22. Sam

56 13 0
                                    

"Nggak nyambung semua," Bryan menyimpulkan saat selesai membahas hasil wawancara dengan para kapten tadi sore. "Hampir nggak ada yang punya dendam pribadi sama salah satu dari kita. Yang ada cuma Max aja, ke gue. Itu pun gara-gara urusan kamar mandi."

"Kalau mereka punya, pun, nggak bakal ngomong langsung meskipun ditanya nggak, sih?" tanya Rosa, terdengar masuk akal.

Semua orang di ruangan menunduk putus asa. Selama beberapa saat, suasana berubah hening. Lalu, si Nanas Mutan membuka suara, "Apa kita fokus ke bagian klu yang salah, ya? Jangan-jangan, karena terpaku sama si 'kapten' ini, kita miss klu yang lain?"

"Terus, apa lagi?" Alice bertanya, "Yang paling jelas itu, nggak, sih? Yang lainnya kayak 'parang' dan 'malam itu' terlalu ambigu, deh."

"Ambigu bukannya artinya mesum, ya?" tanyaku, "Masa sajaknya mesum, sih?"

Si Nanas Mutan nggak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menjitakku. "Eh," tegurnya sok pintar, "Ambigu, tuh, artinya 'nggak jelas'. Lo kebanyakan baca meme, dah."

"Sembarangan!" protesku, "Ya siapa yang nggak langsung mikir begitu kalo denger kata 'ambigu' dan 'malam itu'?"

Mendadak, saat mengucapkan kata terakhir, sesuatu terbersit di otak cerdasku.

Malam itu...

Benar juga, ya. Kenapa aku nggak kepikiran dari tadi? "Eh, eh, eh," seruku bersemangat, "Menurut lo, mungkin nggak, sih, malam yang dimaksud, tuh, malam persetubuhan Bryan sama Mons—Andrew?"

Rosaline langsung menutup mulut dengan kaget. "Astaga, Sam—"

"Heh!" Monster Andrew membentak galak. Aku berjengit kaget dan langsung mencari perlindungan di balik Nanas Mutan. "Persetubuhan gimana maksud lo?"

"Ya bener, kan!" protesku tak terima, "Maksudnya kata lainnya pertengkaran itu, loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya bener, kan!" protesku tak terima, "Maksudnya kata lainnya pertengkaran itu, loh."

"Itu perseteruan, Bego! Jauh amat nyasarnya," Nanas Mutan, yang menjadi tempat perlindunganku, malah berbalik menjitak kepalaku. Dasar pengkhianat.

"Ya, kan, sama aja artinya!"

"Beda, Sam. Persetubuhan itu—"

"Guys," suara Bryan berhasil membungkam semua orang karena nadanya yang tiba-tiba serius. "Gue nggak nyangka bakal mengakui ini, tapi gue rasa, Sam ada benernya. Bisa jadi, itu yang dimaksud Topeng Putih—malam di mana gue dan Andrew berantem di sekolah."

Seisi ruangan langsung hening setelah itu. Mungkin mereka semua sedang mengakui dalam hati betapa briliannya pemikiran Yang Mulia Sam. Aku mendengus bangga. Tunggu sampai mereka tahu kalau aku sudah menghafalkan jawaban satu paket soal UN Matematika.

"Bisa jadi, ya?" Alice bergumam, kemudian menunjuk ke arah kertas catatan Bryan, "Lo juga lupa ngewawancarain diri lo sendiri, loh, Bry. Padahal, lo kapten basket."

"Dan IMS," Nanas Mutan menimpali. "Lo juga kapten IMS."

Bryan memandang ke arah kami satu-per-satu. "Berarti..."

Tiba-tiba, ponsel di saku kami semua bergetar dalam waktu bersamaan. Semua orang, termasuk aku, mengeluarkan ponsel dan membuka SMS baru yang masuk. Tentu saja, SMS itu berasal dari si Topeng Monyet.

'Dalam kumpulan yang tak disenangi Tuan, ialah paling belia, Sang Korban. Klu kedua. Good luck.'

"Klu kedua?" Rosaline membaca, "Gue nggak tahu kalo ada klu kedua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Klu kedua?" Rosaline membaca, "Gue nggak tahu kalo ada klu kedua."

Alice mengangguk. "Sama, gue ju—"

Tiba-tiba, Bryan menepuk tangannya keras-keras. Aku memekik kaget.

"Woy! Biasa aja, kali, ama nyamuk!" tegurku emosi.

"Nggak salah lagi," katanya dramatis, mengabaikanku yang masih menatapnya bete, "Maksudnya kita, kan? 'Dalam kumpulan yang tak disenangi Tuan'. Kumpulan itu kita, dan 'Tuan' adalah Pak Stenley."

"Gue juga mikir gitu," Nanas Mutan menyetujui.

"Kalo gitu, tinggal satu dugaan yang perlu kita pastiin," Bryan menjawab lagi. "Tanggal lahir kalian semua berapa?"

"Gue 18 Mei," Rosaline menjawab.

"28 September," Alice menimpali.

"Gue sendiri 9 Januari," Bryan berkata, "Sam?"

Aku mengerutkan kening. "Ini ngapain, sih, woy! Malah bahas ulang tahun. Kenapa, mau tuker kado sama Topeng Monyet?"

"Udah, jawab aja," Bryan menyela.

"Ya udah, 21 Oktober. Kenapa, sih?" tanyaku, masih kebingungan.

"Catherine berapa?" Bryan bertanya lagi.

"Catherine 15 Mei. Kenapa, sih, ah!" pekikku tak sabar, "Nggak ada yang mau jelasin, apa?"

"Kalo gue, anak hasil temu di luar panti, jadi nggak bisa relate," Nanas Mutan menyahut curhat, sama sekali nggak mengindahkan kebingunganku, "Tapi, selama ini, tanggal gue masuk dianggep tanggal ultah, sih, which is 5 Juni."

"Gwen berapa?" Bryan bertanya, "Ada yang tahu?"

"Gwen Agustus," si Nanas menjawab lagi, "Tanggal 1."

Setelah itu, ruangan berubah hening. Semua pasang mata beralih menatap Monster Andrew, yang sejak tadi diam seribu bahasa—kecuali, tentu saja, aku, yang menatap mereka semua dengan kebingungan. Wajah Monster Andrew tampak memucat, membuatnya hampir turun pangkat dari monster menjadi pocong dangdut.

"Ndrew," Alice memulai, "Tanggal lahir lo?"

"Gue...," Monster Andrew bergumam, "Gue 20 November."

[COMPLETED] Curse of the Suicide GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang