91. Andrew

40 11 0
                                    

Aku tidak menyangka kami bisa sejauh ini.

Meskipun Topeng Monyet Anjing itu belum juga tertangkap, kami sudah berhasil menyingkap markas mereka. Suatu pencapaian yang patut dirayakan, menurutku. Selain itu, kami juga akhirnya berhasil memanggil polisi ke sekolah tanpa dihalang-halangi oleh kepala sekolah sialan yang selalu melarang polisi mengecek panti asuhan maupun sekolahnya entah dengan alasan apa.

Bukannya ia benar-benar tinggal diam, sih.

Ia masih mencoba menghalang-halangi polisi dengan senyum ramah super sopan agar mereka tidak masuk ke dalam panti asuhan saat aku datang bersama dengan Pak Owen, salah satu polisi muda yang sepertinya bisa kami ajak kerjasama. Untungnya saat kami datang, ambulans masih sibuk mengangkut Gwen, yang entah bagaimana bisa terluka parah hingga pingsan.

Melihat hal itu, Pak Owen bersikeras melanjutkan penyelidikan meskipun tidak mendapat izin dari Pak Stenley. Katanya, ia akan meminta surat penggeledahan, dan melanjutkan penyelidikan dimulai dari sarang Topeng Putih yang sudah kami temukan setelah aku diinterogasinya dan menceritakan apa saja yang aku tahu mengenai Topeng Putih sialan ini.

Pokoknya, sekarang kami bisa beristirahat dulu di rumah sakit.

Gwen masih terbaring lemas di UGD. Kata dokter, lukanya lumayan parah dan ia mengalami gegar otak ringan akibat kepalanya mengantam batu dengan keras. Rosa dan korban lainnya juga sedang dirawat di UGD karena katanya mereka diberikan dosis narkoba yang berbahaya, serta mengalami trauma yang perlu perawatan lebih lanjut. Kami, di sisi lain, sedang menemani Bryan dan Alice, yang saat ini sedang dibebat perban karena luka yang mereka terima.

Cuma aku, Sam, dan Joshua yang masih waras.

Ralat, Sam kuanggap tidak waras, sih, karena sejak tadi ia memulai teori konspirasi baru soal Topeng Putih adalah Pennywise dari film IT yang membalas dendam setelah beberapa tahun. Dengan bodohnya, ia mengumandangkan teori tidak berdasar itu pada semua orang, yang membuatku harus repot membungkamnya agar tidak memermalukan kami semua. Anehnya, Joshua, yang biasanya pertama kali bakal bereaksi kalau peliharaan pribadinya suka ngawur, hanya diam saja—mungkin sesuatu terjadi selama interogasinya dengan Pak Owen tadi, atau ia punya clue baru yang belum diceritakan pada kami?

"Ada lubang galian di sana." Alice tiba-tiba membuka pembicaraan setelah suster keluar dari ruangan tempat kami semua berkumpul. "Waktu gue cek, lubangnya udah kosong, sih, tapi gue yakin mereka selama ini ngincer sesuatu yang terkubur di bawah panti asuhan."

Hening.

Kami belum siap melanjutkan pembahasan mengenai Topeng Putih sekarang.

Aku menghampiri cewek itu sambil tersenyum, lalu menggandeng tangannya keluar dari kamar. Tumben-tumbenan Bryan tidak memprotes tingkahku barusan. Mungkin ia juga sudah kehabisan tenaga untuk memprotes. Atau lukanya parah sampai-sampai ia jadi malas gerak.

Apa lukanya separah itu?

Tunggu, kok aku jadi mikirin cowok kampret itu, sih?

Aku melirik ke arah Alice yang kini menunduk menatap lantai dengan depresi. "Kayaknya kita harus ngasih jeda waktu dulu, deh, buat yang lain." kataku setelah kami sudah berjalan agak jauh dari kamar.

"Sorry." sahutnya, kentara sekali merasa bersalah. "Gue cuma merasa perlu ngomong itu ke kalian secepatnya, sih. Soalnya takut gue lupa atau tiba-tiba... terjadi sesuatu ke gue kayak yang dialami Rosa."

Air mata turun dari pipi gadis itu. Ternyata, tidak hanya fisiknya saja yang terluka. Rasanya sakit sekaligus marah melihatnya seperti ini.

"Nggak apa-apa, Lice." sahutku berusaha menenangkan sambil memegang kedua bahunya dan menatap ke arahnya. "Gue nggak bakalan ngebiarin Top—Voldemort ngelukain siapa pun lagi, apalagi lo."

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang