskul drama. Tapi, 'ada namun tidak terasa'? Apa maksudnya? Oksigen?
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] Curse of the Suicide Game
Mystère / Thriller[WARNING: Mengandung kata-kata umpatan dan adegan kekerasan yang kurang sesuai untuk anak-anak] Sosok psikopat di balik topeng putih yang menjadi momok siswa-siswi masih berkeliaran. Namun, Tim detektif amatir IMS (Infinite Mystery Seeker), yang ber...