40. Bryan

51 10 0
                                    

Ini tidak mungkin nyata.

Saat melihat ruangan gelap di bawah tanah itu, yang tampaknya adalah ruangan yang baru saja ditinggalkan Joshua beberapa saat lalu, pertanyaan tidak bisa berhenti bermunculan di dalam benakku. Sebelum sempat kusadari, aku sudah memiliki daftar baru lagi berjudul "Hal-Hal yang Kuharap Tidak Pernah Kulihat".

Ruangan itu kecil, dengan alas sepenuhnya berupa tanah, walaupun hampir tak tampak lantaran tertutup barang-barang beraneka ragam. Tampilannya kuno dan hawanya sangat lembap. Hampir tidak ada sumber penerangan selain sebuah lampu kecil remang-remang di tengah langit-langit. Bagian paling rapi dan mencolok, tentu saja, adalah deretan senjata yang dipajang di dinding dalam. Samar-samar, aku mengenali panah besar di antara kumpulan senjata itu.

Panah itu; panah yang selalu muncul dalam mimpi-mimpi burukku.

Rasa merinding merambati tengkukku. Ini pasti markas Topeng Putih. Tidak salah lagi. Jubah-jubah dan topeng yang berserakan di bawah dan foto-foto hitam putih Fellicia dan Rey di meja itu tidak mungkin berbohong.

Aku tidak tahu mana yang akan lebih mengejutkanku: kalau Joshua adalah Topeng Putih itu sendiri, atau kalau dia sudah menemukan ruangan ini sejak lama dan tidak memberitahuku. Rasanya, dua-duanya sama-sama tidak bisa kupahami. Pertama-tama, dari percakapannya yang kudengar di telepon tadi, ia sepertinya bukan Topeng Putih. Ia datang ke sini untuk mencari sesuatu yang disembunyikan oleh Topeng Putih. Tetapi, kenapa menyembunyikannya dariku? Apakah ia mencurigaiku? Sedangkal itukah persahabatan kami di matanya sampai-sampai ia lebih memilih untuk memercayai Gwen—yang jelas-jelas sedikit mencurigakan—daripada aku?

Aku berjalan mengitari ruangan, memerhatikan benda-demi-benda yang kutemukan di sana. Di samping lembaran foto-foto hitam putih, ada banyak artikel koran lama yang dibiarkan berserakan. Sekilas, artikel-artikel itu tampak tidak ada artinya. 'Lukisan-Lukisan Curian Bernilai Mencapai 600 Miliar Ditemukan', 'Teroris Pengeboman Berhasil Dibekuk di Jakarta Selatan', dan 'Pemilik Walker Corporation Menjadi Korban Pembunuhan Anak Balitanya Sendiri' adalah headline dari beberapa lembar yang kelihatan.

Entah mengapa, pikiranku, yang tadinya dipenuhi bayangan tentang Joshua, melayang ke percakapanku dengan Alice kemarin malam.

'Bokap gue dulu polisi,' begitu katanya. Aku membayangkan, kalau ayahnya melakukan penangkapan-penangkapan kontroversial seperti yang ada di berita-berita ini, tidak heran banyak orang yang dendam terhadap beliau. Mungkin orang yang membunuh kedua orang tuanya itu juga...

Sesuatu terbersit dalam pikiranku.

Apakah artikel-artikel koran ini sebenarnya bukannya tidak berarti? Jangan-jangan, ini ada hubungannya dengan pembunuhan orang tua Alice dan dendam Topeng Putih terhadap mereka?

Aku harus memberitahu dia.

Tetapi... apa yang akan kulakukan tentang Joshua?

***

Aku menghabiskan sepanjang siang untuk berpikir. Setelah otakku sedikit lebih dingin, aku bisa melihat keseluruhan situasi dengan lebih netral. Joshua mungkin tidak ingin melibatkan yang lain karena ini terlalu berbahaya. Aku pun mengakui bahwa orang-orang seperti Andrew dan Sam kadang-kadang memang terlalu meledak-ledak sehingga ceroboh. Menempatkan diri di posisinya, aku mulai berpikir bahwa Joshua barangkali tidak ingin menyeret kami ke dalam bahaya.

Tetapi, ia harus tahu bahwa sebenarnya, informasi itu terlalu penting untuk ditutupi dari yang lain. Tidak peduli apa pun alasannya dan apa pun kondisinya, kami harus menghadapi itu bersama-sama. Malahan, kami harus mulai berdiskusi dan menggabungkan seluruh potongan puzzle yang ditinggalkan Topeng Putih di mana-mana, termasuk soal pembunuhan orang tua Alice. Terlalu banyak rahasia yang disimpan oleh para anggota sampai-sampai kami tidak bisa menghubungkannya menjadi satu gambaran utuh.

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang