"ANJIR! ANJIR! ANJIR! TOPENGNYA DI SANA, TOLONG! AKHH!" Sam memekik nyaring, membuat posisi kami langsung ketahuan.
Padahal, jarak psikopat itu dari kami kurang lebih lima meter. Seandainya saja dia tidak berteriak, aku bisa mengendap-endap untuk menangkapnya.
Dasar sialan! Padahal aku sudah repot-repot mencari tempat aman untuk bersembunyi agar bisa menangkapnya diam-diam, tapi bocah itu malah berteriak-teriak heboh tidak karuan. Daripada bocah cengeng satu ini, tentu saja aku memilih Alice, yang kalau shock tidak menjerit-jerit.
Aku segera merangsek maju ke arah Topeng Putih yang tengah menoleh ke belakang dengan terkejut. Begitu melihatku mengejarnya dengan pisau lipat di tangan, ia langsung berlari ke arah lain—menuju tangga.
"BRY! JAGA DI TANGGA!" pekikku pada Bryan, yang semoga saja masih ada di lantai empat, bukannya tiga.
Mendengar kalimat itu, Topeng Putih tidak jadi turun lewat tangga dan berlari lurus ke depan. Aku berusaha mengejarnya. Karena tubuhnya yang lebih kecil dariku, dan kakinya yang lebih pendek dariku, aku bisa dengan mudah menyusulnya. Aku mengulurkan tanganku untuk menarik hoodie yang tergantung menutup rambutnya.
Set...
Tanpa diduga, ia segera berkelit dan mengayunkan pisau yang entah sejak kapan ia genggam ke arah tanganku. Untung aku sempat menghidari sabetan itu, kalau tidak, pasti bekas luka di tanganku bertambah satu lagi.
Perlawanan itu membuatku sedikit terkejut, sehingga ia berhasil mengambil jarak dariku, dan menghilang di balik tikungan di depanku. Aku buru-buru mengejarnya, sambil mengeluarkan pisau lipat dari dalam sakuku. Begitu sampai di tikungan, aku sedikit memelankan langkah—berjaga-jaga kalau Topeng Sial itu bersembunyi di balik tikungan.
Dengan hati-hati, aku menempelkan tubuh di balik tembok tikungan dan mengintip ke baliknya. Tentu saja, aku langsung disambut oleh sabetan pisau lain yang sudah kuduga sebelumnya.
"Hah! Tipikal!" sahutku sarkastik sambil menghindari tusukan pisaunya, dan segera mencekal lengan Topeng Putih.
Dari ukuran tangannya, seharusnya ia seorang perempuan.
"Gue bakal bunuh lo dengan tangan gue sendiri." ancamku sambil menekan erat tangannya dan memutarnya ke belakang, sampai ia melepaskan pisau di tangannya.
Ia berusaha menepis dengan tangan lainnya, namun kedua tangannya berhasil kutangkap dengan mudah. Aku tidak suka menyakiti seorang perempuan, apalagi yang lemah seperti Topeng Putih sial satu ini, tapi dia sudah mengacaukan hidupku. Sekarang giliranku mengacaukan hidupnya.
Aku memegang kedua tangannya dengan tangan kiri, dan mengacungkan pisau lipat untuk menikam tubuhnya.
Baru saja kuangkat pisau lipat di tangan kananku, ia bisa-bisanya melompat ke atas, lalu melakukan roll di udara dan berakhir menaiki pundakku. Ia cukup berat untuk ukuran seorang perempuan. Tangannya masih berada di dalam genggamanku, namun kini betisnya mulai mengapit leherku kuat-kuat, membuatku tercekik.
Tidak bisa. Kalau terus begini, aku bakal kalah.
Aku menjatuhkan badanku ke belakang dengan kuat hingga mengantam lantai semen gedung dengan sangat keras. Punggungku rasanya mau patah, namun rasa sakit itu setimpal dengan membuat kepala Topeng Putih terbentur ke tanah.
Anehnya, hoodienya tidak juga lepas saat itu.
Aku buru-buru bangkit dan menindih tangan dan kakinya hingga tidak dapat bergerak.
"Lo harusnya tahu kalo lo nggak akan bisa menang dari gue." sahutku sambil berusaha menahan tangan dan kakinya yang masih mencoba untuk memberontak. "Sam! Lepasin topengnya, dong, tangan gue cuma dua, nih!" pekikku, meminta bantuan bocah ingusan yang entah sedang berada di mana.
Hening.
Ke mana, sih bocah, itu? Apa dia sudah kabur meninggalkanku ke zona aman? Atau dia mau lapor ke Joshua seperti yang biasa ia lakukan? Ke mana dia?
"Ndrew," suara bocah itu memanggil namaku. Suaranya lirih dan bergetar, seperti sedang ketakutan. Kenapa dia setakut itu padahal Topeng Putih sedang kutindih di bawahku?
Aku menoleh ke belakang, dan mendapati Sam yang tengah menangis dengan lutut bergetar. Di belakangnya, ada sosok Topeng Putih lain yang jauh lebih tinggi darinya, sedang memegangi tubuhnya sambil menempelkan pisau di leher anak itu.
"Tolong gue." rengeknya sambil menitikkan air mata.
Aku bisa merasakan mataku membelalak lebar. Oh, shit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] Curse of the Suicide Game
Mystère / Thriller[WARNING: Mengandung kata-kata umpatan dan adegan kekerasan yang kurang sesuai untuk anak-anak] Sosok psikopat di balik topeng putih yang menjadi momok siswa-siswi masih berkeliaran. Namun, Tim detektif amatir IMS (Infinite Mystery Seeker), yang ber...