EXTRA #3: CINTA PERTAMA?

44 8 0
                                    

Januari 2002, 12 tahun yang lalu...

Joshua, 4 tahun

Hari ini mendung. Aku berdiri di pojok kelas, membereskan mainan yang tadi kupakai sendirian pelan-pelan sambil memandang ke luar jendela. Sedihnya, setiap hari selalu begini. Teman-teman yang lain pasti sedang asyik bermain bola bersama, sedangkan aku cuma bisa menunggu di kelas atau di teras sampai kami disuruh kembali ke asrama.

Aku juga ingin main bersama yang lain.

Tapi, mereka nggak suka padaku. Baik anak-anak cowok maupun anak-anak cewek, semuanya selalu mengejekku. Padahal, Bu Hana sudah menegur mereka. Tapi, bukannya membaik, mereka malah makin parah dan mengataiku tukang lapor, walaupun aku nggak pernah melapor sama sekali.

Aku keluar dari kelas dan langsung melihat anak-anak sedang bermain bola dengan seru. Lagi-lagi, aku cuma bisa duduk di teras. Beberapa anak cewek juga duduk di teras, tapi mereka sedang mengobrol, dan mereka anak-anak yang menyeramkan, jadi aku memilih tempat paling jauh agar mereka tidak melihatku.

Ternyata, hari ini ada anak lain yang juga sedang duduk sendirian di bagian paling pojok teras.

Seorang anak cewek. Hm... siapa, ya? Rasanya aku belum pernah lihat. Rambutnya panjang dan dikepang cantik. Kulitnya putih bersih dan matanya besar. Sepertinya nggak ada anak seperti itu sebelumnya. Apa dia anak baru? Kenapa nggak main dengan yang lain? Apa dia juga sering diejek sepertiku?

Tapi nggak mungkin, kan? Dia cantik sekali... untuk apa dia diejek?

Aku duduk agak jauh darinya, tapi sebenarnya aku penasaran. Kalau aku mengajaknya ngobrol sekarang, saat dia masih belum kenal siapa-siapa, mungkin aku bisa berteman dengannya? Tapi, kalau dia juga mengejekku bagaimana? Tapi... anak yang cantik seharusnya baik juga, nggak, sih?

"A-anu..."

BUAK!!!

Aku melompat kaget. Apa itu barusan? Aku nggak sadar apa yang terjadi. Pokoknya, tiba-tiba anak cewek yang cantik itu sudah berdiri dengan wajah merah padam, sebuah bola di tangannya. Ia kelihatan marah banget.

Uh oh... apa anak-anak cowok itu melempar bola ke arahnya? Apa barusan wajahnya terkena bola? Apa dia akan menangis karena diganggu sepertiku? Apa...

"HEI! MAINNYA LIHAT-LIHAT, DONG! SAKIT, TAHU!"

Aku hanya bisa melongo saat anak cewek itu malah melempar balik bola di tangannya dengan keras ke Antoni hingga mengenai dadanya.

Luar biasa...

Keren. Anak ini keren banget.

"Aduh!" Antoni berteriak. "Siapa, sih! Galak banget! Aku panggilin Pak Mardi, loh!"

"Bilang aja! Pak Mardi pasti belain April, kok!"

Aku menatap anak itu sambil terkagum-kagum. Ternyata namanya April. Bahkan namanya pun bagus sekali, seperti nama bulan. Keren... Sepertinya dia anak baik.

"J-J..." Uh oh... aku terlambat menyadari. Tahu-tahu saja, Antoni sudah menunjuk-nunjuk ke arahku sambil melotot. "J-Jamur ngompol lagi!!!"

Aduh! Habis sudah aku!

Sambil mendengar anak-anak cowok ngakak menertawakanku, April menoleh ke arahku. Aku nggak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi tiba-tiba dia berteriak, "Ih!" dan berlari pergi.

Astaga... malu banget! Rasanya aku mau menangis!

***

"Heh, Jamur! Minggir, deh!"

Suara Kak Jasmine. Aduh, ada apa lagi? Padahal, aku cuma duduk diam di pojok ruang bermain. Kenapa dia mau menggangguku lagi? "A-aku udah di pinggir, Kak..." jawabku sambil mendongak memandang wajah galak Kak Jasmine, yang ternyata datang bersama temannya yang juga sama-sama mirip nenek sihir, Kak Nana.

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang