24. ILYT

21.1K 1.8K 563
                                    

"Babe ... dingin."

"Mau dibakar?"

Araka cemberut. Semakin merapatkan sapu tangan kecil ke tubuhnya, satu-satunya selimut yang diberikan Ranaya. Karena kesalahan sepele pasal susu cokelat rasa vanila, berujung Araka yang harus tidur di sofa.

Saat ia meminta selimut pada sang istri, Ranaya hanya memberikan sebuah sapu tangan kecil yang diambil dari kantongnya. Belum dicuci pula, mungkin jika Araka menajamkan penciumannya ia akan menemukan bau asem-asem kecut di sana.

Seperti pada persiapan tidur setiap malamnya, Araka selalu bermain dengan calon bayinya dulu, tapi kini sudah tidak bisa lagi. Yang bisa Araka lakukan hanya memandangi perut Ranaya dari kejauhan, mengusap bantal sofa dengan khayalan itu adalah perut Ranaya, tempat tinggal V di sana.

Ia membatin dramatis. V, buat sementara kita LDR-an dulu, ya. Mama kamu lagi ngambek. Bujuk dia, dong. Supaya Papa gak tidur di sofa gini.

"Apa liat-liat?!"

Araka tersadar, nada perang istrinya keluar lagi. Padahal tadi Ranaya sudah manis sekali.

Dia menangis di kamar tanpa henti, saat Araka datang ia tiba-tiba memeluknya sambil meminta maaf. Tapi ujung-ujungnya Araka malah berakhir tidur di sini, karena sebuah kesalahan kecil yang sebenarnya Araka tidak tahu jika itu akan mengancam keberlangsungan kenyamanan tidurnya.

"Emang nyari susu gitu di mana?" tanya Araka saat itu.

Tak disangka itu menyebabkan Ranaya kerasukan lagi. "Ya, itu tugas kamu dong sebagai suami. Masa nyari susu buat ibu hamil aja gak bisa?!"

"Tapi yang kamu minta itu —"

"Oh, jadi sekarang kamu nyalahin aku? Nyalahin V juga? Dia cuma minta itu, lho, Ar. Itu permintaan pertamanya tapi kamu gak mau ngabulin?"

Araka gigit bantal.

"Kalau kamu gak suka sama V, ya udah. Aku bisa rawat dia sendiri, gak perlu bantuan kamu." Ranaya mengusap air matanya yang mengalir. "Aku mau tidur."

Setelah menghela napas panjang, Araka pun melakukan hal yang sama seperti Ranaya. Ia ikut merebahkan tubuhnya, tapi ....

"Jangan tidur di sini, di sofa sana!"

"Babe ...." Araka menatap istrinya iba. Ia bangun dan memijat-mijat lengan Ranaya sambil memohon. "Babe, jangan gitulah ... kamu, 'kan, cantik masa jahat?"

Sayangnya hati batu tidak bisa disiram air lagi. Ranaya terlanjur marah, ia menaikan selimutnya sebatas dada, merebahkan tubuhnya dengan hati-hati dan tidur membelakangi Araka dengan menjadikan lengannya sebagai bantal.

Saat Araka meminta selimut, Ranaya hanya memberikan sapu tangannya. Ia menunjukkan sifat ke-istri-tirian-nya lagi.

Kejam ....

Araka berhenti berkhayal, ia menatap gemang punggung yang membelakanginya itu. Mungkin ini yang disebut hormon wanita hamil. Araka seharusnya tahu jika hal ini akan terjadi, sebagai suami tahan banting ia harus menyiapkan mental dan stok sabarnya.

Dari hembusan napasnya, terlihat Ranaya belum tidur. Napasnya masih berderu tidak nyaman, sesekali Ranaya bergerak tak menentu. Kadang mengusap perutnya, kadang menyeka anakan rambut yang menutupi wajahnya.

"Babe, aku gak bisa tidur." Araka mengadu.

"Tapi aku bisa."

Araka berdecak. "Babe, ayolah. Jangan kayak anak kecil gini."

MY STARBOY ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang