35. Rosaline

58 10 0
                                    

"Entah kenapa, permainan Topeng Putih kayaknya berhenti tiba-tiba. Harusnya, kan, abis ngirim foto pelaku, dia langsung ngasih petunjuk baru. Nah, ini, petunjuknya sampe siang ini belum juga muncul," Bryan mengutarakan pemikirannya saat kami berkumpul di kamar Alice sepulang sekolah. "Kayaknya memang dia ngasih kita waktu break, entah dengan alasan apa. Kita mending manfaatin waktu ini buat nyari lebih dalem soal Topeng Putih."

"Nyari di mana?" tanya Alice kebingungan.

"Kita coba tanya-tanya sama orang yang terkait sama Topeng Putih, misal yang pernah jadi korban," jelas Bryan. "Atau... err... orang-orang terdekat almarhum Willy. Sebenernya, gue udah lama kepikiran ini, sih, tapi nggak enak ngomongnya karena masih suasana berkabung. Tapi, kalo situasinya udah begini, mau-nggak-mau, sih."

"Orang terdekat Willy, kayak... Andrea?" usulku. "Willy gosipnya naksir Andrea, kan? Gue denger dari anak cheers."

"Itu boleh, atau siapa sih yang deket sama Willy sebelum ini?" tanya Bryan sambil memalingkan wajahnya ke Andrew.

"Gue." sahutnya jahil.

"Selain lo, duh." cibir Bryan.

"Preman-preman di deket gang situ... Mang Cipto... Benny." sahut Andrew sambil mengingat-ingat.

"Lo mau wawancara preman deket gang? Yakin?" tanya Joshua, mengernyitkan dahi.

"Gue nggak ikut." sahut Sam buru-buru. "Bukannya takut, lho. Cuma gue mau tidur siang aja. Ngantuk banget, nih, capek."

"Lo bukannya kemarin udah tidur lebih dari dua belas jam sehari, ya? Lo mau tidur atau latihan mati, sih?" timpal Joshua sewot.

"Kalo—"

"Ya udah, gue serahin ke lo aja, yang temennya Willy." potong Bryan, sambil menunjuk Andrew.

"Gue sama preman-premannya nggak deket. Gue nggak seberandal itu, woy, nggak ikutan malakin orang. Kalo Mang Cipto gue rasa nggak mungkin tahu lebih banyak dari yang gue tahu, Benny juga." jelas Andrew sambil mengedikkan bahu.

"Eh, tapi..." Alice menggantungkan kalimatnya di udara. "Ada nggak, sih, kemungkinan kalo oknum-oknum itu adalah Topeng Putih?"

"Nggak." sahut Andrew tanpa berpikir. "Preman-preman di sana, walaupun suka malak, kayaknya mereka masih takut masuk area sekolah buat nyelakain orang atau melakukan percobaan pembunuhan kayak gini. Lagipula buat apa mereka ngelakuin itu? Mang Cipto juga. Lo pikir ini film horor Indo yang ada plot twist anehnya kayak Mang Cipto ternyata buka perdagangan manusia dan adalah assassin?"

"Er... iya juga, sih." sahut Alice sambil tersenyum geli. "Tapi, Kak Benny gimana?"

"Hah, apalagi dia. Di otaknya cuma ada game sama film bokep." sahut Andrew meremehkan. "Walaupun dia nggak naik kelas terus dan suka ikut-ikut malakin orang, dia nggak seberingas itu, kok. Toh, abis ini kalo dia masih nggak lulus bakal dipaksa kerja sama Stenley."

"Tapi, senjata yang ada di kamarnya itu? Apa nggak aneh, sih?" tanya Alice belum mau menyerah, membuat kami langsung terdiam.

"Alice bener juga. Agak aneh kalau Kak Benny punya macem-macem senjata gitu, memangnya dia algojo? Atau pedagang senjata ilegal? Atau... sebenarnya bonyoknya adalah pembunuh bayaran yang malsuin kematiannya sendiri?" usulku.

"Lo kebanyakan nonton horor Indo deh, Sa." sanggah Andrew, yang sendirinya sudah membawa-bawa film horor Indonesia berkali-kali dalam percakapan barusan. "Kebanyakan mikir plot twist. Memang nggak menutup kemungkinan kalo dia itu Topeng Putih, sih, tapi soal bonyoknya, jangan bawa-bawa itu, ah, nggak baik. Orang meninggal jangan diomongin jelek-jelek."

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang