86. Joshua

36 12 0
                                    

‘Kim udh ketemu. Ketembak pistol tp aman, Bry yg bawa. Kita di pager blkg. Lo dmn Josh?’

Jantungku serasa berhenti berdetak membaca pesan yang baru saja masuk dari Alice.

Pistol?

Topeng Putih membawa pistol? Kenapa aku tidak mendengar suara apa pun? Korban pertama yang sejak tadi kucari-cari itu… ternyata sudah bersama mereka, dan bahkan berhasil dilukai oleh psikopat gila itu?

Sekujur tubuhku melemas dan mendadak aku merasa tidak berguna.

Apa, sih, yang sedang kulakukan?

Sejak awal, seharusnya aku tahu bahwa rencana ini tidak mungkin berhasil. Memangnya, seberapa besar peluangku, yang hanya satu orang, untuk bertemu dengan Topeng Putih di gedung seluas ini, lebih-lebih berkesempatan untuk mengorek informasi dari mereka? Tetapi, walaupun alam bawah sadarku mengetahui hal itu, aku tetap menyetujui rencana ini karena Gwen yang mengusulkannya. Kurasa, jauh di dasar pikiran, aku benar-benar masih merasa berada di bawahnya, mengagumi dan memercayakan segalanya padanya. Padahal, ia juga cuma manusia biasa yang bisa salah, dan kemungkinan, saat ini salah satunya.

Aku mengeraskan rahang dan berbalik, lalu segera berlari dengan kecepatan penuh menuju tangga terdekat. Aku harus membantu mereka. Terlebih, masih ada satu sandera lagi yang sedang berkeliaran entah di mana. Semua orang dalam bahaya.

Tepat saat puncak tangga sudah nampak dan aku hendak melepas topeng dengan sebelah tangan, bunyi langkah kaki terdengar. Otomatis, lariku terhenti dalam sekejap. Aku menyembunyikan diri dengan cekatan, melesat masuk ke dalam ruangan kosong terdekat. Tetapi, baru mencapai ambang pintu, sebuah cekalan erat tiba-tiba mencengkeram pergelangan tanganku, dan aku terhenyak membeku di tempat.

Mampus.

Karena topeng yang kukenakan, aku tidak bisa melirik untuk melihat siapa orang itu. Tetapi, jawabannya kudapat tepat saat itu juga. Sebuah suara tinggi yang, tidak salah lagi, adalah suara Topeng Putih yang biasanya hanya kami dengar melalui telepon, berbisik dengan nada menyerupai desisan di balik bahuku.

“Ngapain lo masih di sini? Bocah-bocah tolol itu udah bawa Kim ke mal. Ambulans, bahkan polisi, bakal dateng. Lo mau kita berdua mati?”

Aku menahan napas, berusaha tidak menimbulkan suara atau gerakan apa pun yang bisa membocorkan identitasku. Cengkeraman Topeng Putih pada pergelangan tanganku mengerat.

“Buruan cabut,” desaknya, “Bos, kan, udah nyuruh lo bantuin Princess di sekolah. Mereka udah mau selesai ngeluarinnya. Gue bisa urus bocah-bocah itu sendiri beberapa saat. Gue susul lo dalam lima belas menit.”

Setelah mengatakan itu, Topeng Putih melepas cengkeramannya dan berbalik pergi dengan tergesa-gesa, meninggalkanku dengan bahu terkulai lemas. Apa yang terjadi?

Apakah barusan… rencana gilaku dan Gwen bekerja?

Jelas, Topeng Putih itu mengira bahwa aku adalah rekannya. Ia menyuruhku kabur ke sekolah secepat mungkin karena ambulans dan polisi akan datang, dan mengatakan bahwa ia akan menyusul dalam lima belas menit. Tetapi, bagaimana dengan sandera kedua yang katanya sudah dilepas, yang kemungkinan besar adalah Luke? Lalu, mengeluarkan apa? Apakah dugaan Gwen benar bahwa sandera-sandera yang tidak dilepaskan itu hendak dibawa keluar dari markas mereka di sekolah?

Dan lagi, caranya mengatakan 'kita berdua' mengisyaratkan bahwa hanya ada dua dari mereka di bangunan ini, dan keduanya sudah hendak kabur, kemungkinan ke sekolah, tempat Gwen berada.

Aku meraih ponsel di dalam saku dan buru-buru menghubungi Gwen. Setelah nada sambung terdengar selama beberapa saat, suara berbisik cewek itu menyahut dari seberang telepon dengan nada panik.

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang