"Gue boleh bunuh lo beneran gak, sih?"
"Hiks, jangan ...."
Zico mendesis jijik, kakinya gemas ingin menendang wajah sok ternista itu. Araka menyilangkan tangannya di depan dada, berusaha merapatkan jaket Varrios yang ia pakai. Pemuda itu bergerak ke samping, menjauhi Zico. Pikirannya sudah terlanjur diisi hal-hal parno yang membuat Zico sangat bernafsu ingin mencekiknya sampai mati.
"Sumpah, Ar, gue gak ada niatan buat belok. Lo kenapa, sih?!"
"Lo nyeremin, Zic. Gini-gini lo lebih tua dari gue, tau. Potensi cabul lo lebih banyak." Araka mencicit kecil, suaranya imut macam anak kecil takut om pedofil.
Membuat Zico sampai berdecap heran melihatnya. Mengubah objek pandangan pada danau luas di depannya. Ia mengajak Araka ke sini untuk bicara berdua, tidak bermaksud lebih. Entah bagaimana bisa pikiran menjijikkan itu datang dan menyinggahi kepala musuhnya. Hingga tubuh Araka menjadi tremor parah, takut Zico memaksakan kehendaknya yang bejat.
"Zico, lo gak ada naruh perasaan apa-apa sama gue, 'kan?"
Apa lagi ini?
"Gue tau kelakuan gue sejahat apa sama lo, tapi jangan coba-coba lecehin gue di tempat sepi kek gini, ya. Gue takut istri gue salah paham lagi sama hubungan kita."
Zico menyipitkan matanya, melirik dengan sinis. Seandainya kesabarannya sudah habis, ia ingin memakai Araka sebagai umpan untuk memancing di kolam buaya.
"Gue ngajak lo ke sini cuma mau ngobrol. Gue ngerasa gak enak kalau ngomong di depan Ranaya," terang Zico. Dia tidak tahu jika ucapannya malah membuat pikiran Araka semakin ambigu.
"Tuh, 'kan! Lo beneran suka sama gue, ya?"
Zico berdecap kuat. "Lo ngomong ngelantur sekali lagi gue perkosa beneran lo."
"Jangan, Om." Araka mendelik was-was, semakin merapatkan jaket Varrios ke tubuhnya.
Zico yang duduk di sampingnya, di atas rerumputan tepi danau, tampak santai. Menselonjorkan kakinya sambil menyangga tubuhnya dengan tangan yang diletakkan di belakang punggung. Masker hitam pun sedang tak menutupi wajahnya. Maklum, danau sedang sepi pengunjung jadi wajah asli Zico kali ini aman.
Wajar juga, jika Araka curiga sampai takut dianu-anu.
"Gue mau ngomong soal gue sama Ranaya, gue yakin lo pengen tau banyak tentang hubungan kami. Mungkin udah saatnya gue bongkar semuanya. Gini-gini gue juga mau kehidupan Ranaya baik-baik aja, cuman ... gue kurang percaya sama lo. Jadi gue baru bisa cerita sekarang." Zico memulai kata, sembari memperhatikan angsa-angsa yang berenang di permukaan danau.
"Sebenernya ... gue udah gak terlalu perduli juga, sih." Araka menjawab tenang, membuat Zico menoleh perlahan.
Araka ikut duduk seperti posisi Zico, setelah dirasa Zico memang tidak punya niat buruk padanya.
Salahkan pikirannya yang mesum tidak tahu gender.
"Maksud lo?" Ada gelombang bingung yang hadir di dahi Zico yang sedikit berpeluh.
"Lebih baik, gue lupain dendam gue aja, daripada istri gue ilang. Eman, Zic. Dulu dapetinnya susah."
Zico mengerjap pelan, masih berusaha mencerna kalimat itu. "Jadi, lo lupain dendam lo kar'na tau target lo Ranaya?"
"Em, bisa jadi salah satunya."
Araka bergidik ringan, tidak yakin juga sebenarnya. Sejak ia bertemu dengan sang istri, perlahan namun pasti dendam kesumat itu mulai pudar. Membuat fokus Araka menjadi teralihkan dengan sendirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STARBOY ✓
RomanceVarrios, tim yang berdiri sejak tiga tahun yang lalu. Kini diambil alih kepemimpinannya oleh Araka. Sebuah tragedi menyeret semua personil mereka. Satu-persatu ... dengan segala ancaman dan misteri. Pengkhianat yang berkedok teman, dan musuh yang me...